JAKARTA, beritalima.com | Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mencermati aturan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang memperkenankan adanya jabatan rangkap antar Dewan Komisaris atau Dewan Pengawas BUMN dengan Dewan Komisaris perusahaan selain BUMN.
Hal tersebut disampaikan Ukay Karyadi dari KPPU lewat rilis, Senin (22/3/2021) malam. Aturan itu yang memperkenankan adanya jabatan rangkap itu diatur dalam Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-10/MBU/10/2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-02/MBU/02/2015 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengangkatan dan Pemberhentian Anggota Dewan Komisaris dan Dewan Pengawas BUMN (Permen BUMN), khususnya pada Bab V huruf A (Rangkap Jabatan) dalam lampiran Permen BUMN Nomor PER-10/MBU/10/2020. Peraturan tersebut ditandatangani pada 9 Oktober 2020 dan berlaku pada tanggal diundangkan, yakni 16 Oktober 2020.
Ukay menegaskan, aturan Kemen BUMN tersebut UU No.5/1999. “Substansi rangkap jabatan antara Direksi/Komisaris diatur dalam pasal 26 Undang-undang No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat,” jelas Ukay.
UU 5/1999 ini melarang seseorang menduduki jabatan Direksi atau Komisaris suatu perusahaan yang pada waktu bersamaan merangkap sebagai Direksi atau Komisaris perusahaan lain apabila perusahaan-perusahaan tersebut di pasar bersangkutan yang sama, atau memiliki keterkaitan erat di bidang atau jenis usaha, atau secara bersama menguasai pangsa pasar tertentu yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
Rangkap jabatan ini dapat berpotensi
melanggar persaingan usaha yang sehat di pasar dalam bentuk kemudahan perusahaan untuk terlibat dalam pengaturan pasar terkait harga, pasokan, pembagian wilayah, jumlah produksi, dan lainnya.
Koordinasi kesepakatan horizontal tersebut akan lebih mudah dicapai dan dijaga apabila terjadi rangkap jabatan Direksi/Komisaris antar perusahaan dalam pasar yang sama.
Rangkap jabatan tersebut juga berpotensi melanggar persaingan usaha yang sehat di pasar dalam bentuk penyalahgunaan hambatan vertikal dengan melakukan praktik eksklusivitas, tying dan bundling serta aksi korporasi lain yang melibatkan perusahaan dimana Direksi/ Komisarisnya saling rangkap jabatan, atau tindakan penguasaan pasar antar perusahaan yang kegiatan usahanya saling terkait.
Dalam proses penelitian di KPPU saat ini, ungkapnya, telah ditemukan berbagai jabatan rangkap antara Direksi/Komisaris antar BUMN dengan perusahaan non-BUMN di berbagai sektor seperti keuangan, asuransi, investasi (31 Direksi/Komisaris), di pertambangan (12 Direksi/Komisaris), dan di konstruksi (19 Direksi/Komisaris).
“Bahkan jabatan rangkap untuk satu personil di sektor pertambangan dapat mencapai 22 perusahaan,” tambahnya.
“Penelitian ini masih terus berlangsung dan tidak tertutup kemungkinan akan diperdalam KPPU pada proses penegakan hukum jika ditemukan adanya indikasi persaingan usaha tidak sehat sebagai akibat jabatan rangkap tersebut,” tegas anggota KPPU ini.
Guna mencegah potensi persaingan usaha tidak sehat sedini mungkin, KPPU telah berkoordinasi dan menyampaikan surat saran dan pertimbangan kepada Kementerian BUMN yang intinya menyarankan agar mencabut ketentuan yang memperbolehkan rangkap jabatan Dewan Komisaris dan Dewan Pengawas dengan Dewan Komisaris Perusahaan selain BUMN tersebut.
KPPU juga menyarankan agar Kementerian BUMN memastikan personil yang menjadi Direksi/Komisaris dalam lingkup BUMN tidak dalam posisi rangkap jabatan dengan perusahaan selain BUMN, sehingga dapat mengurangi potensi pelanggaran pasal 26 dan pasal lain yang terkait dalam UU No.5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. (Ganefo)