SORONG, Berita Lima.com – Kasus Jalan Lingkar Waigeo (JLW) yang laporannya sudah masuk
sampai ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta namun hingga sekarang tidak pernah terselesaikan alias kabur membuat masyarakat adat suku Maya, Kabupaten Raja Ampat menilai
Komisi Pemberantasan Korupsi seperti macan ompong yang tidak mampu menghabiskan mangsanya.
Masuknya laporan dari berbagai pihak terkait kasus JLW diakui oleh Wakil Ketua KPK, Laode saat diwawancarai awak media di Kota Sorong
beberapa waktu lalu di Swiss bell Hotel. “kami sudah menerima laporandari berbagai pihak terkait dengan kasus Jalan Lingkar Waigeo di
Kabupaten Raja Ampat, namun kami juga harus menghargai proses yang sementara berlangsung di Polda Papua, tetapi kami masih memantau apabila kasus JLW ini jalan ditempat maka kami KPK akan mengambil alih” ujar Laode ketika itu.
Dalam kasus dugaan korupsi yang melibatkan mantan anggota DPRD Kabupaten Raja Ampat yang sekarang sebagai orang nomor satu di Kabupaten Raja Ampat, AFU, sudah mengalami pemeriksaan berkali-kali
namun hasilnya tidak pernah terselesaikan hingga berita ini dirilis kembali.
“Masyarakat sudah merasa bosan dengan janji yang dibuat oleh Pemerintah Kabupaten Raja Ampat yang sudah beberapa kali dibatalkan padahal telah disepekati bersama dalam pertemuan dengan masyarakatadat yang mempunyai hak petuanan di mana mega proyek ini dibangun
yakni marga Ansan dan Weju,” terang Ludya Mentansan saat ditemui media
ini dibilangan Km 10 Kota Sorong, baru-baru ini.
Dikatakan Ludya, aksi demo yang dilakukan oleh masyarakat adat Suku Maya yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Adat Nasional (AMAN)
untuk meminta keadilan bukan saja dilakukan di Waisai ibukota Kabupaten Raja Ampat tetapi di ibukota Negara tepatnya di Kantor
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga dilakukan bahkan sampai
menyerahkan berkas terkait tindak pidana korupsi pekerjaan Jalan Lingkar Waigeo namun hingga saat ini belum juga ada tindakan nyata
dari pihak KPK.
Lanjut Ludya, kalau KPK berdalil bahwa Kasus JLW ini masih ditangani
oleh Polda yang hingga kini belum juga ada titik terang maka KPK dapat turun ke Polda dan menanyakan perkembangan kasus tersebut dan kalau Polda mengatakan bahwa masih terhambat dengan permasalahan ini dan itu
maka KPK dapat mengambil alih penyelidikan tersebut sehingga permasalahan JLW dapat selesai.
“Pembangunan JLW dalam pengerjaannya sudah banyak pelanggaran yang dibuat seperti melalui hutan cagar alam yang menurut Undang-Undang
Kehutanan tidak boleh diganggu oleh siapapun dia.
Daun yang jatuh saja
tidak dapat diambil apalagi sampai membongkar hutan dan mengambil
isinya selain itu juga situs sejarah dari leluhur masyarakat Adat Maya berupa goa juga ikut rusak,” terang Ludya.
Lanjut Ludya, selain itu juga tempat bermainnya burung cenderawasih merah yang merupakan satwa endemik Raja Ampat juga ikut rusak ditambah
lagi pekerjaan JLW dilaksanakan tanpa Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) padahal sesuai aturan sebelum pekerjaan dimulai seluruh
dokumen termasuk Amdal sudah harus dimiliki namun kenyataannya belum
ada Amdal pekerjaan sudah dilaksanakan dan juga mega proyek ini tidak
disetujui oleh pemerintah daerah dan DPRD saat itu sehingga dapat dinilai bahwa pekerjaan pembangunan jalan JLW sarat dengan pelanggaran
termasuk diduga telah terjadi korupsi secara berjamaah mulai dari pusat hingga daerah.
Oleh karena itu selaku anak Adat dari Suku Besar Maya meminta kepada KPK segera mengambil alih proses hukum dari Polda karena patut diduga
ada apa sampai kasus mega proyek ini hingga sekarang tidak pernah selesai, untuk itu dalam waktu dekat kami akan menyurati Presiden agar bapak Presiden bisa meminta dan menekan penegak hukum untuk bisa mengusut kasus ini secepatnya dan dalam Waktu dekat kami juga akan melakukan demo di Jakarta, jadi tunggu saja, ungkapnya. (CI)