JAKARTA, Beritalima.com– Legislator Dapil II Sumatera Barat, Dr Hj Nevi Zuarina menyayangkan regulasi Pemerintah Pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) memudahkan importasi bahan baku obat, pangan dan Alat Kesehatan (Alkes).
Padahal, ungkap anggota Komisi VI DPR RI membidangi Perdagangan dan Perindustrian tersebut usai Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) virtual dengan Gabungan Pengusaha Farmasi, Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Gabungan Pengusaha Jamu dan Tradisional, Gabungan Makanan dan Minuman (Gapmmi), Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia, Selasa (28/4), Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk pengembangan kesemua komoditas tersebut.
“Sebagai wakil rakyat, saya sangat menyayangkan lebih dari 90 persen bahan baku obat-obatan masih didatangkan dari luar negeri. Alat kesehatan 95 persen impor. Begitu juga komoditas pangan semakin mudah impor tanpa rekomendasi,” ucap Nevi.
Politisi perempuan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut mengatakan, longgarnya aturan impor bahan baku obat, alkes dan pangan ini sebagai akibat telah keluarnya Perpres No: 58/2020 yang ditanda tangani Presiden Jokowi. Perpres itu mengatur penyederhanaan impor untuk kebutuhan pangan pokok, cadangan pangan pemerintah dan bahan baku.
Seharusnya, ungkap Ketua Umum Yayasan Kanker Indonesia tersebut, penyederhanaan impor pangan ini untuk menyelamatkan bangsa dari potensi kerawanan pangan. Namun, yang terjadi, keluhan muncul dari berbagai pihak bahwa ancaman hancurnya usaha kecil menengah sektor pangan menjadi semakin terbuka.
Perpres No: 58/2020 yang ditanda tangani 8 April lalu, lanjut Nevi, memang ditetapkan untuk penataan dan penyederhanaan izin impor barang serta bahan baku untuk pencegahan atau penanganan bencana. Namun, jika komoditas pangan dan obat seperti jamu ini bila mampu dipenuhi dari dalam, tidak seharusnya dilakukan impor.
“Impor komoditas pangan dan obat yang seharusnya mampu dipenuhi dari dalam negeri, ini sama saja merusak negara dengan alasan menyelamatkan negara,” jelas Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP-PKK) Sumatera Barat sejak 2010 tersebut,
Karena itu, Nevi meminta, seluruh asosiasi yang bermitra dengan Komisi VI terus menjalin komunikasi agar saling dapat memberi masukan. Berbagai potensi pengembangan obat tradisional untuk melawan virus Corona (Covid-19) dapat terus dilakukan. Semua perlu penelitian dan uji termasuk produksi air rebusan daun sirih yang diduga dapat sebagai alternatif herbal melawan Covid 19.
Obat tradisonal atau Jamu Indonesia lebih diterima karena banyak Sumber Daya Alam-nya. Tinggal regulasi pemerintah untuk berpihalk kepada produk dalam negeri. Jamu tidak boleh kalah dengan produk yang mirip asal Tiongkok. Jamu dapat dipastikan Halal.
“Khusus regulasi pemerintah, kami di Komisi VI akan terus meminta pemerintah untuk melakukan perbaikan regulasinya. Semoga jamu Indonesia semakin berkualitas dan kedepannya menjadi tuan rumah di negerinya,” demikian Hj Nevi Zuairina. (akhir)