JAKARTA, Beritalima.com– Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi partai Nasional Demokrat (Nasdem), Lestari Moerdijat mengaku yakin dan optimis Pemerintah bersama rakyat mampu melewati ancamam resesi ekonomi sebagai dampak dari wabah pandemi virus Corona (Covid-19) yang melanda dunia termasuk Indonesia.
Hal tersebut diungkapkan Lestari dalam diskusi Empat Pilar MPR RI dengan ‘Penguatan Nilai Gotong Royong untuk Antisipasi Resesi’ yang digelar secara tatap muka dan virtual di Press Room Gedung Nusantara III Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (2/9) petang.
Selain Lestari, wakil rakyat dari Dapil DI Yogjakarta tersebut, juga tampil sebagai pembicara anggota Fraksi Partai Golkar MPR RI dari Pemilihan Provinsi Banten, Ace Hasan Syadzily, Staf Ahli Menteri Bidang Hubungan Antar Lembaga Kementerian dan UKM Luhur Pradjarto dan Ketua/Pendiri Nation and Character Building Institute (NCBI), Juliaman Saragih.
Menurut Lestari, keyakinan dan optimis dirinya bangsa Indonesia mampu keluar dari resesi ini karena rakyat Indonesia dikenal kuat dengan kegotong-royongan, tolong-menolong, kebersamaan. Solidaritas sosial dan bersatu-padu dalam menghadapi berbagai jenis ancaman termasuk pandemi dan resesi, akan mampu melewati ancaman itu.
Dengan solidaritas yang tinggi, bergandeng-tangan dan sebagainya sehingga tanpa menunggu komando yang diperkuat lagi dengan nilai-nilai dalam kelima Pancasila, saya yakin kita akan mampu melewati ancaman resesi itu.
Kegotongroyongan tersebut bahkan diakui dunia. Dimana lanjut Ketua NasDem itu, dalam survei ‘World Loud Analisys’ bangsa Indonesia di angka 70 persen mampu menghadapi ancaman covid-19 tersebut. Padahal, pandemi corona ini tak hanya berdampak pada kesehatan, tapi ekonomi, stabilitas dan pertahanan nasional.
Yang terpenting, kata dia, kebijakan itu harus transparan, akuntabel dan kolaborasi, koordinasi yang baik Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah termasuk di dalamnya seluruh rakyat bersatu dengan berpegang pada nilai-nilai Pancasila serta menjalankan disiplin protokol kesehatan. “Itulah modal dasar bangsa ini dalam menghadapi berbagai ancaman. Karena itu, saya yakin dan optimis bangsa ini akan mampu melewati berbagai jenis ancaman.”
Senada dengan Lestari, Ace Hasan Syadzili mengatakan, modal sosial terbesar bangsa Indonesia adalah gotong-royong, saling tolong-menolong, kebersamaan, solidaritas sosial dan itu sudah berlangsung sejak lama dan dari berbagai macam peradaban. “Jadi, bangsa ini mempunyai ketahanan sosial yang sangat kuat dan inilah yang mesti terus ditumbuhkan.”
Selain itu Pemerintah memiliki banyak program seperti trisula, yang sejak penanganan Covid-19 memang dibutuhkan kesadaran bersama dengan disiplin protokol kesehatan, vaksin masih butuh uji klinis, dan sosial tidak saja terkait kebutuhan dasar masyarakat, melainkan juga meningkatkan daya beli.
Pandemi ini berdampak kepada shock demand (produksi) ke shok suplai (distribusi) ekonomi yang mengalami kelambatan. Karena itu, melalui stimulus diharapkan Pemerintah mendorong daya beli masyarakat untuk pertumbuhan ekonomi tersebut.
Karena pandemi ini momemtum bagi uji terhadap ketahanan bangsa melalui nilai-nilai kebangsaan, solidaritas, kedermawanan dan kesetiakawanan sosial. Sehingga apapun yang terjadi termasuk resesi, bangsa ini akan mampu menghadapi kondisi ini.
Bangsa ini memiliki banyak kelebihan. Kebutuhan dasar yang tak perlu impor dan malah diekspor. “Jadi, pandemi ini hikmahnya besar untuk terus menumbuhkan solidaritas dan kesetiakwanan sosial, karena semua kebutuhan dasar bisa diprouduksi dari dalam negeri.
Jadi, MPR optimis dan negara ini akan kuat serta mampu menghadapi ancaman resesi. Hanya saja jangan dirusak dengan kebijakan yang menimbilkan kecemburuan sosial, konflik, sosial unres (ketidaktetraman), seperti bansos, BLT dan sebagainya harus didistribusikan dengan adil,” tutur Ace.
Juliaman Saragih mengatakan, ada dua garis besar yang seharusnya menjadi rujukan perkembangan pemikiran yang ada, ini merujuk juga beberapa kali pernyataan Presiden Jokowi, bangsa ini harus merubah kebiasaan.
“Kita harus melompat jauh daripada kebiasaan karena situasi situasi pandemi ini adalah menuntut satu kreasi kebijakan, bukan monotisasi kebijakan, artinya bahwa dalam pernyataan presiden, mungkin kami menafsirkannya adalah “ada pergeseran kebudayaan ada pergeseran budaya dalam pengambilan kebijakan.” (akhir)