TRENGGALEK, beritalima.com
Dari beberapa kali proses pengisian Jabatan Tinggi Pratama (JTP) yang ada di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Trenggalek, dinilai oleh para wakil rakyat (dalam hal ini DPRD) bahwa masih belum sesuai standar sebagaimana acuan KemenpanRB. Hal ini seperti hasil evaluasi Komisi I, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Trenggalek yang membidangi Hukum dan Pemerintahan terhadap proses pengisian JTP dimaksud.
Melalui Ketua Komisi I, Husni Taher Hamid saat di wawancara beritalima.com disampaikan jika pihaknya telah melakukan kajian dalam proses pengisian jabatan tinggi pratama yang ada. Beberapa point masih diabaikan sehingga belum terpenuhi sepenuhnya secara regulasi.
“Karena dalam proses pengisian JTP di Trenggalek belum benar-benar menerapkan sistem merit,” kata Husni, Selasa (9/6/2020).
Menurut Politisi Partai Hanura ini, sistem merit adalah kebijakan dan manajemen ASN (Aparatur Sipil Negara_red) pada kualifikasi, kompetensi dan kinerja secara adil serta wajar tanpa membedakan faktor politik, ras, agama, asal-usul, jenis kelamin ataupun kondisi kecacatan. Sehingga, sudah selayaknya untuk dijadikan patokan ketika akan melakukan proses rekrutmen untuk pengisian suatu jabatan strategis.
“Sistem merit ini merupakan salah satu regulasi sebagai persyaratan yang harus dipenuhi oleh seseorang ketika akan menduduki suatu jabatan,” imbuhnya.
Dalam Undang-undang RI nomor 5 tahun 2014 tentang ASN, lanjut dia, ada sembilan kriteria yang harus terpenuhi oleh seseorang ketika akan menduduki sebuah jabatan. Salah satunya, harus memiliki kompetensi sesuai jabatan yang akan diduduki. Jadi, orang tersebut harus benar-benar mengetahui dan memahami tentang persoalan ataupun resiko jabatan yang akan diduduki.
“Dan itu bisa diukur dari rekam jejak atau latar belakang yang bersangkutan sejak mulai berkarier pada lingkup aparatur negara. Karena itu juga akan menentukan sekor atau bobot penilaian,” kata Husni.
Dikatakan, sistem merit tersebut sebenarnya dibuat untuk melindungi hak para ASN, agar ASN yang memenuhi sembilan klasifikasi tadi tidak merasa terdiskriminasi serta terakomodir jenjang kariernya.
Sehingga, ketika ini dilaksanakan sesuai aturan yang berlaku maka pihaknya yakin untuk pengisian jabatan nantinya akan semakin baik dan akuntabel.
“Menurut hasil evaluasi kami, kelemahan ini ada pada pansel (panitia seleksi) dan BKD (Badan Kepegawaian Daerah). Semestinya, sejak proses awal ketika pendaftaran itu diumumkan secara terbuka, sehingga bisa diketahui oleh masyarakat juga,” tandasnya. (her)