JAKARTA, 25 April 2018
Lembaga-lembaga di bawah naungan PBB memuji komitmen Indonesia dalam menjalankan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs). Hal itu terungkap dalam pertemuan beberapa lembaga PBB seperti World Food Programme (WFP), UNFPA, UNWomen, UNHCR, UNOC, UNAIDS, FAO, UNOPS, UNIC, UNDP, UNICEF, Pulse Lab, IOM, ILO, UNOCHA, WHO, ASEAN-UN Liaison dengan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, 24 April 2018 di Gedung Bina Graha, Jakarta.
Pemerintah Indonesia di bawah Jokowi telah berkomitmen penuh di berbagai forum multilateral dan juga kesepakatan internasional. Karena itu Moeldoko gembira dapat bertukar pikiran dengan perwakilan berbagai badan Persatuan Bangsa-Bangsa. Pertemuan tersebut membahas opsi-opsi kolaborasi untuk mendorong capaian kesepakatan global yang menjadi fokus bersama sampai dengan 2030.
Didampingi oleh Deputi II Kepala Staf Kepresidenan Yanuar Nugroho, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyatakan bahwa dalam implementasi SDGs, pemerintah memahami pentingnya partisipasi publik dan transparansi.
“Kami memandang Open Government Initiative (OGI) menjadi salah satu kunci dalam mencapai goals kita bersama,” kata Moeldoko dalam pertemuan yang dihadiri 18 lembaga di bawah naungan PBB di Indonesia tersebut.
Dalam diskusi itu juga ditegaskan, sebagai paru-paru dunia, pemerintah Indonesia menaruh perhatian khusus terhadap fenomena perubahan iklim. Indonesia sedang berupaya untuk mengejar pertumbuhan ekonomi, dan bahwa beberapa pihak berpendapat bahwa kedua hal tersebut bersifat antitesis.
“Namun pemerintah indonesia berpandangan kedua hal tersebut tidak dapat dipisah, dan harus dicapai bersama-sama,” kata Deputi II Kepala Staf Kepresidenan Yanuar Nugroho.
Diskusi tersebut juga bertujuan untuk menekankan posisi Indonesia sebagai sebuah negara yang meletakkan perhatian khusus terhadap isu-isu global. Dalam hal ini Pemerintah Indonesia telah menandatangani Perpres no. 59 tahun 2017 mengenai Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanutan pada bulan Juli 2017. Perpres tersebut merupakan tulang punggung dari struktur dan mekanisme SDGs di Indonesia.
“Mulai tahun 2018, orientasi pembangunan oleh pemerintah diarahkan pada pembangunan manusia, namun tetap tidak meningalkan pembangunan infrastruktur,” kata Moeldoko.
Beberapa keberhasilan Indonesia dalam melaksanakan ‘Tujuan Pembangunan Berkelanjutan’ atau SDGs antara lain, sukses melakukan banyak upaya dalam pengentasan kemiskinan dalam 10 tahun terakhir. Persentase penduduk yang hidup dalam kemiskinan berkurang dari 17,75 persen (2006) menjadi 10,12 persen (Septermber 2017).
Selain itu, Indonesia aktif menjaga perdamaian dunia sebagai anggota United Nations Peacekeeping Forces dan United Nations Military Observations, melindungi hak anak dan perempuan, mendorong pencegahan stunting, dan menjamin kebebasan setiap warga untuk memeluk agama dan keyakinan.
Karena itu, tantangan besar yang saat ini dihadapi oleh Indonesia adalah mengurangi kemiskinan dan kesenjangan melalui pertumbuhan ekonomi, membangun kualitas sumber daya manusia, menjaga kelestarian lingkungan dan memperbaiki tata kelola pemerintahan agar lebih terbuka, efektif dan efisien.
“Ada komitmen internasional yang mana kantor ini terlibat aktif: SDG, OGP, dan Perubahan Iklim. Kami tidak akan dapat melakukan komitmen ini tanpa bantuan semua orang yang terlibat, termasuk badan-badan PBB,” kata Moeldoko.
Apresiasi unuk Indonesia
Menanggapi telah berjalannya program-program dalam mencapai SDGs, UN Resident Coordinator Anita Nirody memberikan apresiasi yang tinggi bagi pencapaian Indonesia.
“Kami sangat mengapresiasi kerja keras Pemerintah Indonesia dalam menjalankan program-programnya, Indonesa sangat penting dan diakui sebagai pemimpin dalam mencapai agenda-agenda internasional, khususnya dalam SDGs Climate Change,” kata Anita. Ia juga yakin bahwa Indonesia memiliki banyak pengalaman berharga yang dapat dibagikan kepada negara-negara lain dalam mencapai ‘Tujuan Pembangunan Berkelanjutan’.
Dalam diskusi ini disinggung juga isu mengenai kesejahteraan petani oleh Anthea Webb dari WFP, isu pemberdayaan anak muda sebagai pembaruan resolusi 2025 oleh Anette Robertson dari UNFPA, dan intervensi dalam menghadapi HIV AIDS oleh Krittayawan Bontoo dari UNAIDS.
“Tugas kami di KSP banyak bersinggungan dengan tugas-tugas yang diemban oleh PBB dan seluruh agen pelaksananya. Untuk itu, saya berterima kasih atas dukungan yang sudah dan akan diberikan kepada kami,” kata Moeldoko. Ia menegaskan agar para perwakilan badan internasional itu tak ragu untuk terus berkomunikasi dengan KSP apabila ada hal-hal yang perlu didiskusikan lebih lanjut.