Oleh:
Rudi S Kamri
Entah mulai kapan saya enggan lagi menyebut Abdullah Gymnastiar sebagai seorang ustadz atau ulama. Mungkin pada saat dia mulai bersikap tidak konsisten lagi antara ucapan dan perbuatannya. Hal itu terjadi jauh sebelum hingar bingar Pilpres 2014 lalu. Sejak saat itu dia tidak lagi menjadi referensi saya untuk ilmu keagamaan.
Keengganan saya terhadap sosok ini semakin menguat saat dia mulai secara nyata berpihak pada Pilkada DKI Jakarta 2017. Menurut saya dia salah satu orang yang memprovokasi massa sehingga aksi anti Ahok membesar dan berkobar. Saya tidak hendak membela seorang Ahok, tapi menurut saya sangat tidak elok seorang ustadz atau pemuka agama secara nyata berpihak bahkan memanasi suasana. Harusnya pemuka agama berperan untuk mendinginkan suasana, bukan “take advanted” dari suasana.
Kali ini Gymnastiar berulah lagi. Dia mengatakan betapa beruntungnya Gubernur DKI Jakarta saat ini karena begitu banyak orang yang menghujat karena kebodohannya mengantisipasi dan menangani masalah banjir di Jakarta yang begitu tidak terkendali. Kalau patokannya seberapa banyak orang yang menghujat, seharusnya Ahok jauh lebih beruntung karena demo 212 aja 7 juta orang yang menghujat, bahkan jumlah itu akan semakin berlipat kalau dihitung orang se Indonesia yang menghujat Ahok. Jauh di atas yang menghujat Anies
Kalau patokannya seperti yang dikatakan Gymnastiar, Presiden Jokowi adalah juara orang yang paling beruntung di Indonesia karena yang menghujat beliau sekitar 85 juta orang lebih atau 44,5% dari jumlah pemilih Pilpres 2019. Lalu mengapa Gymnastiar tidak mau berujar bahwa Presiden Jokowi adalah orang paling beruntung dan gugur dosa-dosanya? Jawabannya mudah: KARENA ADA KEBERPIHAKAN. Semua pasukan kadal tahu, Gymnastiar bukan pendukung Ahok atau Presiden Jokowi. Clear, kan ?
Saya tidak tahu, dalil apa yang digunakan oleh Gymnastiar. Yang jelas sangat super ngawur, super pilih-pilih dan sangat menyesatkan.
Saya akan lebih respect kalau Gymnastiar saat ini lebih obyektif dalam melihat kondisi negeri ini. Pilpres sudah selesai dan jagoannya pun sudah tunduk menjadi anak buah Presiden Jokowi. Mengapa tidak kembali berperilaku santun dan menjadi oase atau penyejuk bagi masyarakat Indonesia seperti dulu tahun 1990-an ? Apa yang kau cari, Gym?
Hmmm…. betapa sulitnya move on ya !!!
Salam SATU Indonesia
13012020