KY Awasi Sidang Penganiayaan Jurnalis Tempo, Tidak Ada Nota Dinas Resmi Pada Terdakwa

  • Whatsapp

SURABAYA – beritalima.com, Sutiono penjaga pintu depan dan menghandle tamu VIP hadir sebagai saksi a de charge pada sidang penganiayaan yang menimpa jurnalis Tempo Nurhadi kembali berlanjut di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Rabu (3/11/2021).

Sutiono merupakan anggota Polda Jatim. Dia dihadirkan oleh Tim Penasehat Hukum terdakwa Bripka Purwanto dan Brigpol Muhammad Firman Subarki, dua anggota polisi aktif Polda Jatim yang menjadi terdakwa di kasus penganiayaan ini.

Dalam keterangannya di persidangan Sutiono menyatakan bahwa dirinya mendapat perintah dari Yani (besan dari Angin) untuk menjaga proses pesta pernikahan anak Yani.

“Saya ditelepon oleh pak Yani karena kan beliaunya berdinas di luar pulau,” ujar Sutiono.

Sutiono kemudian meminta tolong anggota lainnya termasuk kedua terdakwa untuk membantu melakukan pengamanan.

“Termasuk untuk pedang pora, jumlah polisi yang terlibat di pesta sekitar 16 orang,” kata Sutiono.

Sutiono mengakui bahwa perintah dari Yani tersebut dilakukan secara lisan tanpa melalui nota dinas resmi. Begitu juga lanjut Sutiono, ketika dia meminta tolong kepada kedua terdakwa juga tanpa melaui nota dinas resmi.

Sutiono menjaskan, dirinya tidak mengetahui peristiwa penganiayaan yang dialami Nurhadi. Saat itu diakui Sutiono kedua terdakwa berada dipintu penjaga depan bersama dirinya.

“Memdadak saat itu ramai ada yang mengatakan penyusup, dan kedua terdakwa sudah tidak ada di dekat saya. Saya tidak mengetahui mereka kemana,” ujarnya.

Sementara dalam persidangan ini juga mendapat pengawasan dari Komisi Yudisial (KY), Zamroni selaku asisten penerimaan laporan masyarakat KY menyatakan pihaknya melakukan pengawasan terhadap kasus ini lantaran perkara ini mendapat perhatian dari publik dan juga melibatkan aparat penegak hukum sehingga ada resistensi terhadap perkara ini juga tinggi.

“Kami sebenarnya mulai kemarin mau mantau, tapi karena terkendala administrasi maka baru bisa melakukan hari ini. Tujuan kami ya cuma memastikan saja bahwa persidangan sudah berjalan sesuai dengan aturan yang berlaku,” ujar Zamroni usai sidang.

Sebelumnya Nurhadi, sewaktu menjadi saksi korban dalam penganiayaan ini menyatakan dalam persidangan bagaimana muasal peristiwa penganiayaan yang dialaminya.

Saat itu kata Nurhadi, dirinya hanya punya niat untuk mewawancarai Angin Prayitno Aji saat datang bersama temannya, M. Fachmi ke resepsi pernikahan anak Angin di Gedung Samudera Bumimoro (GSB) pada Sabtu (27/3/2021) petang. Wawancara itu sambung Nurhadi bagian dari proses peliputan untuk pemberitaan Angin yang berstatus tersangka dugaan korupsi di KPK.

Namun naas, Nurhadi yang menjalankan tugas sebagai jurnalis atas perintah redaktur Majalah Tempo di Jakarta malah diperlakukan tak manusiawi oleh oknum aparat kepolisian yang kini duduk sebagai Terdakwa.

Nurhadi tidak sendiri datang ke gedung GSB, dia mengajak rekannya Fachmi untuk mendokumentasikan video saat dia mewawancarai Angin. Keduanya yang sempat ditolak masuk ke dalam gedung akhirnya bisa masuk melalui pintu selatan.

“Saya masuk untuk memastikan posisinya (Angin) apa benar di dalam. Dia ada di atas pelaminan. Saya foto untuk laporan ke redaktur kalau saya sudah di lokasi,” ucapnya.

Namun, dua orang panita resepsi mengetahuinya sedang memfoto Angin. Kedua orang itu membuntutinya dan menginterogasinya. Nurhadi mengaku sebagai jurnalis Tempo. Dia dibawa paksa keluar sambil dipiting.

“Ada intimidasi dan perampasan HP,” katanya.

“Kami berusaha mewawancarai (Angin) sebagai bentuk cover both side (keberimbangan berita). Rencananya, saya akan doorstop. Dia saya wawancara ketika keluar gedung. List pertanyaan sudah disiapkan,” kata Nurhadi saat memberikan keterangan sebagai saksi dalam sidang di Pengadilan Negeri Surabaya, Rabu (29/9/2021).

Nurhadi mengaku sempat hendak dibawa ke Polres Pelabuhan Tanjung Perak namun batal, dia kemudian dibawa ke belakang gedung. Disitulah dia dianiaya oleh sekitar 15 orang memakai jas hitam dan celana hitam.

Tak berhenti disitu, Nurhadi juga disekap di sebuah ruangan. Selama dua jam ada di ruangan tersebut, Nurhadi tak henti dianiaya oleh orang yang tak dia kenal yang belakangan diketahui dua diantaranya adalah terdakwa Purwanto dan Firman. Di situ, terdakwa Firman memaksanya membuka kata sandi handphone. Nurhadi sempat menolak.

“Saya dipukul pipi, pelipis, kepala belakang sama Firman dan Purwanto juga. Dipukul berkali-kali. Purwanto juga menampar saya,” katanya.

Nurhadi yang sudah kesakitan terpaksa membuka kata sandi handphone. Di ruangan itu juga ada Heru, teman kedua terdakwa yang juga ikut menganiaya. Semua data di handphone Nurhadi dirusak. Kartu selulernya dipatahkan. Mereka juga berusaha meretas email-nya.

“Firman sama Purwanto taruh kresek di kepala saya dan taruh gulungan kabel di leher saya. Heru sempat bawa pipa besi diletakkan di kepala saya,” ujarnya.

Sementara itu, pengacara kedua terdakwa, Joko Cahyono tidak menampik bahwa kedua kliennya menganiaya di ruang ganti selama dua jam. Hanya saja, kesaksian korban masih harus dicocokkan dengan keterangan saksi-saksi lain. Joko memilih menunggu fakta persidangan selanjutnya.

“Tapi, jelas keadaan mereda setelah dua orang ini (terdakwa) mengambil tindakan-tindakan persuasif kepolisian. Perkara memukul atau tidak nanti sama-sama kita lihat fakta persidangan,” kata Joko. (Han)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait