KPN Surabaya Dilaporkan Ke MA, Kecewa Eksekusi Lahan di Jalan Tunjungan Ditundah-Tundah

  • Whatsapp

SURABAYA – beritalima.com, Pengadilan Negeri (PN) Surabaya terkesan tidak tegas soal pelaksanaan eksekusi terhadap sisa lahan seluas 4429 Meterpersegi di Jalan Tanjungan No 80 bagian belakang, No 82, 84 dan No 86 Surabaya.

Meski putusan berkekuatan hukum tetap terhadap obyek tersebut sudah dikantongi oleh Tjipto Chandra, selaku pemohon. Namun eksekusi lahan yang salah satu di atasnya berdiri kantor cabang pembantu (kacab) Badan Pertanahan Surabaya (BPN) 1 itu masih mengambang. Alasan penundaan eksekusi pun berubah-ubah.

Setidaknya dua alasan dikemukakan pihak PN Surabaya terkait penundaan eksekusi lahan tersebut. Pertama, eksekusi tersebut akan mengganggu pelayanan Kantor Cabang BPN 1. Kedua, Ketua PN Surabaya Johny mengatakan pihaknya belum dapat mengeksekusi objek sengketa tersebut karena belum mendapatkan persetujuan dari Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia (MARI).

Penundaan eksekusi tersebut, sangat disesalkan oleh Kuasa Hukum Tjipto Chandra, Yakobus Welianto. Kata Yakobus Welianto, tidak benar dalil dan alasan dapat mengganggu keberdaan kacab BPN Surabaya 1.

“Pemohon tidak mengajukan eksekusi atas lahan yang sekarang dipakai sebagai kantor BPN 1. Sekali lagi saya tegaskan bahwa tanah dan bangunan seluas 536 Meterpersegi yang saat ini dipakai untuk kantor cabang pembantu Kantor Pertanahan Surabaya I, tidak kami mintakan eksekusi karena tanah dan bangunan seluas 536 Meterpersegi itu haknya kantor pertanahan Surabaya I sesuai putusan yang inkracht,” kata Yakobus Welianto di PN Surabaya. Kamis (26/11/2020).

Kepada Media Yakobus Welianto mengatakan sebelum eksekusi dilakukan dia sudah melakukan pra sosialisasi dengan pihak terkait, terutama kepada Kepolisian, Koramil, Kodim, Satpol PP, Kecamatan, Kelurahan, RW dan RT setempat. Termasuk koordinasi dengan tim Gugus Tugas Covid 19 terkait protokol kesehatan, baik itu masker, sarung tangan dan hand saniteser.

“Semua pihak sudah di prasosialisasikan dengan baik, termasuk persiapan protokol kesehatan dengan tim Gugus Tugas Covid 19. Namun kenyataanya Ketua Pengadilan Negeri Surabaya (KPN) tidak konsisten terhadap tertanggal 1 September 2020 yang sudah dibuat dan di tandatangani sendiri. Penundaan ini tidak jelas. Penundaan ini membinggungkan pemohon sebagai pencari keadilan,” sambungnya.

Kepada awak media, Welianto juga menandaskan akibat penundaan eksekusi tersebut tidak hanya membuat dirinya merugi. Namun reputasinya sebagai seorang advokat sudah rusak.

“Tolong hargai saya sebagai seorang pengacara. Penundaan eksekusi ini membuat saya malu kepada klien karena dinilai tidak profesional. Baru kali ini eksekusi yang saya ajukan dipersulit. Padahal untuk eksekusi tersebut saya sudah menghabiskab dana jutaan rupiah,” tandasnya.

Ditanya awak media, apa langkah yang sudah dia tempuh terkait penundaan eksekusi tersebut,? Welianto menjawab, bahwa dirinya sudah berkirim surat pengaduan ke banyak pihak, mulai Pengadilan Tinggi, Bawas MA, Tuada dan Mahkamah Agung.

“KPN hanya mengatakan eksekusi tidak dapat dilaksanakan tanpa minta petunjuk dan ijin lebih dulu dari Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia (MARI). Ada apa ini Pak Joni? Karena KPN Surabaya tidak konsistenan, maka kami sudah melaporkan KPN, untuk mengkaji ulang pelayanan prima di PN Surabaya. Bahkan kami juga mendesak MA agar jabatan KPN digantikan ke orang lain yang tegas dan konsisten. Ini tanggung jawabnya Jamaluddin,” jawabnya.

Sebelumnya, Humas PN Surabaya, Martin Ginting menanggapi terkait penundaan eksekusi tersebut. Ginting memberikan solusi supaya pemohon eksekusi berkirim surat kepada KPN Surabaya.

“Suruh saja pemohon eksekusi menulis surat kepada KPN Surabaya agar di jawab secara resmi ya mbak, agar di jawab oleh yang bersangkutan secara langsung melalui Panitera,” jawab Martin Ginting melalui WhatsApp.

Perku diketahui, penetapan eksekusi 07/EKS/2020/PN.SBY, atas sisa lahan seluas 4429 Meterpersegi di Jalan Tanjungan No 80 bagian belakang, No 82, 84 dan No 86 Surabaya sudah ditandatangani KPN Surabaya sejak tanggal 1 September 2020.

Penetapan eksekusi tersebut
dimohonkan Tjipto Chandra melalui kuasa hukumnya Yakobus Welianto setelah mendapatkan Putusan Pengadilan Negeri Surabaya No 268/Pdt.G/2011/PN.Sby tanggal 31 Mei 2012 Jo. Putusan Pengadilan Tinggi Surabaya No 55/PDT/2013/PT SBY tanggal 11 April 2013, Jo. Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No 2501 K/Pdt/2014 tanggal 16 Maret 2015. (Han)

beritalima.com

Pos terkait