SURABAYA, Beritalima.com-
Anggota DPRD provinsi Jawa Timur dari daerah pemilihan (Dapil) Surabaya, Lilik Hendarwati, mengecam keras tindakan sebuah perusahaan yang memotong gaji karyawan hanya karena menjalankan kewajiban ibadah Sholat Jumat.
Ia menegaskan bahwa tindakan tersebut merupakan bentuk pelanggaran hak dasar pekerja dan menciderai nilai-nilai toleransi serta kebebasan beragama yang dijamin oleh konstitusi.
“Saya menyayangkan dan menolak keras tindakan sepihak perusahaan yang memotong gaji karyawan hanya karena mereka menjalankan kewajiban ibadah Sholat Jumat. Ini bukan hanya bentuk pelanggaran terhadap hak pekerja, tapi juga mencederai nilai-nilai toleransi dan kebebasan beragama yang dijamin konstitusi,” tegas Lilik dalam pernyataannya, Selasa (22/4/2025)
Politisi perempuan dari Fraksi PKS ini menekankan bahwa kegiatan ibadah bukanlah bentuk pelanggaran disiplin kerja, melainkan hak dasar setiap warga negara yang harus dilindungi.
“Kegiatan ibadah bukanlah pelanggaran disiplin, melainkan hak dasar setiap warga negara,” tandasnya.
Lilik mendorong agar Pemerintah Kota Surabaya bersama Dinas Tenaga Kerja serta instansi terkait lainnya segera mengambil tindakan tegas. Ia menegaskan pentingnya perlindungan terhadap pekerja agar tidak ada perusahaan yang bertindak semena-mena atas nama kedisiplinan kerja, namun melanggar prinsip hak asasi manusia.
“Saya mendorong agar pihak terkait, termasuk pemerintah daerah dan instansi ketenagakerjaan, segera menindaklanjuti kasus ini dan memastikan tidak ada perusahaan yang bertindak sewenang-wenang terhadap pekerja dengan alasan menjalankan kewajiban agamanya,” papar bendahara DPW PKS Jatim ini.
Sebagai upaya pencegahan, Lilik mengusulkan beberapa langkah strategis yang bisa dilakukan oleh pemerintah dan stakeholder terkait.
Pertama, regulasi internal yang responsif terhadap hak beragama. Setiap perusahaan perlu memiliki kebijakan internal yang mengakomodasi waktu ibadah, terutama Sholat Jumat bagi umat Islam.
Kedua, pengawasan rutin oleh Disnaker. Pengawasan tidak hanya terbatas pada upah dan jam kerja, tetapi juga menyangkut hak-hak dasar pekerja.
Ketiga, edukasi dan sosialisasi kepada pengusaha. Penting untuk terus menyadarkan manajemen perusahaan agar menghormati hak konstitusional pekerja.
Keempat, saluran pengaduan yang efektif dan aman. Pekerja harus bisa melaporkan pelanggaran tanpa rasa takut kehilangan pekerjaan atau mendapat tekanan.
Kelima, keterlibatan serikat pekerja. Perlu diperkuat sebagai jembatan komunikasi antara pekerja dan perusahaan dalam menjaga hak-hak bersama.
Keenam, sanksi tegas. Pemerintah daerah harus menjatuhkan sanksi administratif maupun hukum bagi perusahaan yang terbukti melanggar.
Dengan sikap tegas ini, anggota komisi C DPRD provinsi Jatim ini berharap agar kasus serupa tidak terjadi lagi di masa mendatang dan Surabaya bisa menjadi kota yang menjunjung tinggi hak-hak pekerja dan nilai keberagaman.(Yul)




