Kurangi Dampak Penyakit Tidak Menular, Guru Besar Unair Tekankan Upaya Preventif

  • Whatsapp

SURABAYA, Beritalima.com|
Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan salah satu penyakit dengan risiko kematian tertinggi di dunia, terutama di negara berkembang. Bukan hanya itu, PTM juga bersifat katastropik sehingga selain memiliki risiko tinggi pada kematian juga memerlukan biaya penanganan tinggi yang tidak murah.

Menanggapi kompleksitas risikonya, Guru Besar Universitas Airlangga (Unair) Prof Dr DraEc Thinni Nurul Rochmah MKes mengusulkan penanganannya dari akar. Usul itu ia sampaikan saat pengukuhannya sebagai guru besar dengan tajuk Minimalisasi Beban Ekonomi Akibat Sakit pada Penyakit Tidak Menular (Tinjauan Ekonomi Kesehatan).

“PTM merupakan penyakit yang bersifat katastropik karena seringkali memerlukan waktu perawatan yang sangat lama sehingga memerlukan biaya yang sangat besar dan sering kali membuat penderitanya jatuh miskin,” jelasnya.

Penyakit PTM yang paling banyak menjangkit dengan angka penyintas yang terus berkembang adalah penyakit jantung dan stroke. Menurutnya, penanganan yang tepat bukanlah pengobatan, melainkan mencabut penyebab dari akarnya.

Berpengaruh pada Ekonomi Masyarakat dan Negara
Pemerintah Indonesia telah mengalokasikan dana besar untuk menangani PTM melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Jika terakumulasi, kedua penyakit itu telah menghabiskan lebih dari setengah dari total dana yang teralokasi.

“Pada tahun 2020, BPJS Kesehatan telah mengeluarkan biaya sekitar 20 triliun rupiah untuk menangani penyakit katastropik. Klaim penyakit jantung dan stroke sebesar 62,2 persen dari dari total klaim biaya penanganan,” ujarnya.

Biaya yang terhitung itu merupakan biaya langsung pelayanan medis. Padahal, banyak biaya tak langsung lain seperti hilangnya produktivitas penderitanya. Akumulasi biaya-biaya itu menyebabkan kerugian yang bukan hanya bagi pemerintah, tetapi juga pada masyarakat pada umumnya.

“Jika semua biaya terkalkulasi, bisa terlihat bahwa betapa besarnya kerugian ekonomi akibat penyakit jantung dan stroke yang haru masyarakat dan negara tanggung,” lanjutnya.

Belum Efektifnya Program Pemerintah

Sebagai upaya menekan angka penderita penyakit PTM, Pemerintah Indonesia telah melakukan sejumlah terobosan, salah satunya Germas (Gerakan Masyarakat Hidup Sehat). Sayangnya, upaya ini belum berjalan optimal sesuai dengan harapan awalnya.

Maka dari itu, bersamaan dengan orasinya itu ia mengharuskan adanya upaya pencegahan dan promosi lebih optimal lagi. Ia berkaca pada negara maju yang mengambil langkah pencegahan dan bukan hanya membesarkan fokus pada upaya pengobatan.

“Bahkan di Inggris berhasil mencapai penghematan biaya dan pengurangan risiko penyakit jantung koroner hanya dengan melakukan reformulasi kandungan garam dalam masyarakat yang beredar di masyarakat,” sambungnya.

“Oleh karena itu, intervensi program preventif dan promotif perlu dorongan lebih agar kualitas hidup masyarakat dapat meningkat. Pada akhirnya, dapat menurunkan kebutuhan pembiayaan kesehatan pada program kuratif dan rehabilitatif,” pungkasnya. (Yul)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait