MAKASSAR, beritalima.com | Penjualan ritel Liquid Natural Gas (LNG) tidak boleh dimonopoli oleh pelaku usaha, baik itu swasta atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), M. Fanshurullah Asa, menegaskan itu saat kunjungan di PT Kawasan Industri Makassar (PT KIMA), Sabtu (3/8/2024).
Dalam kunjungan itu diungkapkan, ditemukan ada pelaku usaha yang ingin menggunakan LNG karena lebih efisien, namun terkendala penghentian pasokan dan tidak bisa pasokan alternatif dari pelaku usaha lain.
“Hal tersebut karena penjualan LNG di wilayah ini hanya bisa diperoleh dari satu pelaku usaha, yakni PT Pertamina (Persero),” ungkap Ifan, panggilan akrab Fanshurullah Asa.
Berdasarkan Indeks Persaingan Usaha (IPU), sektor energi (khususnya minyak dan gas) dalam 5 tahun terakhir berada di posisi rendah, karena iklim persaingan usaha yang sehat belum tercipta dengan baik.
“Tujuan kami ke sini, sesuai tugas dan fungsi KPPU, memastikan persaingan usaha yang sehat khususnya di sektor energi khususnya minyak dan gas,” tandas Ifan.
Kunjungan KPPU ke PT KIMA untuk memantau implementasi persaingan usaha yang sehat dalam LNG pada industri di Makassar. Perusahaan milik pemerintah ini memiliki peran strategis dalam perekonomian di Sulawesi Selatan dan Indonesia Timur.
Berdasarkan informasi yang diperoleh, sumber energi dan migas yang digunakan industri di kawasan PT KIMA mayoritas menggunakan liquefied petroleum gas (LPG) yang disokong Pertamina. Padahal 70% pasokan LPG di Indonesia masih didominasi impor.
Menurut Ifan, jumlah tersebut seharusnya dapat ditekan dengan mengalihkan penggunaan sumber energi migas dari LPG ke LNG yang produksinya cukup di dalam negeri.
Direktur Utama PT KIMA Alif Abadi menyampaikan, pada tahun 2020 terdapat satu perusahaan pengelolaan limbah B3 di kawasan industrinya yang pernah menggunakan LNG, namun berhenti pada tahun 2023 karena kurangnya pasokan dan biaya distribusi yang cukup mahal, karena pasokan LNG berasal dari Bontang, Kalimantan Timur.
Alif menyampaikan, pihaknya sedang melakukan koordinasi dengan pihak luar sebagai calon mitra untuk kerja sama dalam penyediaan LNG di Kawasan Industri Makassar.
Terkait penghentian pasokan LNG tersebut, KPPU akan mengkaji apakah perbuatan tersebut dapat dikatakan sebagai indikasi perilaku praktik monopoli dan persaingan usaha
tidak sehat.
Saat ini, izin niaga gas khususnya LNG dimonopoli oleh PT Pertamina (Persero) melalui sub-holding-nya yaitu PT Pertagas Niaga (PT GN).
Jika ada aturan terkait monopoli izin niaga tersebut, KPPU akan mengusulkan kepada Pemerintah untuk mengubah regulasi tersebut dengan cara membuka kesempatan yang sama kepada pelaku usaha lain baik BUMD atau swasta, sehingga permasalahan pasokan LNG yang kurang dan biaya distribusi yang mahal dapat diminimalisir dengan adanya persaingan usaha yang sehat.
“Kami akan mengkaji dari sisi aturan dan perilaku pelaku usaha yang memperoleh izin niaga LNG. Jika terhambatnya pasokan dan mahalnya harga LNG diakibatkan regulasi yang salah, akan diajukan perubahan ke Pemerintah,” kata Ifan.
“Tetapi jika adanya indikasi abuse atau praktik monopoli yang dilakukan oleh pelaku usaha yang memperoleh izin niaga LNG tersebut, KPPU akan melanjutkannya dengan upaya penegakan hukum,” tegasnya.
Selain di PT KIMA, KPPU juga mengunjungi PT Mars Symbioscience Indonesia (PT MARS) dan Wastec Internasional (PT WASTEC) guna mendapatkan masukan terkait
penggunaan energi minyak dan gas dalam mendukung hasil produksi.
PT MARS merupakan perusahaan pengolahan kakao yang menggunakan LPG cukup besar, sedangkan PT
WASTEC merupakan perusahaan pengolahan limbah B3 yang sebelumnya menggunakan LNG sebagai bahan bakar penunjang produksi dan beralih ke LPG dikarenakan ketidakpastian pasokan dan harga yang mahal. (Gan)
Teks Foto: Ketua KPPU Ifan saat kunjungan di PT KIMA, Sabtu (3/8/2024).