JAKARTA – Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) sebagai bagian dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 menemukan fakta bahwa sebagian besar anak menjadi waspada terhadap wabah COVID-19. Hal tersebut diperoleh berdasarkan survei Ada Apa Dengan COVID-19 (AADC-19) yang digagas melalui “Forum Anak Nasional”.
Beberapa respon yang ditunjukkan tiap anak melalui survei tersebut berbeda-beda. Ada sebagian yang paranoid, merasa takut dan ada yang biasa saja dalam menyikapi COVID-19. Bagi orang tua, hal itu patut diwaspadai karena dapat mengganggu psikologi anak bahkan bagi yang merasa biasa saja dapat membuat anak lebih tidak peduli dan abai terhadap anjuran pencegahan dari Pemerintah.
“Namun, ada juga yang merasa paranoid, takut dan biasa saja. Ini harus diwaspadai karena dapat mengganggu psikologisnya, atau menganggap hal ini yang biasa juga akan membuat anak tidak peduli terhadap kondisi saat ini,” ujar Sekretaris Deputi Bidang Tumbuh Kembang Anak KPPPA, Eko Novi Ariyanti dalam konferensi pers di Media Center Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Jakarta, Sabtu (11/4).
Survei AADC-19 dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui persepsi dan pengetahuan anak tentang COVID-19, program belajar di rumah serta perasaan dan harapan anak dalam situasi saat ini. Pengumpulan data dilakukan melalui pesan berantai _WhatsApp_ oleh jaringan pengurus forum anak seluruh Indonesia yang dilakukan selama empat hari, yakni 26-29 Maret 2020.
Dalam survei tersebut respondennya adalah anak-anak usia di bawah 18 tahun atau usia 8-17 tahun, dengan persentase terbanyak usia 14 tahun.
“Sebanyak 69 persen respondennya adalah anak perempuan, serta 31 persen adalah anak laki-laki,” ucapnya.
Dalam survei itu, diperoleh hasil bahwa 98 persen anak merasa bahwa COVID-19 berpengaruh terhadap kebiasaan dan pola hidup yang bersih dan sehat. Kemudian, 74 persen anak melihat bahwa kondisi lingkungan di sekitar mereka masih banyak yang keluar rumah.
“10 persen anak mengetahui ada ODP, PDP, dan positif COVID-19 di lingkungan mereka,” katanya.
Lalu, sebanyak 18 persen anak mengaku bahwa ada keluarganya yang bertugas sebagai tenaga medis COVID-19 yang mana hal itu membuat anak memiliki reaksi bangga namun juga cemas.
“Hal ini membuat mereka cemas sekaligus bangga,” katanya.
Dalam kesempatan itu, Eko Novi Ariyanti juga menyampaikan harapan anak terhadap situasi wabah COVID-19, mereka berharap kondisi saat ini dapat tertangani dan cepat usai sehingga dapat kembali seperti sedia kala sebelum Ramadhan tiba.
“Situasi saat ini juga diharapkan menjadi momen perekat keluarga. Mereka berharap juga semua orang bisa menaati peraturan di rumah saja,” ucapnya.
Sementara itu dalam persepsi anak tentang belajar di rumah saja, Eko Novi Ariyanti menyampaikan anak-anak mengharapkan mendapatkan akses internet gratis karena mereka juga banyak belajar di rumah.
“Sebagian besar anak menganggap gerakan dirumah saja merupakan hal yang penting,” paparnya.
Kemudian, 58 persen anak mempunyai perasaan yang tidak menyenangkan selama belajar di rumah saja. Sebab, bagi sebagian anak mereka sulit untuk berinteraksi dengan teman-temannya secara langsung.
“Hal itu karena mereka sulit berinteraksi dengan teman-temannya,” ucapnya.
Selanjutnya ada beberapa anak yang berharap agar tidak terlalu banyak mendapatkan tugas belajar saat menjalankan program belajar di rumah. Selain itu, diharapkan ada penyediaan fasilitas internet serta perangkatnya yang mumpuni dan juga ada video interaktif.
“Kemudian diharapkan juga ada komunikasi dua arah dan pelaksanaan pembelajaran yang efektif,” pungkas Eko Novi Ariyanti.