JAYAWIJAYA – Tokoh adat yang tergabung dalam Lembaga Masyarakat Adat (LMA) dan sejumlah Kepala Suku di Kabupaten Jayawijaya menyatakan dukungan terhadap upaya pemerintah dalam membangun kesejahteraan orang Papua lewat pemekaran wilayah atau Daerah Otonomi Baru (DOB).
Disebutkan bahwa aksi-aksi menolak Daerah Otonomi Baru (DOB) yang dilakukan oleh para mahasiswa dan pemuda-pemudi yang ada di wilayah Kabupaten Jayawijaya sarat akan kepentingan kelompok tertentu.
Ketua Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Kabupaten Jayawijaya, Herman Doga menyebutkan jika aksi-aksi demo penolakan DOB tidak murni dan hanya dimanfaatkan. Herman Doga menilai persoalan penolakan Daerah Otonomi Baru (DOB) atau pemekaran di Provinsi Papua yang dilakukan para mahasiswa dan pemuda-pemudi di Kabupaten Jayawijaya sedang dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok tertentu atau elit-elit politik demi kepentingan mereka.
“Untuk tolak DOB itu hanyalah suara-suara dari para anak-anak kami yang dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok tertentu atau elit-elit politik. Namun kami dari pihak orang tua maupun tua-tua adat sangat mendukung terkait dengan DOB di Papua,” ungkap Herman Doga dalam rilis persnya yang diterima media ini, Kamis (26/5).
Herman didampingi sejumlah Kepala Suku yang ada di wilayah Lapago di Kabupaten Jayawijaya ketika memberikan keterangan pers di Cafe and Resto Hotel Grand Sartika, Jalan Bhayangkara Wamena, Kabupaten Jayawijaya itu juga menyebutkan, jika aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh para mahasiswa dan pemuda-pemudi itu disinyalir berbicara tentang Papua Merdeka dan terindikasi penuh dengan provokasi dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Disebutkan, untuk aksi demo yang biasa dilakukan para mahasiswa dan pemuda-pemudi yang ada di wilayah Kabupaten Jayawijaya terkait penolakan terhadap DOB itu tidak memiliki ijin dari pihak Kepolisian dalam hal ini Polres Jayawijaya.
Herman Doga mempertanyakan apakah Undang-Undang Kepolisian itu masih berlaku, sehingga kenapa para pendemo yang tidak memiliki ijin itu bisa melaksanakan aksi demo.
Herman Doga menegaskan, bahwa hingga saat ini pihaknya tetap mempertahankan apa yang telah diperjuangkan orang tua kami demi mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Karena orang tua kami yang dulu berjuang demi masuk di NKRI pada saat masa penjajahan,” tegas Herman Doga.
“Papua mau merdeka atau tidak itu ada di tangan bapak-bapak yang ada hadir sekarang ini. Karena kami lebih tahu tentang perjuangan para orang tua kami pada saat masa penjajahan,” sambungnya.
Selaku Ketua LMA yang mewakili 8 kabupaten di wilayah adat Lapago, Herman Doga menyampaikan pihaknya dari tua-tua adat dalam waktu dekat berencana membuat deklarasi secara besar-besaran mulai dari Provinsi Papua hingga ke Papua Barat.
“Atas nama orang tua, sekali lagi kami mendukung dengan tegas agar DOB segera dilakukan. Sehingga kami para orang tua bisa hidup aman dan damai,” tukasnya.
Sementara itu, salah satu Kepala Suku di Kabupaten Jayawijaya, Wesakin Asso menyebutkan, pihaknya termasuk dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan pihaknya juga sendiri yang akan menolak jika MRP turun ke Kabupaten Jayawijaya.
“Kalau terkait DOB Provinsi Pegunungan Tengah, kami orang-orang tua dan tua-tua adat sangat mendukung program pemerintah pusat dan kami menilai anak asli Wamena tidak ikut melakukan aksi demo. Namun yang melakukan aksi demo itu kebanyakan dari masyarakat dari kabupaten lain yang ada di Wamena khususnya masyarakat asal Pegunungan,” imbuhnya.
Senada dengan hal tersebut, Heribertus Mabel selaku Tokoh LMA dan juga Kepala Suku memaparkan, bahwa pihaknya yang merupakan tokoh Pepera serta sebagai orang-orang tua atau tua-tua adat tidak pernah ikut campur dalam masalah pemisahan NKRI dan semua itu terjadi hanya karena permainan dari kelompok-kelompok tertentu atau elit-elit politik.
“Kami lihat aksi-aksi demo yang dilaksanakan ini ada dorongan dari belakang mulai dari Gubernur, DPR dan MRP maupun semua elit-elit politik yang berada di Papua. Kami juga tidak bisa katakan MRP dan lainnya bagus, karena selama 20 tahun Otsus di Papua ini dana-dana yang diprioritaskan untuk pembangunan malah tidak ada dan dana itu sama sekali hilang,” paparnya.
Dirinya menyebutkan, ada aktor-aktor dibalik aksi-aksi demo selama ini, karena anak-anak ini tidak mungkin bisa melakukan demo kalau tidak ada dorongan dari belakang.
“Untuk itu, kami harap kepada bapa-bapa keamanan bisa mencari pelaku dibalik aksi penolakan DOB atau pemekaran di Papua ini,” harapnya.
“Pada intinya, kami menerima semua pemekaran. Karena dia akan memperkaya kita di Papua ini yaitu, sejajar dengan teman-teman di luar Papua sana. Jadi, daerah otonomi baru atau pemekaran tidak boleh lama ditetapkan agar segera direalisasikan. Sehingga kita masyarakat Papua bisa hidup dengan aman dan damai,” cetusnya.
Selain Herman Doga, Wesakin Asso dan Heribertus Mabel, juga hadir dalam konferensi pers itu dari tokoh LMA, tokoh agama, tokoh adat dan tokoh pemuda adat serta kepala-kepala suku diantaranya Aser Hubi, John Kalago, Paul Elosak, Naligi Kurisi, Muli Asso dan Abraham Doga yang menyatakan dukungan terhadap DOB atau pemekaran wilayah di Provinsi Papua dan mendukung keberlanjutan dari Otsus Jilid II.