KPPU : Ada Perusahaan Terbukti Berkartel Ditindak Tegas

  • Whatsapp

KUPANG, NTT (beritalima) – Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Pusat, Dr. Muhammad Syarkawi Rauf, S.E, M.E menyatakan, bila ada perusahaan yang melakukan kartel dan merugikan rakyat maka Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) langsung malakukan investigasi. Kalau terbukti mereka benar – benar berkartel dan merugikan rakyat maka KPPU melakukan tindakan yang setegas – tegasnya.
Syarkawi menyampaikan hal itu, dalam Forum Jurnalis se-Kupang “ Persaingan Usaha untuk Meningkatkan Perekonomian Daerah” di Sotis Hotel, Senin (2/5/2016) lalu
Menurutnya, itulah sebabnya dalam beberapa waktu terakhir KPPU sudah menangani atau bahkan kita sudah menghukum lebih kurang 32 perusahaan importir daging sapi atau importir sapi benggala.
Hal ini kita lakukan terbukti melakukan kartel. Kita hukum itu karena kartel. Hukuman berupa denda lebih kurang Rp 106 hingga Rp 107 miliar untuk 32 perusahaan importir sapi tersebut.
Mereka dihukum karena pada bulan Agustus 2015 lalu, waktu itu harga daging sapi memang sangat mahal khususnya di Jakarta, dimana harga daging sapi mencapai harga Rp 130.00 hingga Rp 145.000 per kilo gram yang biasanya Rp 90.000 hingga Rp 110.000 per kilogram.
“ Waktu itu saya dengan teman – teman langsung turun ke lapangan yang kita lihat adalah memang ada sekelompok pengusaha yang sengaja menahan – nahan pasokan sapi yang siap potong ke RPH. RPH otomatis mengurangi penjualan juga ke pasar”, kata Syarkwai.
Menurutnya, kartel terbentuk di berbagai komuditas pangan karena salah satunya adalah ada kebijakan pemerintah yang kurang sesuai dengan situasi yang sebenarnya. Yang menyebabkan pelaku usaha mengambil manfaat lalu membentuk kartel sehingga menyebabkan harga sangat tinggi.
Ia menjelaskan, pada tahun 2009, kita mengimpor lebih kurang 60 peren kebutuhan daging sapi nasional. Oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono waktu itu ingin mencapai swasembada daging sapi pada tahun 2014. Devinisi swasembada sapi menurut FAO, jelas Syarwari, swasembada daging sapi itu kalau kurang dari 10 persen kebutuhan daging sapi nasional.
Artinya kita harus mengurangi 50 persen keteranguntungan kita terhadap impor daging sapi dalam lima tahun. “ Kalau kita bagi rata saja dalam lima tahun itu 50 persen, berarti impor itu harus berkurang sebesar 10 persen setiap tahun selama lima tahun. Yang pertanyaan sekarang kita tahu sama – sama populasi sapi terbesar di Indonesia ada di NTT, Lampung, Jawa Timur, NTB. Apakah pertumbuhan populasi sapi lokal itu bisa menutupi pengurangan impor sebesar 10 persen setiap tahun selama lima tahun. Rupanya dua tahun setelah kebihajkan itu, terjadi kelangkaan daging sapi di Jakarta”, jelas dia.
Selanjutnya dia mengatakan, kenapa selalu di Jakarta yang harga daging sapi sangat mahal karena memang 70 persen daging sapi nasional ada di Jakarta, sisahnya 30 persen tersebar di seluruh Inodneisa.
Kemudian harganya mahal saat itu, karena ada kebijakan yang kurang sesuai dengan situasi. Pada tahun 2014 masih mengimpor sapi benggala 750 ribu ekor. Kemudian tahun 2015 dikurangi menjadi 350.000. Bisakah kekurangan impor sapi benggala itu 400.000 ekor bisa ditutupi dari populasi sapi lokal di NTT, NTB, Bali, Jawa Timur dan Lampung? Rupanya juga tidak bisa. Akibatnya terjadi kelangkaan.
Kegiatan ini menghadirkan tiga pemateri, yakni Ketua KPPU Pusat, Syarkawi Rauf, Kepala Perwakilan KPPU Surabaya Aru Armando, Ketua PWI NTT, Dion DB Putera dan dihadiri puluhan peserta, baik wartawan Media Cetak, Elektronik, dan Online, (Ang)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *