KPPU: Trading Halt Perlu Regulasi Ketat Untuk Cegah Monopoli

  • Whatsapp

JAKARTA, beritalima.com | Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menilai pembekuan sementara (trading halt) pada sistem perdagangan di pasar modal atau bursa saham dapat menjadi celah bagi pelaku pasar yang tidak bertanggung jawab untuk memanipulasi harga saham atau mengambil keuntungan dari informasi yang tidak simetris.

KPPU menilai, trading halt dalam jangka waktu yang lama atau terlalu sering berisiko persaingan usaha tidak sehat dan merugikan perusahaan kecil atau menengah karena kesulitan bertahan akibat ketidakpastian pasar.

Perusahaan besar dengan modal kuat dapat memanfaatkan situasi untuk mengakuisisi perusahaan lemah dan meningkatkan konsentrasi pasar atau potensi monopolinya.

Untuk itu, sebagaimana disampaikan anggota KPPU Eugenia Mardanugraha, KPPU berpendapat bahwa regulasi yang ketat atas trading halt wajib dijalankan agar tidak mengarah pada persaingan usaha tidak sehat atau praktik monopoli.

Sebagaimana diketahui, pada 18 Maret 2025 telah terjadi pembekuan sementara (trading halt) sistem perdagangan di PT Bursa Efek Indonesia (BEI) pada pukul 11:19:31 waktu Jakarta Automated Trading System (JATS) yang dipicu penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencapai 5%. Perdagangan dilanjutkan kembali pukul 11:49:31, kemudian IHSG berakhir melemah 3,84%.

Secara praktik, KPPU memandang penghentian sementara perdagangan saham merupakan mekanisme yang dirancang dan dibutuhkan untuk menjaga stabilitas pasar dan mencegah kepanikan yang berlebihan.

“Namun dalam situasi tertentu, trading halt dapat berpotensi meningkatkan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, meskipun hal ini tidak selalu terjadi,” ujar Eugenia, Jumat (21/3/2025).

“Hal itu disebabkan karena selama trading halt, informasi tentang alasan penghentian
perdagangan mungkin tidak merata. Perusahaan besar dengan akses informasi yang lebih baik (misalnya, melalui jaringan internal atau koneksi dengan otoritas) dapat memanfaatkan situasi ini untuk mengambil keputusan strategis sebelum pasar dibuka kembali,” paparnya.

“Hal itu dapat memberi mereka keunggulan kompetitif yang tidak adil dan memperkuat posisi dominan mereka di pasar karena dapat menimbun saham sebelum trading halt dan menjualnya dengan harga tinggi setelah pasar dibuka dan merugikan investor kecil,” ungkap dia.

“Pialang atau pelaku pasar tertentu juga dapat memanfaatkan volatilitas yang terjadi setelah trading halt dihentikan untuk menciptakan fluktuasi harga yang tidak wajar, seperti memicu panic selling atau panic buying untuk mengambil keuntungan dari pergerakan harga yang ekstrem,” tambahnya.

Untuk itu, KPPU berpendapat potensi tersebut perlu dicegah dengan pembuatan regulasi ketat atas trading halt.

Selain itu, trading halt juga perlu diumumkan secara transparan dan tepat waktu, termasuk mengenai alasan penghentian perdagangan serta dampaknya, sehingga semua pelaku pasar memiliki akses informasi yang setara untuk mengurangi risiko
penyalahgunaan.

Juga, koordinasi antar lembaga terkait seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan KPPU pun dibutuhkan dalam memantau dan menindak praktik-praktik yang melanggar hukum, seperti insider trading atau manipulasi pasar.

“Kolaborasi ini dibutuhkan untuk menciptakan ekosistem pasar yang adil, transparan, dan kompetitif,” tandas Eugenia.

Menurutnya, perlindungan atas pasar dan keadilan bagi seluruh pelaku usaha merupakan prioritas
utama, sehingga KPPU akan terus memantau praktik-praktik yang mungkin merugikan investor atau menciptakan ketidakadilan dalam persaingan.

Ditegaskan, KPPU berkomitmen untuk
memastikan bahwa semua pelaku usaha, baik besar maupun kecil, memiliki kesempatan yang sama untuk bersaing secara adil dan berkelanjutan di semua pasar, termasuk di bursa saham. (Gan)

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com beritalima.com beritalima.com

Pos terkait