Korupsi Di Papua Menyengsarakan Rakyat

  • Whatsapp
Caption : Pastor Yanuarius You

Jayapura—Kasus korupsi melanda Provinsi Papua. Dalam sebulan terakhir, tiga kepala daerah di tanah Papua terjerat kasus korupsi dan ditetapkan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yaitu Bupati Mamberamo Tengah Ricky Ham Pagawak, Bupati Mimika Eltinus Omaleng dan yang teranyar Gubernur Papua Lukas Enembe.

Maraknya kasus korupsi di Papua itu dikritisi tokoh agama Katolik di Bumi Cenderawasih, Pastor Dr. Yanuarius You. Dia mengatakan, korupsi merupakan tindakan tidak bermoral dan tidak sesuai dengan ajaran Alkitab. Bahkan dalam ajaran Gereja Katolik, korupsi dianggap sebagai dosa besar dan merupakan kejahatan sosial karena derajatnya sama dengan membunuh manusia.

Ketua Sekolah Tinggi Filsafat Teologi (STFT) Fajar Timur Jayapura itu menambahkan, banyak oknum pejabat yang diberi tanggung jawab dan kewenangan untuk menyejahterakan masyarakat, namun justru menggunakan uang rakyat untuk kepentingan pribadi sehingga menimbulkan kecemburuan sosial, konflik sosial dan konflik horizontal.

“Masyarakat dari waktu ke waktu menderita, sementara oknum pejabat hidup bersenang-senang. Oleh karenanya oknum pejabat yang terbukti korupsi memang wajib diadili seberat-beratnya sesuai derajat pelanggaran hukumnya, sehingga dapat memunculkan efek jera bagi pejabat-pejabat lain agar tidak melakukan korupsi,” ungkapnya dalam diskusi bertema “Pemberantasan Korupsi di Papua untuk Menciptakan Papua Tanah Damai dan Sejahtera” yang diselenggarakan Progressif Democracy Watch (Prodewa) Papua secara virtual (28/9).

Pastor Yanuarius menandaskan, ajaran gereja sangat mengutuk korupsi karena menghancurkan kesejahteraan umum dan keadilan sosial serta menghilangkan perdamaian dan kerukunan. Korupsi berhubungan erat dengan tingkat kesejahteraan dan konflik berkepanjangan di Papua.

“Ketika oknum pejabat melakukan korupsi dengan memakai dana masyarakat untuk kepentingan pribadi, hal tersebut secara langsung mengakibatkan masyarakat menjadi miskin, tidak sejahtera, tinggal dalam kebodohan dan menderita. Ini adalah kejahatan kemanusiaan dan secara langsung menimbulkan ketidaktenteraman dan ketidakamanan di Papua,” tegasnya.

Pastor Yanuarius juga menyinggung soal otonomi khusus (otsus). Dia mempertanyakan pihak-pihak yang menolak otsus jilid dua karena menganggap otsus jilid pertama gagal. “Sebenarnya siapa yang menggagalkan? Apakah orang Jakarta? Saya kira tidak juga. Justru yang menggagalkan itu kita punya orang-orang juga, kita punya pemimpin-pemimpin juga. Ada oknum-oknum yang memperalat masyarakat, mengambil uang masyarakat untuk kepentingan pribadi secara tidak bertanggung jawab,” tandasnya.

Hal senada diungkapkan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Cenderawasih (Uncen) Prof. Dr. Melkias Hetaria. Dia mengatakan, untuk mencegah tindak pidana korupsi, perlu adanya pengawasan mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai evaluasi. Para pejabat negara seharusnya memilki integritas dan mentalitas sehingga dalam penyelenggaraan pemerintahan mampu menjauhkan diri dari tindak korupsi.

“Jika kita ingin menciptakan tanah Papua yang damai maka perlu menjauhkan diri dari tindak pidana korupsi,” ujarnya.

Dia menambahkan, salah satu penyebab terjadinya tindak korupsi di lingkup pejabat pemerintahan adalah adanya para pembisik. “Pemimpin kita tidak dapat melaksanakan tugasnya dengan baik karena terlalu banyak pembisik-pembisik,” katanya.

Pares Wenda, Deputi Bidang Pemerintahan dan Demokrasi Jaringan Damai Papua (JDP) menjelaskan, dari sisi politik, untuk menciptakan Papua yang damai salah satunya negara harus benar-benar melaksanakan pembangunan dan pendidikan politik bagi calon calon pemimpin Papua.

“Dari analisa JDP, kurangnya pembangunan politik dan pendidikan politik di antara para pejabat ini memberikan peluang untuk mereka melakukan korupsi,” ujarnya.

Pihaknya berharap, dugaan korupsi seperti yang menjerat Gubernur Papua Lukas Enembe dan kasus-kasus korupsi lain ditangani dengan pendekatan UU korupsi.

“Penanganan korupsi diserahkan sepenuhnya ke KPK. Biarkan KPK bekerja sesuai dengan tupoksinya,” jelas dia.

Sementara itu masih dalam diskusi yang sama, Dorince Mehue, Anggota MRP, menyebut bahwa Gubernur Papua perlu menghadapi panggilan KPK secara kooperatif untuk membuktikan tuduhan dari lembaga anti rasuah tersebut.

“Di mata orang papua, Bapa Lukas Enembe merupakan sosok yang sangat berani. Oleh karenanya, pihaknya berharap agar Gubernur LE dapat kooperatif untuk memberikan penjelasan kepada KPK terkait tuduhan ini”

Dorince juga menambahkan dirinya yakin jika KPK tidak menemukan alat bukti, maka tentunya kasus tersebut tidak akan dilanjutkan lagi oleh KPK.

“kita serahkan pada KPK untuk menyelidikinya dan mengedepankan asas praduga tak bersalah” Ujar Dorince.

Dalam diskusi daring tersebut, hadir pula tokoh muda Papua yaitu Direktur Eksekutif Prodewa Papua Leonardus O. Magai, dan moderator diskusi sekaligus Ketua Pemuda LIRA Papua, Steve Elson Mara.

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait