JAKARTA, Beritalima.com– Politisi senior Partai Amanat Nasional (PAN) yang juga tokoh pendidikan Jawa Timur, Prof Dr Zainuddin Maliki menyayangkan TV Edukasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) belum bisa dijadikan tumpuan.
Padahal, ungkap anggota Komisi X DPR RI itu dalam keterangan kepada Beritalima.com, Sabtu (2/5), di tengah kesulitan melayani pembelajaran siswa di daerah Tertinggal, Terdepan dan Terluar (3T) selama darurat virus Corona (Covid-19) yang tidak bisa menjangkau internet, media televisi dan radio sangat dibutuhkan.
Menurut legislator dari Dapil X Provinsi Jawa Timur ini, data Kemdikbud menyebutkan hanya 6.5 persen saja siswa yang berada di daerah 3T yang belajar dari rumah bersama TV Edukasi. “Seharusnya, Kemdikbud lebih sungguh-sungguh menangani dan mengelolanya sehingga TV Edukasi dapat menjadi saluran yang paling dibutuhkan siswa belajar dari rumah.
Karena belum bisa berharap banyak kepada TV Edukasi, lanjut Zainuddin, jalan keluarnya Kemdikbud harus ‘menyewa’ TVRI untuk menyelenggarakan paket belajar dari rumah. Disini Kemdikbud sedikitnya terbantu melayani siswa yang kesulitan akses internet.
Tercatat, 52 persen siswa di wilayah 3T belajar dengan menonton saluran TVRI. Namun, bagaimanapun TVRI juga memiliki keterbatasan. Dari kuota waktu pasti terbatas, karena harus dibagi dengan program-program regular TV milik Pemerintah itu.
Selain itu, Lembaga Penyiaran Publik LPP TVRI juga tidak mempunyai tenaga khusus yang kompeten secara pedagogis. Hal ini berisiko lamban mengontrol munculnya penayangan pembelajaran sehingga bergeser dari tujuan pendidikan.
Dalam hal ini, Zainuddin mencontohkan, acara belajar dari rumah ini masih diselingi paket iklan yang kontennya bertolak belakang dengan pendidikan anak-anak. “Siaran TVRI juga belum seratus persen mampu jangkau daerah terisolir. Masih banyak siswa didik kita yang tinggal di daerah yang jangankan internet, televisi dan radio pun tidak bisa mereka nikmati.
Untuk mengatasi daerah terisolasi itu, tidak ada pilihan lain siswa di daerah harus di datangi langsung oleh guru. Karena itu, Kemdikbud harus merekrut relawan dari guru-guru penggerak. Guru itu bisa saja diorganisir dalam satu gugus tugas layanan pendidikan khusus siswa terisolir di tengah wabah Covid-19.
“Anggap saja tugas guru mendatangi siswa ini seperti petugas medis yang harus berinteraksi langsung dengan pasien. Untuk itu, mereka harus dibekali Alat Pelindung Diri (APD). Jangan lupa bekali juga transport dan insentif khusus buat guru penggerak itu,” kata Ketua Dewan Pendidikan Jawa Timur 2008-2016 tersebut.
Guru penggerak tersebut dalam menjalankan tugasnya juga harus door to door, dengan membawa paket pembelajaran yang telah dirancang khusus, bukan paket pembelajarannya berbasis konten, tetapi berbasis proyek atau yang dikenal dengan project based learning approach.
“Interaksi dengan siswa tidak perlu waktu lama. Cukup 10-15 menit guru jelaskan proyek yang harus dilakukan siswa. Hasil proyek yang dikerjakan siswa akan ditagih pada kunjungan pekan berikutnya. Dari tagihan itu, guru harus memperoleh portofolio atau rekam jejak siswa selama sepekan, yang evaluasinya dilakukan secara integrated,” jelas Zainuddin.
Menurut Zainuddin, gunakan media by utility. Pelajaran biologi misalnya, siswa bisa diminta mencari atau mengenali dan mengambil tindakan yang seharusnya terhadap perilaku species atau flora dan fauna yang ada di sekitar rumahnya. “Dari situ bisa dilihat hardskill seperti pengetahuan siswa tentang alam, penguasaan bahasa dan aspek ilmu pengetahuan terkait lainnya.”
Lebih dari itu, lanjut dia, dari protofolio tersebut dapat juga dievaluasi softskill seperti kesungguhan, kemauan, kerapian, kreatifitas dan cara siswa menyelesaikan kesulitan menyelesaikan proyeknya. “Karena itu, Kemdikbud jangan membuang waktu. Segera gerakkan relawan. Layani pembelajaran siswa di daerah terisolasi. Datangi mereka. Mereka juga berhak mendapatkan layanan terbaik dari pemerintah di tengah wabah covid-19,” demikian Prof Dr Zainuddin Maliki. (akhir)