Logika-Logika ‘SESAT’ Penceramah Kita

  • Whatsapp

Oleh: H. Asmu’i Syarkowi
Dari toa terdengar dengan jelas suara penceramah di masjid dekat rumah. Sebagian isi pengajian itu antara lain menyampaikan hubungan musibah dengan fadhilah sedekah. Menurutnya, masibah yang menimpa seseorang itu disebabkan kurangnya sedekah. Dengan antusiasme jamaah yang ada dan dengan dukungan sound system yang baik, penceramah itu tampak bersemangat menyampaikan narasi-narasi keagamaan. Penceramah itupun menunjukkan sejumlah contoh lain. Sejumlah musibah berupa kecelakaan yang menimpa seseorang, seperti sakit, kecelakaan darat , laut dan udara. Menurutnya, orang yang mengalami kecelakaan laut berupa tenggelamnya perahu merupakan pertanda pemiliknya kurang sedekah. Landasan teori yang dijadikan ekperimen pemikiran itu ialah adanya pernyataan yang dia klaim dari rasulullah SAW dan juga sering menjadi referensi kampanye berinfak yaitu: “Sedekah bisa menolak bala”

Yang paling mengerikan pada bagian lain ceramahnya, sang penceramah mengemukakan cerita tentang ‘fadilah’ memghormati orang yang puasa. Ustadz itu pun mengemukakan kisah yang tertulis dalam Kitab Durratun Nasihin tentang seorang anak Yahudi yang makan minum siang hari di komunitas orang yang sedang berpuasa. Setelah orang tuanya yang Yahudi itu tahu, maka anak itupun dihajar sampai mati. Dan, atas ‘jasanya’ memukul anaknya karena dianggap tidak menghormati orang yang sedang puasa itu kemudian menjadikan sebab dia mendapat hidayah Islam pada akhir hayatnya. Kelanjutan cerita menghajar anaknya sampai mati itu memang belum pernah penulis dengar sebelumnya. Dengan cerita itu sang ustadz rupanya ingin menyampaikan pesan (dan penulis mendengarnya sendiri), bahwa demi kepentingan agama menghajar anak sampai mati itu dibenarkan. Dia pun mengemukan kisah tentang perjalanan Nabi Musa bersama nabi Khidir dalam surat al Kahfi. Ketika Khidir berjumpa denan anak laki kemudian langsung membunuhnya. Ketika Musa bertanya tentang tindakannya yang aneh itu, selang beberapa waktu Khidir pun menjawab bahwa anak itu kelak kalau sudah dewasa akan menjadi anak durhaka. Dengan cerita itu rupanya ia hendak menyampaikan pesan, bahwa membunuh anak agar jangan sampai kelak menjadi anak durhaka mempunyai landasan naqli.

Insiden berupa pemikiran oknum ustadz tadi menurut penulis hanya salah satu dari sekian ‘pemikiran’ ustadz yang dalam penyampaian pesan agama sangat menyesatkan dan dari aspek sosial berpotensi menimbukan keresahan. Banyak ustadz yang dalam ceramahnya gagal dalam berlogika. Suatu ajaran yang sudah benar kemudian menjadi salah ketika dihubungkan dengan gejala sosial akibat logika yang sesat. Sebagai contoh sedekah bisa menolak balak. Orang yang kurang bersedekah memang bisa terkena balak. Sampai di sini dapat kita benarkan. Tetapi akan sangat salah bila dikatakan, bahwa setiap orang yang kena bala, disebabkan kurang sedekah.

Mengenai hal ini juga ada pengalaman menarik. Yaitu ketika seorang ustadz mengemukakan sebuah hadits (sahih atau bukan?) Kullu lahmin nabata min haramin fan naru aula bih ( Setiap daging yang tumbuh dari barang haram, maka neraka lebih baik baginya). Dengan hadits ini sang ustadz bermaksud menarasikan pesan, bahwa betapa pentingnya kita makan barang halal. Jangan sampai sedikitpun rezeki yang kita makan bercampur barang haram. Apabila terlanjur kita makan dan menjadi daging, maka dapat membuat kita masuk neraka. Dalam rangka menjaga diri kita dan keluarga kita selamat dari api neraka, keluarga kita pun jangan sampai diberi rezeki yang haram.

Seorang teman yang kebetulan punya ‘anak bandel’ sangat tersinggung dan marah dalam hati ketika di masjid, ada ustadz membuat uraian dalam khotbah jumat, bahwa anak yang nakal dan berpotensi masuk neraka akibat diberi makan dari rezeki yang tidak halal.
Logika sang ustadz tadi jelas tidak hanya bisa membuat jamaah yang hadir—yang kebetulan ‘berkepentingan’–tersinggung tetapi juga sesat dari aspek logika. Mengapa? Akibat makan barang haram memang dapat menyebabkan energi negatif, seperti anak nakal. Tetapi pernyataan itu tidak bisa digeneralisasi, bahwa setiap anak yang nakal adalah akibat orang tuanya memberinya rezeki dari barang haram. Sang ustadz tampaknya berpandangan, bahwa penyebab kenakalan anak hanya dari satu aspek saja. Padahal, kenakalan anak di masa sekarang bisa disebabkan oleh berbagai aspek. Bisa dari aspek makanan, salah pergaulan, kondisi rumah tangga dan masyarakat yang tidak kondusif, pendidikan yang tidak tepat. Dan, yang lebih penting dan sering dilupakan oleh para ustadz adalah, bahwa anak termasuk hak prerogatif Allah. Ketika Nabiyullah Nuh bersedih hati, karena salah satu anggota keluarga yang tidak lain adalah putra kesayangannya Kan’an tenggelam oleh banjir bandang, Allah hanya menjawab singkat: Innahu laisa min ahlik (sejatinya ia bukanlah anggota keluargamu). Kedua orang tua sering hanya bisa menguasai aspek fisik tetapi tidak pada aspek non fisiknya (akidah dan perangainya). Nabi yang hidup 1000 tahun lebih itu pun seoah harus hidup pada dua alam dengan pembatas garis demarkasi ekstrim: mukmin-kafir.

Fenomena ustadz dengan penyampaian pesan agama yang sesat logika tersebut di masyarakat kini sangat banyak jumlahnya. Momen-momen hari-hari besar Islam sering diperingati secara seremonial dan tidak jarang menampilkan penceramah yang tidak kredibel atau asal ada dan yang lebih penting, bisa lucu dan menghibur. Fenomena itu masih diperparah dengan kondisi masyarakat yang kini mulai enggan berliterasi atau melakukan kajian buku atau kitab rujukan. Akibat, sering mendengar narasi-narasi dari penceramah tersebut, kini masyarakat semakin jauh dari khazanah ajaran agama seperti dari sumbernya. Perbedaan tipologi penceramah dengan berbagai latar belakang keilmuan, membuat pengetahuan agama masyarakat pun sering sulit dipertanggungjawabkan.

Potret kesesatan logika penceramah tersebut yang paling pokok jelas disebabkan oleh pengetahuan ( ilmu dan wawasan) yang kurang memadai. Sebagai contoh lain ialah ketika wabah covid-19 mulai masuk Indonesia. Seorang khatib Jumat dengan “pe-de” nya menghimbau jamaah agar tidak takut kepada virus corona. Menurutnya, virus itu merupakan bentuk siksa dari Allah. Dia berargumen bahwa virus itu muncul dari Wuhan Cina. Mengapa virus itu diturunkan di Cina karena di sana penduduknya banyak yang durhaka kepada Allah. Oleh karena itu agar kita selamat dari wabah, kita tidak perlu takut terjangkit virus melainkan harus mendekat dan meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT sebagai Dzat yang membuat virus. Akibat ‘celotehan’ sekelompok khatib itu memang banyak masyarakat yang tidak takut dengan keganasan virus yang menghebohkan seluruh dunia itu, termasuk enggan memakai masker. Polisi dan tentara pun sampai harus turun tangan memaksa masyarakat agar memakai masker saat keluar rumah. Ustadz itu pun kemudian takluk ketika menyaksikan sendiri ternyata banyak orang Islam yang bisa mati terserang Covid-19. Ketika menyampaikan pesan agama dan bersentuhan dengan persoalan kekinian ternyata pengetahuan sang ustadz belum memadai.

Menyimak berbagai pengalaman yang ada tentang kondisi para penceramah kita, beberapa waktu lalu sebenarnya sudah ada upaya seleksi penceramah dengan modus sertifikasi. Hanya ustadz yang memiliki kualifikasi ilmu derajat tertentu saja yang layak berceramah/ khotbah. Agenda tersebut sebenarnya dapat dipandang sebagai upaya positif. Akan tetapi sayang, upaya itu keburu mendapat reaksi dari berbagai kalangan. Dan, yang lebih penting upaya itu tidak sukses karena keburu direspon sebagai sarat bermuatan politis. Padahal, di negara asal Islam sendiri ( negara-negara Arab) tidak semua orang boleh menyampaikan pesan-pesan agama, melainkan hanya orang yang mempunyai lisensi untuk itu. Di negara tetangga Malaysia saja konon juga tidak setiap orang boleh tampil menyampaikan pengajian umum. Tetapi, lain luar negeri memang lain Indonesia. Di Indonesia hampir setiap orang asal bisa ‘nggedebus’ dan mampu melafalkan basmalah, hamdalah, dan salawat, bebas naik podium. Dengan dalih memuliakan bulan ramadhan, di bulan suci ini pun para ustadz kaleng-kaleng itu mendapat kesempatan bermimbar ria: berorasi agama. La haula wala quwwata illa billah.

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait