SURABAYA, beritalima.com | Sengkarut revisi UU KPK oleh DPR dan upaya pelemahan KPK sangat mengharu biru publik di semua lini. Pada konteks kepentingan publik, klimaks dari praktik koruptif adalah publik dan atau konsumen sebagai korban, dengan menurunnya kualitas public services dan atau kenaikan harga/tarif suatu komoditas suatu barang/jasa.
Tulus Abadi, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), menyatakan, pihaknya protes keras terhadap segala bentuk pelemahan upaya pemberantasan korupsi, termasuk pelemahan institusi KPK.
Menurutnya, upaya pelemahan KPK hanya akan menyuburkan praktik korupsi di Indonesia, sebab tidak akan ada lagi lembaga yang kredibel dan wibawa dalam pemberantasan korupsi.
Dan, lanjut dia, tingginya harga barang dan tarif suatu jasa akan makin tak terkendali, sebab biaya/ongkos korupsi dimasukkan ke dalam komponen harga/tarif suatu barang/jasa tersebut.
YLKI mendesak revisi UU KPK tidak dipaksakan untuk disahkan pada periode anggota DPR yang akan habis masa jabatannya, tetapi dibahas pada masa anggota DPR baru periode 2019-2024. Alasannya, agar konsultasi publik dengan stake holder dalam pembahasan revisi UU KPK berjalan maksimal.
Selain itu, dalam banyak kasus, UU yg diketok/disahkan di akhir masa jabatan anggota DPR pada akhirnya banyak menimbulkan masalah. Salah satu contohnya adalah UU No.38 Tahun 2004 tentang Jalan.
(Ganefo)
Teks Foto: Tulus Abadi, Ketua Pengurus Harian YLKI.