Oleh: H. Asmu’i Syarkowi
(Hakim Tinggi PTA Jayapura)
Salah satu kegiatan di bulan ramadhan adalah “kultum”. Ibadah dalam bentuk orasi yang biasa dilakukan di masjid atau musala ini merupakan bagian dari upaya memaksimalkan kegiatan ibadah di bulan suci ramadhan, di samping buka bersama, tarawih, membaca al Quran, dan kegiatan ibadah lainnya. Waktunya biasa digunakan setelah salat isyak sebelum salat tarawah dimulai. Namun di daerah tertentu ada yang menempatkan kultum setelah salat tarawih dan sebelum salat witir. Bahkan, ada yang melaksanakan kultum setelah salat witir. Dari ketiga model tersebut menempatkan kultum setelah salat isyak dan sebelum tarawih tampaknya model yang paling populer .
Kata “kultum” sebenarnya merupakan akronim dari “kuliah tujuh menit”. Entah sejak kapan kultum menjadi kebiasaan kebanyakan masjid dan musala dan siapa pencetusnya memang sulit dicari sumbernya. Hanya saja kegiatan ini biasanya hanya marak di masjid atau musala di perkotaan. Di pedesaan dan pesantren tradisional nyaris tidak dikenal aktivitas kultum selama ramadhan. Saya sendiri megenal istilah kultum, baru ketika menempuh studi di kota. Di pedesaan kegiatan yang paling utama pada malam hari yang menonjol adalah salat tarawih berjamaah dan tadarus al qur’an hingga larut malam setelah tarawih. Sedangkan, di pesantren tradisional, kegiatan utama selama ramadhan adalah membaca kitab kuning tertentu hingga khatam.
Kultum dan Ceramah
Kultum sendiri merupakan singkatan dari kata kuliah tujuh menit. Istilah tujuh menit sebenarnya hanya sekedar memberikan gambaran bahwa waktu yang tersedia hanya pendek. Sebab sering terjadi, walaupun dinamakan kuliah tujuh menit, dalam praktik sering lebih. Orang atau pendakwah yang piawai bicara sering tidak bisa membatasi diri dengan waktu yang singkat itu. Apalagi jika audiens terlihat sangat antusias. Topik yang dibicarakan, pada umumnya, adalah mengenai agama, terutama agama Islam. Dengan kata lain, kultum merupakan salah satu cara menyampaikan pesan agama di depan orang banyak tentang agama Islam dengan durasi waktu pendek.
Dalam konteks ini ada yang membedakan kultum dengan ceramah. Ceramah diasosiasikan sebagai kegiatan berbicara di depan orang banyak dengan isi mengenai agama, seperti nasihat dan petunjuk-petunjuk tentang Ilmu Agama. Menurut KBBI, pengertian ceramah ini adalah kegiatan pidato yang dilakukan seseorang di hadapan pendengar yang banyak, mengenai suatu hal, pengetahuan, dan sebagainya. Dan yang memberikan ceramah ini disebut dengan penceramah.
Dengan pengertian demikian, antara kultum dan ceramah sebenarnya hampir sama, yaitu sama-sama aktivitas berpidato di hadapan audiens tertentu. Kalau pun ingin dibedakan sebenarnya hanya masalah durasi. Kultum memiliki waktu durasi yang dibatasi, yaitu kurang lebih tujuh menit. Sementara, pada ceramah sering tidak memiliki batasan waktu yang jelas. Umumnya, kegiatan ceramah ini bisa berlangsung hingga 15 menit, 30 menit, bahkan hingga 60 menit, tergantung acaranya. Bahkan, dalam situasi dan kondisi tertentu, tidak jarang ada pendakwah yang mampu berceramah lebih dari 2 jam.
Kultum dan Literasi
Oleh karena aktivitas kultum pada hakikatnya menyampaikan pesan-pesan agama, maka siapa pun yang memerankannya, wajib hukumnya mempersiapkan diri dengan membaca referensi sekaligus menguasainya. Kalau perlu penyampai kultum menyebutkan dengan pasti bacaan yang dijadikan bahan kultum. Urgensinya di samping agar pesan-pesan yang disampaikan benar-benar berkualifikasi sebagai pengetahuan yang kredibel, audiens juga bisa mendalami sendiri dengan membacara sumber aslinya. Sebab, durasi waktu yang pendek tentu tidak memungkinkan penyampai kultum bisa menjeleskan topik pembicaraan secara detail.
Namun sangat disayangkan, banyak penyampai kultum berbicara mengenai agama dengan referensi yang tidak jelas. Atau, bahkan sering mengklaim bahwa uraian kultumnya dari referensi tertentu tetapi setelah kita cek ternyata tidak sesuai kenyataan. Yang demikian tentu dapat dianggap sebagai kebohongan. Bagi pendengar yang tahu agama tentu bukan persoalan sebab bisa memaklumi sebagai kehilafan. Akan tetapi, orang yang awam agama sering menelannya mentah-mentah. Apalagi, jika yang menyampaikan orang yang disegani atau mempunyai otoritas tertentu.
Maraknya kegiatan kultum selama ramadhan dengan honor tertentu di satu sisi memang menambah semaraknya bulan suci ini, tetapi di sisi lain, juga banyak muncul wajah-wajah pendakwah baru yang sering tidak jelas pengetahuan dasarnya (basic knowledge). Persoalan lain yang juga sering muncul, para penyampai kultum juga sering tidak mengenal baik situasi dan kondisi jamaah yang ada. Akibatnya, sering terjadi di suatu masjid pascaramadhan justru terjadi disharmoni antar sesama jamaah yang ada, akibat menerima aneka ‘ajaran agama’ dari para penyampai kultum selama ramadhan.
Beberapa ilustrasi tersebut, tentu perlu menyadarkan para penyelenggara kultum dan para penyampainya. Bagi penyelenggara kultum perlu mengundang penyampai kultum yang memang sesuai dengan situasi dan kondisi jamaah yang ada. Tujuannya, agar materi yang disampaikan tidak menimbulkan disharmoni, baik antara penyampai dengan masyarakat maupun antar masyarakat. Bagi para penyampai kultum, sebelum kultum perlu mempersiapkan kultum dengan sebaik-baiknya. Jangan asal memenuhi jadwal yang ada dengan persiapan sekenanya. Betapa pun singkat durasi waktunya, oleh karena yang disampaikan merupakan ajaran-ajaran agama, para penyampai kultum wajib hukumnya semakin intens berliterasi. Khususnya, selama ramadhan, saat job kultum sangat padat. Dan, literasi ini sebenarnya sudah membudaya dengan baik berupa tradisi membaca Al Qur’an. Akan tetapi sayang aktivitas tersebut baru sebatas membaca al Qur’an dengan target kuantitatif, seperti berapa kali khatam, bukan kualitatif, seperti membaca tafsir dan ilmu-ilmu pendukungnya. Wallahu a’lam.
BIO DATA PENULIS
Nama : Drs.H. ASMU’I SYARKOWI, M.H.
Tempat & Tgl Lahir : Banyuwangi, 15 Oktober 1962
NIP : 19621015 199103 1 001
Pangkat, gol./ruang : Pembina Utama, IV/e
Pendidikan : S-1 Fak. Syari’ah IAIN Sunan Kalijaga 1988
S-2 Ilmu Hukum Fak Hukum UMI Makassar 2001
Hobby : Pemerhati masalah-masalah hukum, pendidikan, dan seni;
Pengalaman Tugas : – Hakim Pengadilan Agama Atambua 1997-2001
-Wakil Ketua Pengadilan Agama Waingapu 2001-2004
– Ketua Pengadilan Agama Waingapu 2004-2007
– Hakim Pengadilan Agama Jember Klas I A 2008-2011
– Hakim Pengadilan Agama Banyuwangi Klas IA 2011-2016
– Hakim Pengadilan Agama Lumajang Klas IA 2016-2021
– Hakim Pengadilan Agama Semarang Kelas I-A 2021-2022.
Sekarang : Hakim Tinggi PTA Jayapura, 9 Desember 2022- sekarang
Alamat : Pandan, Kembiritan, Genteng, Banyuwangi
Alamat e-Mail : asmui.15@gmail.com