SURABAYA – beritalima.com, Pengadilan Negeri (PN) Surabaya menolak gugatan Bimo Seno Hadi dan Widyastuti atas pembatalan Akta Perjanjian Hutang No 19 tanggal 16 Juni 2017 dengan Koperasi Utama Bahagia Sejahtera (KUBS), pada Selasa 12 Januari 2021.
Mengutip laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Surabaya perkara ini tercatat dengan nomor perkara 459/Pdt.G/2020/PN.Sby. Bimo Seno Hadi dan Widyastuti menggugat KUBS dan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Surabaya, Notaris dan PPAT Renny Widjajanti Subiantoro dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Surabaya Dua sebagai Turut Tergugat 1,2 dan 3.
Terkait putusan ini, advokat Apriady Eliwotopo Sitinjak mewakili Bimo Seno Hadi dan Widyastuti menyatakan sudah mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya. Upaya banding tersebut dilakukan Apry setelah menemukan fakta hukum bahwa KUBS ilegal, karena belum mengajukan Ijin Usaha Simpan Pinjam (IUSP) ke Pemkot Surabaya sehingga belum terdaftar dalam administrasi izin usaha simpan pinjam pada Dinas Koperasi dan Usaha Mikro kota Surabaya.
“Awalnya kita tidak tahu kalau Koperasi itu tidak memiliki ijin usaha simpan pinjam, kendati dia sudah berbadan hukum. Terkait itu, kami menyurati Dinas Koperasi kota Surabaya ternyata dijawab memang benar kalau KUBS itu tidak memiliki ijin, dia ilegal, tidak terdaftar. Ini kan merugikan Klien kami,” ungkap Apry di PN Surabaya. Jum’at (19/2/2021).
Dikatakan Apry dalam perlawanan bandingnya, dia juga mempersoalkan kinerja KUBS yang lebih memilih menerapkan sistim perbankan ketimbang mengikuti standart perkoperasian yang berlaku di Indonesia. Antara lain, pembebanan bunga yang tinggi yakni 0,3 persen perbulan, serta menerapkan potongan-potongan yang lazim di Perbankan kepada pihak penerima pinjaman dari koperasinya.
“Sebagai badan usaha koperasi seharusnya KUBS mengikuti standar perkoperasian yang ada, bukan malah menjalankan sistim perbankan. Bunganya tinggi, 0,3 persen perbulan. Padahal menurut peraturan Perkoperasian bunga di tahun 2017 hanyalah sebesar 7 persen pertahun. Pak Bimo ini pinjamnya 600 juta tapi yang dia terima hanya 400 juta. Pak Bimo ini dibebani biaya-biaya yang tidak lazim berlaku di Koperasi, namun lazim di Perbankan,” katanya.
Bukan itu saja, sebagai kuasa hukum Bimo Seno Hadi dan Widyastuti, Apry Sitinjak juga secara tegas mempertanyakan kenapa pembayaran pinjamanyang diterima Kliennya dari KUBS diharuskan masuk kerekening pribadi milik Yuliana, yang menjabat sebagai manajer KUBS
“Yang kami pertanyakan, Klien kami menerima pinjaman dana KUBS, Tapi kenapa pembayarannya malah masuk kerekeningnya Yuliana, kenapa,? Disinilah yang sulit dicerna. Makanya dalam gugatan kami di PN Surabaya kemarin kami menuntut pembatalan perjanjian.” pungkasnya. (Han)