SURABAYA, Beritalima.com| Banyak cara melestarikan kearifan lokal. Salah satunya melalui seni musik, seperti yang dilakukan oleh Komunitas Sholawat Kyai Brangti yang berasal dari Jombang. Komunitas pimpinan Muhammad Adib tersebut, aktif membawakan sholawat dan lagu-lagu religi ciptaan Kyai Kanjeng. Seperti diketahui, komunitas musik kyai kanjeng identik dengan cak Nun, Emha Ainun Najib.
Sebagai komunitas yang bertahan melestarikan kearifan lokal dengan tetap memadukan unsur musik modern, Komunitas Sholawat Kontemporer Kyai Brangti mendapat apresiasi dari banyak pihak. Tak terkecuali aktivis asal Surabaya, ning Lia Istifhama.
Sempat mengikuti acara aqiqah di Diwek, Watugaluh, Jombang, yang dihadiri oleh Komunitas Sholawat Kyai Brangti pada 5/1/2022 dan juga Dai KH Nur Hadi alias mbah bolong, ning Lia mengaku terkesima dengan alunan sholawat, syi’ir dan musik kontemporer yang dibawakan komunitas tersebut.
“Local wisdom alias kearifan lokalnya ‘dapet banget’, dan musik yang dibawakan mereka sekaligus memberikan dua hal, yaitu menghibur dan menyentuh hati. Jadi, mereka saat membawakan ma’iyah atau sholawat dan doa yang sekaligus bentuk tafakkur diri, sangat kompak dan berkelas”, jelasnya secara lugas.
Ning Lia bahkan tak canggung menyebut musik mereka seperti ‘mutiara’ dalam balutan potensi lokal.
“Mereka sahabat-sahabat yang menunjukkan bahwa ada potensi lokal luar biasa di negeri ini. Sebagai contoh, mereka menjadi perwujudan bahwa mereka yang asli Jombang, sebenarnya sangat layak memasuki pasar permusikan di tingkat nasional bahkan global.”
“Satu hal yang saya kira sangat jarang dimiliki pemusik lainnya, bahwa mereka ini sangat kuat penghayatan. Ini bukan sekedar berbicara musik bertujuan menghibur, tapi benar-benar musik menjadi sarana edukasi penguatan spiritualisme”, pungkasnya melalui seluler (9/1).
Sedangkan gus Adib selaku pimpinan komunitas musik Kyai Brangti, menjelaskan tujuan Maiyah yang rutin dilakukan oleh komunitasnya.
“Ma’iyah secara Jombangan yang kami lakukan di berbagai tempat selama ini, bertujuan mengajak masyarakat berdoa bersama untuk kebaikan negeri ini, menjaga dari bencana, dan sebagainya. Jadi tujuannya adalah ben gak enek (agar tidak ada) bencana dan Indonesia selamet.”
Gus Adib yang merupakan lulusan Genggong Probolinggo, dengan tegas tidak menganggap komunitasnya sebagai ‘pemusik tanggapan’.
“Kami bukan pemusik tanggapan yang menarget nominal tertentu saat kami hadir. Kami sangat komunikatif dengan pihak yang mengundang kami. Kami buka pintu musyawarah mengenai teknis saat kami diundang, karena memang dipikirkan operasional berkaitan kelengkapan tim kami. Bahwa memang kami lengkap, mulai dari penyanyi, pemain berbagai alat musik, tim video, dan tim lighting. Semuanya lengkap. Tapi kami sangat kooperatif karena tidak ingin membebani,” pungkasnya. (red)