by : Rasman Buamona
Pagi itu, dipantai Lifmatola, jarak matahari dengan garis laut, baru seukuran jari jempol. Sementara didapur nenek sudah menganyam tikar sejak subuh baru saja berlabuh.
Disampingnya ada LIFA cucunya yang hari ini berulang tahun.
Gadis itu sedang membakar sagu, sambil menyeduhkan kopi untuk kakeknya yang baru pulang menangkap kerapu. “Selamat Ulang Tahun LIFA” kataku, semoga diulang tahunmu kali ini, kamu lebih dewasa, lebih pasti visi hidupmu, lebih tegas sikapmu, lebih kritis pandanganmu dan lebih bijaksana tindakanmu. Ini Ulang tahunmu yang ke 26 tahun.
Sudah 326 tahun yang lalu, leluhurmu jelas berjuang, bergerak seperti heningannya selat Capalulu. Keberaniannya bak Juanga di pesisir seram timur, gemuruh pidatonya laksana erupsi gunung Kie Besi, pengorganisasiannya serapi laut dipantai Baleha dan Patani, etikanya seelok bunga pala dari Banda dan perangainya seharum cengkeh dibumi Kulaba.
Wahai wanita Maluku, aroma keringatmu laksana aroma buah kenari dan aroma pucuk pohon kayuh putih dari Wai Putih.
Kebayanya lembut karena bahannya dari Run dan Moti yang ditenun di Kaki Boki Maruru dengan rasa rindu yang membiru.
Membakar sagu di tungku Jailolo, mendendang music Lalayon hingga ke Kailolo. Tifa berbunyi dan Gambus bernyanyi dikau Menari dari Wai Mua sampai di Bula.
Tidak ketinggalan Totobuang di Negri Lima, mendendang Tide-tide di Lima Negri.
LIFA.. kekasihku, tiuplah lilinmu sekencang armada laut Baginda Nuku, tabah dan tegarlah seperti Leikawa diatas puncak Kapahaha.
Berkhidmatlah seperti Baabullah di pesisir Larantuka dan Kastela dan teruslah bershalawat kepada baginda Al-Musthafa Muhammad Bin Abdullah.(**)