Kontroversi Salam Pancasila

  • Whatsapp

“KONTROVERSI SALAM PANCASILA”
Oleh : Tritejo N.

Pendahuluan
Kontroversi Lafaz “Salam”, telah terjadi pada zaman Gus Dur (KH. Abdurrahman Wahid), sebelum menjabat presiden ke-4. Pertentangan kontraversi kalangan tokoh agama Islam khususnya NU, khususnya KH. As’ad (Alm) – Situbondo sangat menentang “salam keagaaman umat Islam” diganti dengan salam universal “salam selamat pagi, sore, petang, malam”. Ke-extriman pemikiran GUS DUR saat itu, banyak yang tidak dimengerti oleh sejumlah kalangan umat Islam. Intinya, apakah untuk menetralisir dirinya dari tekanan Rezim Orde Baru ?

Masuk era abad 21, Kejayaan NKRI dianggap pintu masuk era Keadilan Sosial. Muncul kembali kontraversi lafaz “salam Pancasila” yang dibenturkan dengan “salam keagamaan”, tokoh ulama Islam meradang. Maksud dan makna “salam Pancasila” harus dipamahami dengan kontek kekinian era digital 4.0, era milineal sebagai “salam kebangsaan’ atas bangsa yang dikaruniai Tuhan Yang Maha Esa (Allah SWT) keberagamana atau pluraristik, agama, budaya, suku, bahasa, adat-istiadat, kebiasaan yang berbeda-beda dari Sabang sampai Merauke..
Potensi keberagaman ini tidak dapat diseragamkan, harus disyukuri sebagai kekuatan sebagai kesatuan yang utuh.

Dipandang sebagai tantangan dan bukan ancaman, tetapi peluang untuk memaksimalkan potensi bagi kemajuan bangsa kedepan. Khususnya idiologi bangsa, dengan sebuah lafaz “salam kebangsaaan yaitu “ salam Pancasila”. Artinya sudah final, tidak ada lagi ideologi lain selain Pancasila di NKRI. Dan sejarah yang kontra produktif dimasa lalu, berkutat masalah ideologi Pancasila yang dibenturkan dengan extrim kanan dan kiri harus dianggap selesai.

NKRI memasuki era generasi milineal yang berkarater kebangsaaan, Nasionalis, Agamis, berbudaya cinta tanah air dan bangsanya. Salam Pancasila, salah satu cara perjuangan kebangsaan, dengan salam kebangsaan syimbol awal mengenalkan idiologi Pancasila kepada generasi milineal. Dan bukan doktrin ortodok seperti masa lalu, lebih kepada arah awal pengenalan ideologi.

Kemantapan Ideologi NKRI memasuki era bonus demografi, pada usia produktif yang diperkirakan mulai tahun 2020 s/d 2045. Perjuangan kebangsaan menjawab tantangan persaingan era globalisasi, menyiapkan SDM tangguh, tanggap, meningkatkan daya saing yang berdaya guna dan berhasil guna, kinerja, kreativitas maksimal pontensi bangsa, mengelola berbagai sumber daya alam (SDA) dan IPOLEKSOSBUDHAN-KAM. Dengan satu salam kebangsaan, yaitu “salam Pancasila” dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Permasalahan.

Salam kebangsaan “ salam Pancasila” berbeda dengan salam keagamaan.
Pembahasan.
Kontraversi lafaz salam ini, inti permasalahan gagal paham maksud dan tujuan sebagai makna pertama atau originil asli pencetus ide lafaz salam tersebut dari BPIP (m.liputan6.com, klarifikasi BPIP, 22-2-2020). Pemahaman salam kebangsaaan harus dibedakan degan salam keagamaan. Islam dengan “assamualaikum wr.wb, Nasrani/Kristen “ salam sejahtera bagi kita semua”, Katolik “Shalom”, Hindu “ Om Swastyatu”, Budha “namo buddaya”, Konghucu “Salam kebajikan” (Wikipedia).

Jadi berbeda dengan salam keagaamaan bagi masing-masing umat beragama.
Era digital, membuat informasi cepat tetapi kurang akurat. Dalam memahami suatu informasi, berkaitan dengan ide penyatuan salam kebangsaan dengan model “salam Pancasila” dengan mendudukan salam Pancasila seolah diatas salam keagamaan adalah pemahaman yang keliru.

Kekeliruan Pemahaman maksud dan tujuan, makna lafaz “salam Pancasila”, yang membenturkan dengan salam keagamaan umat beragama. Dengan isu justifikasi “Agama musuh Pancasila”. Membuat kotra produktif lembaga BPIP itu sendiri. Perlu klarifikasi kebenaran orisinil dari maksud dan tujuan dari makna pertama lafaz “salam Pancasila” pencetus ide BPIP.

BPIP tentu sangat komitmen dengan kosensus 4 (empat) pilar kebangsaan : NKRI, Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika. NKRI dihadapkan tantangan, hambatan, dan ancaman ketahanan Nasional di era globalisasi. Yang telah memasuki abad 21, siklus 7 abadan kebangkitan dan kejayaan RI. Dengan era “Keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia”.

Rentang 75 tahun kemerdekaan, ancaman klasik ideologi Pancasila dengan pengaruh ideologi ektrem kanan dan ektrem kiri, sudah menjadi pengalaman sejarah panjang dan harus dianggap selesai dan final. Dan kedepan harus ditinggalkan menuju era baru kemajuan perjuangan bangsa yang berkeadilan sosial. Kemakmuran dan kesejahteraan Rakyat.

Ide BPIP “salam Pancasila” bukan pengganti salam keagamaan umat beragama. Tentu, BPIP harus sinergi dengan LEMHANAS lembaga yang sudah lebih berpengalaman, memperjuangkan konsensus nasional 4 (empat) pilar kebangsaan tersebut. Ikut sumbang pikir dan tenaga, dalam rangka bersama mengantisipasi era generasi milenieal 4.0, NKRI memasuki bonus demografi usia produktif 15 -65 tahun (2030-2040), sekira 64 % jumlah penduduk 297 juta jiwa ( Liputan6.com, pidato Pelantikan JOKOWI presiden 2019-2024).

Gagal paham maksud dan makna lafaz “salam Pancasila sebagai salam kebangsaan”, harus dipahami dengan kontek ilmiah, menurut pendapat ilmuwan Islam Ibnu Taimiyah (1262-1328 M), Buku : “Catatan-catatan Spriritual, oleh Syaikh Al-Islam IBN Taimiyah, Mutiara Faza, Jkt, 2008, hal.250), “lafaz penggunaan kata & mengenal makna yang pertama yang digunakan”, menyebarkan”lafaz” kadang dipahami makna pertama (asli) & kadang dipahami dengan makna yang berbeda dengan makna pertama”.

Inilah penyakit informasi di-era digital, timbul istilah populer “hoak” penyebar berita tidak sesuai. Diartikan menafsirkan berbeda makna lafaz pertama yang original, tetapi juga bisa berbeda sama sekali dengan makna maksud lafaz pertama itu. Maka lafaz pertama asli ide “salam Pancasila” sebagai salam kebangsaan, berbeda dengan lafaz salam keagamaan bagi umat beragama yang ada di NKRI.
Kesimpulan dan Saran.

1. Konkritisasi salam Pancasila sebagai salam kebangsaan, dengan kanjian bersama BPIP dengan LEMHANAS RI.
2. Payung hukum peraturan perundangan-undangan sebagai legalitas salam Pancasila sebagai salam kebangsaan.

Oleh :
TRI TEJONARKO ( TRI TEJO N),
LEMHANNAS RI, Taplai Jatim Angkatan I/2014
Peserta Ujian Hakim Adhock TIPIKOR PT. tahun 2018.
Pengamat Hukum, Sosial, Demokrasi
PRAKTISI HUKUM/ADVOKAT (± 25 tahun)
/ADVOKAT PERADI/ PENGAMAT HUKUM
ORMAS KOSGORO
SEKRETARIS LBPH KOSGORO, Propinsi Jawa Timur
Wk.PDK KOSGORO JATIM
Mahasiswa Magister Hukum (UBHARA SBY)
NIK /KTP: 3578021011650003
Jl. Gayungan I/11 Surabaya
HP: 081 2312 7973

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait