Korban HK Kosasih Pernah Diajak Damai, Saksi Rahmat Santoso Pernah Dimintai DO Gula Oleh Terdakwa

  • Whatsapp

SURABAYA – HK Kosasih, korban dugaan penipuan dari terdakwa Mulia Wiryanto dengan modus investasi pengadaan gula di PTPN Jawa Barat, menceritakan peristiwa pertemuan kedua di bulan Agustus 2020 di Restoran Jepang (IMARI) yang membuat ia tergiur sehingga kehilangan uang investasinya sebesar Rp.10 miliar.

HK Kosasih mengaku baru tergiur menginvestasikan uangnya setelah terdakwa Mulia Wiryanto menunjukkan foto-foto aktivitas usahanya sembari mengatakan kalau usaha jual beli gula itu benar-benar ada sebab ada ikatan dengan Pemerintah Jawa Barat.

Terdakwa juga menjelaskan, secara pasti usaha jual beli gula itu tidak akan rugi dan pasti untung karena pemasok dan pembelinya sudah ada. Minimum perbulannya dia mendapatkan keuntungan 5 persen.

“Dari keuntungan 5 persen tersebut, terdakwa memastikan memberikan keuntugan 2,5 persen dari modal yang saya titipkan. Terdakwa juga mengatakan, sebagai pemodal saya hanya duduk manis saja, tidak perlu ikut terlibat dalam usaha gula itu. Bilamana ada kerugian maka menjadi tanggung jawab dia sepenuhnya. Uang saya tidak akan hilang dan sewaktu-waktu dapat diambil,” jelasnya di ruang sidang Candra, Pengadilan Negeri Surabaya. Senin (17/3/2025).

HK Kosasih juga menyampaikan, dirinya mempercayai terdakwa lantaran ia sudah mengenal Agnes, adik kandung dari terdakwa yang mempunyai reputasi baik di perusahaan Gulaku.

“Karena saya pikir mereka keluarga besar berbisnis Gula, maka tanggal 04 September 2020, saya menitipkan uang sebesar Rp.10 miliar dengan cara setoran tunai sebanyak 4 di Bank BCA KCU Diponegoro alamat Jalan Dr. Soetomo No. 118 Surabaya. Setelah uang Rp. 10 miliar diterima, terdakwa saya undang ke kantor saya di Jalan Bubutan, untuk membuat dan menandatangani perjanjian kerjasama titip uang bisnis gula sebesar Rp.10 miliar,” lanjutnya.

Namun janji manis terdakwa memberikan keuntungan perbulan sebesar 2,5 persen diingkari. HK. Kosasih yang seharusnya mendapatkan bagian keuntungan sebesar Rp.225 Juta setiap bulannya, ternyata hanya diberikan pembagian keuntungan yang tidak sesuai dengan yang pernah dijanjikan.

“Total yang saya terima dari pembagian keuntungan adalah Rp.2.357.500.000. Tanggal 9 Pebruari 2021 terima Rp.150 Juta. Tanggal 16 April 2021 dapat Rp.150 juta. Tanggal 27 April 2021 dibayar Rp.107 juta. Tanggal 11 Mei 2021 Rp.150 juta. Tanggal 21 Juni 2021 bayar Rp.150 juta. Oktober 2021 dibayar dobel Rp.300 juta. Kemudian pada 17 Pebruari 2022 Rp.300 juta. Tanggal 1 April 2022 Rp.150 juta. Tanggal 13 Juni 2022 Rp.150 juta. Tanggal 4 Agustus 2022 Rp.150 juta. Tanggal 11 Oktober 2022 Rp.300 juta. Tanggal 23 Nopember 2023 Rp. 150 juta, dan terakhir tanggal 23 Desember 2022 Rp.150 juta. Atas keterlambatan pembagian profit tersebut terdakwa minta maaf dan berdalih proses pengiriman di PTPN yang terlambat,” papar saksi korban HK.Kosasih.

Berkaitan dengan tidak dikembalikan uang investasinya sebesar Rp.10 miliar. Tak hanya sekali HK. Kosasih menagih pada terdakwa untuk dikembalikan. Akan tetapi terdakwa terus berkelit. Alasannya bilamana uang titipan modal dikembalikan sepenuhnya, maka usaha gulanya pasti akan stop total dan terdakwa tidak dapat menjalankan usaha jual beli gula lagi. Terdakwa juga beralasan kalau pada bulan Desember 2023 akan mendapatkan dana dari perusahaannya yaitu PT. Karya Sentosa Raya Akan Go Public.

“Akhirnya pada Juli 2023 terdakwa berjanji mengembalikan sampai Desember 2023. Namun janji-janji dari terdakwa hingga Desember 2023 tidak terealisasi,” ungkap saksi korban HK. Kosasih.

Kesal, pada tanggal 24 Juni 2024 dan 03 Juli 2024, HK Kosasih mengirimkan somasi kepada terdakwa untuk mengingatkan pengembalian titipan uang modal usaha gulanya.

“Meski 2 kali di somasi ternyata tidak ada pengembalian dari terdakwa. Hingga akhirnya saya ke Polisi,” ujar saksi HK. Kosasih.

Sebelum lapor Polisi HK Kosasih menelisik terdakwa, ternyata tidak memiliki kerjasama dengan pihak PTPN Jawa Barat. Dan perusahaan yang Akan Go Public juga tidak ada. Hotel Santika yang ada di Jalan Margorejo yang di klaim milik terdakwa juga sudah di lelang.

Setelah 10 hari terdakwa ditahan di kantor polisi. Ternyata Feni, istri dari terdakwa menelepon Kosasih berencana mengembalikan uang modal sebesar Rp.10 miliar secara angsuran.

Oleh Feni dijanjikan diangsur Januari 2025 sampai Desember 2025 dengan diberikan jaminan Cek Tunai milik anaknya. Namun setelah Permohonan tersebut disetujui HK Kosasih. Ternyata hingga saat ini tidak ada kelanjutannya sama sekali bahkan Feni seolah menghilang.

Tiba-tiba terdakwa mengajukan Permohonan praperadilan di Pengadilan Negeri Surabaya atas penetapannya sebagai tersangka. Setelah Praperadilannya ditolak. Ternyata Feni kembali menghubungj HK Kosasih lagi, meminta kebijaksanaan.

“Selanjutnya, pada saat perkara Mulia Wiryanto ini sudah masuk tahap persidangan. Feni menghubungj Kosasih lagi. Untuk keseriusaan perdamaian kali ini. Feni berjanji akan membuka cek atasnama dia sendiri dan gadai saham hotel Santika Bali. Namun kembali tidak ada realisasinya,” pungkas saksi korban HK. Kosasih.

Sementara itu saksi Rahmat Santoso, menjelaskan, pada saat dirinya menjabat sebagai Wakil Bupati Blitar periode 2021 sampai 2024. Ia pernah didatangi terdakwa untuk tujuan meminta DO dari Pabrik Gula Rejoso Manis dengan dijanjikan diberikan fee sebesar Rp.250 sampai Rp.500 dari Harga Eceran Tertinggi (HET) Gula. Tapi saksi Rahmat Santoso menolak dan menyatakan tidak bersedia. (Han)

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com beritalima.com beritalima.com

Pos terkait