KPPU Sebut 8 Kelompok Usaha Mainkan Harga Minyak Goreng

  • Whatsapp

SURABAYA, beritalima.com | Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) hingga saat ini sudah memanggil 11 pihak terkait kenaikan harga minyak goreng. Mereka, 6 produsen, 3 perusahaan pengemasan, dan 2 distributor.

Namun, tidak semuanya mengindahkan panggilan KPPU. Ketua KPPU Ukay Karyadi mengatakan, yang memenuhi panggilan KPPU hanya 1 produsen, 1 perusahaan pengemasan, dan 1 distributor.

“Mereka tidak hadir karena berbagai alasan, di antaranya karena tidak terima surat panggilan. Karena itu, kami akan jadwal ulang pemanggilan,” kata Ukay di Kantor Wilayah IV KPPU di Surabaya, Selasa (18/4/2022).

“Jika pada pemanggilan kedua pelaku usaha tetap tidak mengindahkan panggilan KPPU, kami akan meminta bantuan polisi untuk menghadirkan mereka. Bahkan, kami akan mengungkap identitas mereka,” tandas Ukay.

Selain mengagendakan pemanggilan ulang, KPPU juga akan melakukan pemanggilan lagi 16 pihak pada 21-27 April 2022 mendatang. Mereka dari produsen, pengemasan dan asosiasi minyak goreng.

Menurutnya, dugaan kartel minyak goreng semakin menguat. Hal itu dilihat dari kejadian selama ini, di mana minyak goreng mulai naik harga secara signifikan sejak Oktober 2021 namun barang masih tersedia di pasaran.

Sejak pemerintah menerapkan harga eceran tertinggi (HET) satu harga Rp 14 ribu per liter, barang menjadi langka di pasaran. Dan setelah kebijakan HET satu harga dihapus, barang kembali tersedia di pasaran.

“Sinyal kartel itu semakin kuat. Direktorat Investigasi menangkap sinyal itu dan sudah melakukan penyidikan sejak akhir Januari 2022,” kata Ukay.

Ukay menjelaskan, pelaku usaha minyak goreng ini tidak banyak. Mereka tergabung dalam delapan kelompok besar yang menguasai 70 persen pasar minyak goreng di Indonesia.

Delapan kelompok usaha ini sangat terintegrasi mulai hulu hingga hilir. Dan mereka memproduksi merek-merek yang ada di pasaran dan dikenal masyarakat luas.

“Mereka itu semuanya punya kebun kelapa sawit sendiri, seakan mereka sudah berkoordinasi untuk menaikkan harga ini,” ungkap Ukay.

Karena itu, untuk kasus ini KPPU mengenakan tiga pasal di Undang-Undang No 5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Tiga pasal itu, pasal 5 ayat 1 terkait dengan penetapan harga, pasal 11 terkait kartel, dan pasal 19 huruf C terkait pembatasan peredaran. “Tiga pasal itu untuk kasus nasional, sementara di daerah-daerah ada kasus yang berkaitan dengan pembelian bersyarat,” papar Ukay.

Hingga kini, KPPU masih perlu mendapatkan satu bukti lagi untuk membawa kasus ini ke persidangan. Jika nantinya terbukti ada kartel, pihak-pihak yang terlibat akan dikenai sanksi.

Sanksinya per perusahaan, minimal membayar Rp 1 miliar atau maksimal 10 persen dari penjualan atau 50 persen dari keuntungan.

“Hitungannya dari waktu terjadi kenaikan harga. Kalau misal kenaikan mulai terjadi Oktober 2021 hingga kini, kita tinggal hitung saja. Itu pun masih sanksi untuk satu pasal, kalau tiga pasal kena semua ya tinggal dikalikan tiga,” tandas Ukay.

Selain itu, lanjut Ukat, ke depan KPPU akan memberikan saran kepada pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan-kebijakan terkait minyak goreng ini.

“Misalnya memberi kemudahan bagi pelaku usaha mikro kecil menengah untuk membuat usaha minyak goreng. Selain itu, untuk akuisisi perkebunan kepala sawit ada batas luas lahan, sehingga ke depan tidak ada monopoli atas satu usaha ini,” tuturnya.

Sementara itu Kepala KPPU Kanwil IV Jatim, Bali dan Nusra, Dendy Rahmad Sutrisno, menambahkan, dalam komoditas minyak goreng ini terdapat 2 masalah, yakni masalah struktur dan perilaku. “Masalah struktur itu lebih kepada kebijakan dari industri minyak goreng, sedangkan masalah perilaku seperti kegiatan penahanan pasokan,” ujarnya.

“Kita ingin industri minyak goreng ini menjadi sehat. Ketika CPO naik ya tidak apa-apa, tapi naiknya jangan terlalu tinggi, dan kalau turun juga tidak jauh merugikan, yang penting ada solusi jangka panjang,” ujarnya.

Dendy pun meminta agar kelompok usaha ini lebih kooperatif selama proses penyelidikan. Jika tidak kooperatif, KPPU terpaksa harus membuka nama kelompok usaha tersebut kepada publik. “Kita akan buka, kalau perusahaannya tidak kooperatif. Sejauh ini setelah pemanggilan, ada yang masih belum siap data, ada yang menunda seminggu lagi,” ujarnya. (Gan)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait