JAKARTA, beritalima.com – Hiruk pikuk politik menciptakan situasi yang aneka ragam. Macam-macam cara bisa dilakukan demi hasrat politik seseorang atau sekelompok orang. Tak peduli apakah cara itu benar, yang terpenting adalah seberapa efektif ia mencapai tujuan atau hasrat politik.
Demikian disampaikan oleh Hipatios Wirawan Labut, Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Hukum dan Demokrasi (LKHD) di Jakarta, Kamis 24 Mei 2018.
“Mengapa hal ini penting dibahas? Jawabannya karena memang cara seperti ini menjadi dominan digunakan dalam proses politik (demokrasi) saat ini. Yang dimaksud adalah cara mencapai kekuasaan yang tidak lagi berlandaskan nilai-nilai demokrasi yang benar dan baik,” ujar Hipatios.
Menurut Hipatios, Orang-orang cenderung memanfaatkan cara paling mudah sekalian di luar norma umum. Bahkan, prinsip-prinsip kebaikan diabaikan demi tujuan politik.
“Ada banyak ketidakwarasan cara bertindak, ketidaklogisan cara berpikir dan cara bertutur yang tidak menghargai sesama manusia. Politik semacam upaya dehumanisasi umat manusia. Nilai – nilai kemanusiaan bisa diabaikan demi tujuan politik. Poin ini bahkan seringkali menjadi diskursus tersendiri dalam konteks Terorisme,” ujar Lulusan Fakultas Hukum universitas Nasional ini.
Lebih lanjut ia mengatakan bahwa berbagai upaya teror atau terorisme oleh sekelompok orang hanya dipandang sebagai bagian dari kerja politik.
“Memang, tidak bisa disalahkan! Kenyataannya memang tampak seperti itu. Aksi-aksi teroris khususnya di Indonesia, memang tak sama dengan apa yang terjadi di timur tengah. Tidak ada serangan yang kontinu. Kalau memang musuh teroris adalah Kristen, China, Polisi dan TNI, kenapa tidak terus menerus menyerang, hingga tidak ada sisa. Kenapa Muncul – Hilang – muncul lagi. Waktunya pun selalu bertepatan dengan situasi politik. Apakah itu kebetulan, Tidak bagi saya. Lalu sampai kapan, agenda politik kita merusak kemanusiaan kita,” katanya.
Ia menilai, Negara juga harus fokus pada pemberantasan penyakit terorisme ini. Tidak hanya gencar saat terorisme itu tampak dan merusak kerukunan hidup beragama. Negara harus serius untuk mencari akar-akar persoalan terorisme.
“Entah karena gerakan ideologi atau perbedaan pilihan politik, negara harus menemukan penyebabnya. Jika tidak, Indonesia akan selalu berada di bawah bayang-bayang Terorisme,” kata dia.
Sementara itu, lanjutnya, Pembahasan UU Terorisme di DPR harus diikuti oleh semangat menyelamatkan bangsa ini. Bagaimanapun Pancasila harus menjadi Pemersatu Keberagamana di Indonesia.
“Berbagai bentuk gerakan infiltrasi ideologi yang mengancam eksistensi Pancasila harus dihentikan. Hal itu harus menjadi sikap tegas negara demi menjaga keutuhan NKRI. Itu dilakukan karena terorisme adalah musuh bersama (Common Enemy),” pungkas dia. (****)