Surabaya, beritalima.com
Seperti yang diberitakan kemarin (10/10/2019) Direktur Jendral (Dirjen) Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) telah menanda tangani ijin tangkar untuk CV Bintang Terang.
“Surat itu pagi tadi diberi nomer dan siang tadi sudah bisa diambil”, kata Pendeta David Rahmat Setiawan saat transit di bandara Juanda, dari Jember terbang ke Jakarta.
“Saya ajak Bu Kristin ke Jakarta untuk menghadap Dirjen sore ini, keperluannya mengambil ijin tangkar CV Bintang Terang, sekalian memohon agar burung bisa segera dikembalikan untuk dirawat dengan baik”, tutur pendeta asal
kota Malang ini.
Sementara itu Aliansi Pecinta Satwa Liar Indonesia (APECSI) telah berikan rekomendasi kepada kuasa hukum Kristin alias Law Djin Ai (60 tahun) pemilik CV Bintang Terang yang baru bebas dari tahanan dua minggu lalu.
Kristin mendapatkan Pembebasan Bersyarat (PB) setelah menjalani masa tahanan selama hampir 9 bulan, setelah divonis setahun penjara, denda Rp 50 Juta dan semua burung hasil tangkarannya selama 15 tahun, berjumlah 500 ekor lebih disita negara.
Begini isi rekomendasi APECSI secara utuh :
Kepada tim kuasa hukum Kristin alias Law Djin Ai, CV Bintang Terang :
Ada Apa Dibalik Kasus CV Bintang Terang ?
I). Ijin tangkar CV Bintang Terang mati selama 3 tahun, apapun alasannya, mutlak kesalahan ada di BBKSDA Jatim yang lalai dan melakukan pembiaran.
Alasan ada atau banyak burung yang tidak memiliki tanda (ring/tagging) tidak akan terjadi bila BBKSDA Jatim melakukan pembinaan dengan benar, karena setiap triwulan dan tahunan wajib di BAP, dan tidak bisa dilimpahkan kesalahan ini kepada penangkar.
Untuk itu, langkah awal yang harus dipanggil dan diperiksa oleh penyidik Mabes Polri adalah :
1. Kepala Seksi (Kasi) KSDA Wilayah 5 Banyuwangi.
2. Kepala Bidang (Kabid) KSDA Wilayah 3 Jember.
3. Kepala Bidang (Kabid) Tehnik BBKSDA JATIM.
4. Kepala BBKSDA Jatim.
II). Waktu terjadi penggrebekan 25 Mei 2018 tidak ditemukan pelaku maupun bukti perdagangam satwa ilegal, kecuali ijin tangkar yang kadaluwasa, namun ijin edar masih betlaku hingga 27 September 2018.
Penangkar boleh tidak memperpanjang ijin dengan alasan ingin pensiun, cuci gudang karena ijin edar masih berlaku.
Masalah administrasi tapi justru diarahkan ke pidana, untuk itu kepala BBKSDA Jatim harus dipanggil dan diperiksa.
III). Tgl 14 September 2018 dalam jumpa pers bersama Kapolda Jatim, kepala BBKSDA Jatim menyatakan bahwa semua ijin CV Bintang Terang sudah kadaluwarsa, pada hal ijin edar saat itu masih berlaku hingga 27 September 2018.
Hari yang sama ada 35 ekor burung dipindah ke Jatim Park dengan SATS-DN yang ditanda tangani oleh pejabat P2 BBKSDA Jatim, 10 ekor ke BBKSDA Jatim dan beberapa ekor dibawa aparat/petugas (masih perlu didalami).
Untuk itu, P2 dan kepala BBKSDA Jatim harus dipanggil dan diperiksa.
IV). Sejak Januari 2019 CV Bintang Terang berusaha kembali mengurus ijin penangkaran hingga hari ini (Oktober 2019) belum bisa dipenuhi dan terkesan dihambat sejak awal, karena dalam persidangan sengaja diarahkan bahwa ijin mati adalah pidana.
Untuk itu, yang harus dipanggil dan diperiksa adalah :
1. Kasi KSDA Wilayah 5 Banyuwangi.
2. Kabid KSDA Wilayah 3 Jember.
3. Kabid Tehnik BBKSDA JATIM.
4. Kepala BBKSDA Jatim.
V). Adanya kesaksian sesat dari saksi ahli yang diutus oleh KKH dan intervensi jalannya sidang melalui surat yang ditanda tangani oleh Direktur KKH.
Untuk itu, harus dipanggil dan diperiksa :
1. Kepala BBKSDA Jatim.
2. Direktur KKH
3. Saksi yang diutus memberikan kesaksian dipersidangan.
VI). Adanya upaya sejak awal agar semua burung dirampas untuk dilepas liarkan, pada hal hingga putusan pengadilan tidak ada bukti bahwa burung di CV Bintang Terang adalah ilegal, justru terbukti burung awal sebagai indukan dibeli resmi dari penangkaran resmi menggunakan SATS-DN dengan status F2.
Untuk itu, pihak terkait termasuk LSM yang dilibatkan dalam proyek pelepas liaran harus dipanggil dan diperiksa.
Dalam kasus ini, tiga opsi yang disampaikan oleh BBKSDA Jatim harus didalami motifnya, opsi yang digunakan.
1. Di evaluasi untuk dilepas liarkan, akan sulit terealisasi karena burung berasal dari penangkaran.
2. Dibagikan ke Lembaga Konservasi.
3. Dimusnahkan (Euthanasia).
Opsi ketiga juga tidak mungkin dilaksanakan karena akan menimbulkan protes dan polemik.
Hanya opsi kedua yang paling memungkinkan dan opsi pertama sebagai kedok dan proyek.
Dengan memanggil pihak diatas, harapannya dapat membongkar modus perdagangam satwa yang didalangi oleh aparat negara dengan dibalut peraturan dan undang-undang merampas hak dan milik masyarakat yang seharusnya diayomi dan dibina justru dibinasakan dan dipenjarakan.
Secara terpisah mantan Waka Polri Komjend (purn) Pol Drs Oegroseno SH dan DR Tjandra Sridjaja SH. MH yang juga Ketua Umum Indonesia Lawyer Club (ILC) yang memberikan bantuan hukum gratis (pro bono) ini mengatakan sedang kumpulkan semua data dan masukan.(rr)