JAKARTA, beritalima.com – Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat melalui Fatwa MUI nomor 33 tahun 2018 akhirnya membolehkan pemberian vaksinasi Measles-Rubella (MR) dilanjutkan. Dalam fatwa tersebut imunisasi MR dinyatakan mubah karena kedaruratan dan tidak adanya alternatif lain.
Deputi II Kepala Staf Kepresidenan Yanuar Nugroho mengapresiasi upaya rembuk bersama yang melibatkan banyak pihak terkait seperti MUI pusat, Kementerian Kesehatan, MUI Provinsi Riau, dan Dinas Kesehatan Provinsi Riau yang berakhir pada kesepakatan bersama mendukung dan menyukseskan imunisasi MR di Provinsi Riau.
“Indonesia masih membutuhkan Imunisasi MR. Hasil kajian tim kami menunjukkan, apabila imunisasi MR ditiadakan, maka per tahunnya Indonesia akan dihadapkan dengan 3.216.797 kasus campak. Bukan angka yang kecil. Untuk melindungi ketahanan kesehatan bangsa, Kampanye MR perlu dilaksanakan bersama-sama” ujarnya di Gedung Bina Graha, Kompleks Istana Negara, Jakarta.
AntaraRiau.com melaporkan, telah dilakukan pertemuan advokasi sosial dan mobilisasi masyarakat dalam rangka pelaksanaan imunisasi MR tingkat provinsi Riau pada hari Selasa 28 Agustus 2018 di Pekanbaru.
“Setelah kita mendengarkan penjelasan semua pihak tentang bahaya besar yang akan timbul jika anak-anak tidak divaksin, juga biaya lebih murah bila imunisasi dan lain-lain. Jadi karena di situ ada unsur darurat secara syariat. Maka penggunaan vaksin MR hukumnya mubah,” kata Anggota Komisi Fatwa MUI Pusat Aminudin Yakub. Aminudin menjelaskan dengan diterbitkannya Fatwa MUI No 33 tahun 2018, maka semua kabupaten/kota sekarang sudah bisa melanjutkan pemberian vaksin MR bagi wilayahnya.
“Prinsipnya MUI mendukung program imunisasi karena program ini untuk melindungi masyarakat dari penyakit, dan umat,” kata Aminudin lagi. Sehingga masalah vaksin MR yang sempat jadi polemik di masyarakat sudah selesai dengan terbitnya fatwa MUI no 33 tahun 2018. Penggunaan vaksin produk Serum Institute of India (SII) untuk program imunisasi MR ini hukumnya mubah atau diperbolehkan.
“Saya kira itu inti yang harus disampaikan ke pada masyarakat, perdebatan sebelumnya sudah selesai dengan keluarnya fatwa MUI No 33 tahun 2018,” tegas Aminudin.
Sementara itu Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Riau Mimi Yuliani Nazir pada kesempatan yang sama menyatakan akan mengirim surat Gubernur ke seluruh kabupaten/kota di Riau berisikan permintaan melanjutkan pemberian imunisasi MR.
“Nanti akan ada surat edaran Gubernur Riau yang dikirim ke daerah, dan akan ada komitmen Diskes kabupaten/kota dengan MUI setempat sebagai acuan melanjutkan vaksin MR, sesuai fatwa No 33 tahun 2018,” kata Mimi. Hasil dari pertemuan advokasi sosial yang dihadiri oleh Kementerian Kesehatan dan Komisi Fatwa MUI adalah kesepakatan bersama antara Ketua MUI Provinsi Riau dan Dinas Kesehatan Provinsi Riau untuk melanjutkan imunisasi MR di Provinsi Riau sampai dengan selesai dengan target 95%.
Gubernur Riau sudah mencanangkan pelaksanaan vaksin MR di Pekanbaru Rabu (1/8) lalu di SDN 02 Pekanbaru, tepatnya di Lapangan Bukit Senapelan. Pada awalnya Diskes Riau menargetkan realisasi imunisasi MR setempat sebesar 95 persen dari 1.955.658 anak usia 9 bulan hingga 15 tahun. Namun, seiring pencanangan tersebut beredar postingan di media sosial dimana MUI menyatakan vaksin MR tidak halal yang mengakibatkan polemik dan sebagian masyarakat menolak untuk diimunisasi. Dinas Kesehatan Provinsi Riau mencatat sampai saat ini baru sebanyak 14 persen dari total 1.955.658 (290,000) anak setempat sudah mendapat vaksinasi MR.
Dikutip dari laman Sehatnegeriku.kemkes.go.id, Kementerian Kesehatan bersama Biofarma, satu-satunya produsen vaksin milik Indonesia yang merupakan produsen vaksin terbesar keempat di dunia dan centre of excellent bagi negara-negara Islam, berkomitmen untuk selalu senantiasa memperhatikan aspek keagamaan dalam kesehatan, salah satunya kehalalan dalam riset vaksin. Upaya (ikhtiar) terus dilakukan berupa riset vaksin baru yang bukan hanya bebas porcine (babi), tetapi ke depannya akan mengutamakan penelitian material non-hewani. Namun, seperti kita ketahui untuk menciptakan vaksin atau komponen baru, tentu membutuhkan waktu yang tidak sebentar, hingga belasan bahkan puluhan tahun.
“Pemerintah tentu sangat mendorong untuk pembuatan vaksin yang halal dengan menggunakan keahlian yang dimiliki di Indonesia. Satu-satunya produsen vaksin yang ada di Indonesia adalah Biofarma dan sudah didampingi oleh LPPOM MUI di dalam proses sertifikasi semua produk vaksin yang dibuat oleh Biofarma,” ujar Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes RI, Anung Sugihantono (24/8).