SURABAYA, beritalima.com – Kejaksaan Tinggi Jawa Timur (Kejati Jatim) kembali menorehkan tinta hitam dalam penegakan hukum di sektor bantuan sosial. Setelah berbulan-bulan penyidikan intensif, penyidik akhirnya menetapkan NLA, Kepala Bidang Perumahan dan Kawasan Permukiman pada Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman dan Perhubungan Kabupaten Sumenep, sebagai tersangka baru kasus korupsi Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) tahun 2024.
Langkah penahanan terhadap NLA menegaskan bahwa dugaan praktik sistemik dalam penyelewengan dana perumahan rakyat di Sumenep bukanlah kasus tunggal, melainkan hasil dari pola korupsi terstruktur yang melibatkan banyak pihak.
“Penetapan tersangka baru ini hasil pengembangan dari pemeriksaan saksi, pengumpulan alat bukti, serta penghitungan kerugian keuangan negara yang telah kami lakukan sejak awal tahun,” ungkap Aspidsus Kejati Jatim, Wagiyo, di Surabaya, Rabu (5/11/2025).
Program BSPS yang dibiayai APBN tahun 2024 di Kabupaten Sumenep seharusnya menjadi angin segar bagi 5.490 warga penerima bantuan yang tersebar di 143 desa. Setiap penerima dijanjikan dana Rp20 juta untuk memperbaiki rumah tidak layak huni. Namun kenyataannya, sebagian besar warga tidak menerima bantuan penuh.
Penyidik menemukan adanya pemotongan dana bantuan antara Rp3,5 juta hingga Rp4 juta per penerima. Pemotongan ini disebut sebagai “komitmen fee” yang wajib disetorkan agar proses bantuan tidak terhambat. Bahkan, penerima juga dibebani biaya pembuatan Laporan Penggunaan Dana (LPD) sebesar Rp1 juta hingga Rp1,4 juta.
Dari hasil pemeriksaan saksi dan dokumen pencairan, NLA selaku pejabat berwenang diduga menerima setoran Rp100.000 per penerima melalui perantara. Uang tunai senilai Rp325 juta yang diterima tersangka kini telah disita dan diamankan di rekening penampungan milik Kejati Jatim.
NLA bukan satu-satunya yang dijerat hukum. Sebelumnya, Kejati Jatim telah lebih dulu menetapkan empat tersangka lain, yakni RP, AAS, WM, dan HW. Kelimanya diduga bekerja dalam jejaring yang mengatur alur dana bantuan dari tahap pencairan, pendistribusian material, hingga pelaporan penggunaan anggaran.
Dari hasil penghitungan sementara, dugaan kerugian keuangan negara mencapai Rp26,87 miliar, meski masih menunggu verifikasi resmi auditor.
“Nilai ini bisa bertambah, mengingat masih ada sejumlah titik penerima bantuan yang sedang kami telusuri,” tambah Wagiyo.
Kejati Jatim menegaskan komitmen untuk menelusuri aliran dana hingga ke pihak yang lebih tinggi.
“Penegakan hukum tidak akan berhenti pada level pelaksana di lapangan. Kami akan kejar siapa pun yang terlibat, termasuk apabila ada indikasi keterlibatan pejabat daerah lain,” tegas Wagiyo.
NLA kini resmi ditahan di Rutan Kelas I Surabaya Cabang Kejati Jatim untuk memperlancar proses penyidikan lanjutan. (Han)








