Lima Pengajuan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Restorative Justice Disetujui Jampidum Kejagung

  • Whatsapp
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAMPidum) Dr. Fadil Zumhana.

Jakarta, beritalima.com | Jampidum Kejaksaan Agung RI, akhirnya menerima persetujuan lima perkara dari beberapa Kejaksaan Negeri di daerah, agar dilakukan penghentian penuntutan, melalui permohonan restorative justice (RJ).

Lima perkara penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif, yaitu:

Bacaan Lainnya

1. Tersangka Kristoforus Bali Ate, S.IP alias Kristo anak dari Lorens Lalo Bora (Alm) dari Kejaksaan Negeri Sleman, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

2. Tersangka Munawir Kahar alias Nawir dari Kejaksaan Negeri Halmahera Barat, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

3. Tersangka Slamet Riyadi bin (Alm.) H. Sain dari Kejaksaan Negeri Jakarta Timur, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

4. Tersangka Sri Maryahi alias Ecin dari Kejaksaan Negeri Pohuwato, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

5. Tersangka I Agung Pranata bin Amrullah dan Tersangka II Fajar Kurniadi bin Alm Rasuludin dari Kejaksaan Negeri Simeulue, yang disangka melanggar Pasal 80 Ayat (1) Jo. Pasal 76C Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

“Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain, telah dilaksanakan proses perdamaian dimana tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf,” ungkap Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAMPidum) Dr. Fadil Zumhana kepada beritalima.com Senin, 15/02/24.

Selanjutnya, masih menurut Fadil Zumhana bahwa tersangka belum pernah dihukum dan, tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana, dengan ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun.

“Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya, dan proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi,” katanya.

Sedangkan, tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar.

“Yakni, pertimbangan sosiologis, dan masyarakat merespon positif, untuk itu Jampidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2), hal itu berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAMPidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022, tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” tandasnya. [Red]

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait