JAKARTA, Beritalima.com– Politisi senior Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di Komisi VII DPR RI, Dr H Mulyanto meminta Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) fokus mereduksi defisit transaksi berjalan dari sektor migas melalui pengurangan impor Bahan Bakar Minyak (BBM).
Untuk itu, Mulyanto mendorong Pemerintahan Jokowi serius membangun kilang minyak untuk mengurangi ketergantungan pasokan migas dari negara lain. Dengan demikian kebutuhan BBM nasional dapat dipenuhi dari hasil kilang dalam negeri.
Sejauh ini, wakil rakyat Dapil III Provinsi Banten itu menilai, Pemerintahan Jokowi tampak tidak serius merealisasikan rencana pembangunan kilang minyak. Pemerintah lebih suka impor untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, sehingga mengakibatkan jumlah impor migas masih relatif tinggi.
“Defisit transaksi berjalan Pemerintahan Jokowi dari sektor migas masih membengkak. Untuk itu Pemerintah perlu lebih serius mencari jalan untuk mengatasinya,” ujar Mulyanto dalam RDP Komisi VII DPR RI dengan Dirjen Migas Kementerian ESDM dan Direktur Utama Pertamina, pekan ini.
Mulyanto menyayangkan sikap Pemerintah yang tidak komit pada rencana pembangunan kilang di beberapa tempat. Pembangunan kilang minyak di Bontang batal. Pembangunan kilang Tuban molor yang rencananya jadi tahun 2026 mundur ke tahun 2027.
“Tanpa ada kilang dengan kapasitas yang mencukupi, kita akan terus menerus mengimpor BBM dari luar. Defisit transaksi berjalan kita akan terus membengkak,” kata Wakil Ketua Fraksi PKS bidang Industri dan Pembangunan tersebut.
Sebab itu, Mulyanto mendesak Pemerintah selaku pihak yang menugaskan Pertamina membangun kilang agar meningkatkan pengawasan. Selain itu, perlu lebih aktif memberikan bantuan baik dari segi perizinan, fasilitasi dan lainnya. Sebab tanpa dukungan penuh, target pembangunan kilang minyak akan terus meleset.
“Kalau rencana pembangunan kilang ini terus-menerus mundur, bisa jadi apa yang ditengarai para pengamat ada benarnya, bahwa Pemerintah lebih berpihak pada kepentingan mafia migas daripada kepentingan nasional,” demikian Dr H Mulyanto. (akhir)