Loyang Koro Wisata Pinggiran Danau Laut Tawar Menakjubkan

  • Whatsapp
OLYMPUS DIGITAL CAMERA

Laporan : Drs H Suherman Amin

 
Asyik dan enjoi berangkat dari Bireuen menuju kota Takengon yang merupakan kota Wisata Daratan dengan posisi jalan berliku, tanjakan dan menurun yang di kala keberangkatan dari Bireuen menuju Takengon dalam rangkaian Wisata Tour Wartawan Bireuen cuaca mendung disertai hujan namun tetap menempuhnya dengan tujuan nikmati alam Takengon  Aceh Tengah yang berjarak hanya 105 kilometer arah Selatan kota Bireuen
Satu tekad dan tujuan menelusuri lingkungan dan objek wisata di kota dingin dengan mengelilingi Danau Laut Tawar yang terkenal dengan beberapa lagendanya antara lain “ Putri Pukes “, “ Ikan Depik “ dan Loyang Koro “ serta banyak lagi lainnya.
Enjoi memang, betapa tidak ! Alam yang asri, indah dan alami disertai pemandangan alam anugerah Allah yang mempesona. Ketika Andalas beserta rombongan dengan  Drs H Faizin, Raziah serta beberapa wartawan lainnya tiba di ibukota Aceh tengah yaitu Takengon langsung menuju Danau Laut Tawar.
Setibanya kami di Danau laut Tawar yang terkenal indah itu menyimpan beberapa misteri, yang barangkali kurang disentuh Pemda Aceh Tengah padahal di sana sumber pemasukan Pendapatan Anggaran Daerah ( PAD ) . Sebaik kami menelusuri Danau Laut Tawar berhenti sejenak di “ Loyang Koro “ salah satu gua yang penuh sejarah ketika Indonesia dijajah oleh bangsa asing.
“ Loyang Koro “ ( bahasa Daerah Gayo ) yang dalam bahasa Indonesia artinya “  Gua Kerbau “ . terletak persisnya dipinggiran Danau Laut Tawar sebelun Toweren . Luar biasa di sana ternyata menyimpan suatu sejarah yang seharusnya Pemda Aceh tengah perlu menuliskan untuk diketahui oleh generasi bangsa ribuan tahun mendatang.
Gua Kerbau yang dijaga dan ditata oleh keluarga masyarakat di sana secara turun menurun yakni oleh keluarga Syamsul Bahri anaknya Ali Shahak sejak tahun 1988 hingga sekarang,ternyata tak banyak perhatian Pemda Aceh Tengah.
Menurut Syamsul Bahri Gua Kerbau menembus pegunungan hingga ke Desa Isaq yang jaraknya 35 kilometer . Pada abad ke 18 digunakan masyarakat sebagai jalan penghubung antara Gua Kerbau Desa Toweren Uken dan Goa Kaming di Desa isaq sekaligus melaksanakan perdagangan.
Syamsul menyebutkan, selain itu masih dalam abad ke 18 masyarakat selalu menggunakan Gua tersebut untuk berdagang kerbau baik dari Desa Toweren ke Isaq bahkan masa penjajahan dan peperangan melawan penjajahan gua kerbau itu digunakan sebagai tempat persembunyian kaum mujahidin yang dikejar Belanda.
Pada masa itu cerita keluarga Syamsul yang menjaga Gua Kerbau secara turun temurun, aktivitas masyarakat Toweren Uken sekitarnya adalah bersawah sementara di desa Isag yang merupakan desa pengembalaan ternak. Makanya pada musim tanam di Toweren Uken dengan menggunakan transportasi melalui Gua Kerbau mengembala kerbau ke Isaq sementara warga Isag pada musim panen di Toweren mendatanginya.
Selain itu sebut Syamsulbahri, di kala itu di Aceh tengah yang berkuasa adalah Reje Linge dan untuk melakukan pencegahan pencurian kerbau yang datang bergerombolan dari berbagai daerah di kawasan Aceh, maka oleh Reje Linge melakukan perjanjian ( Mou –red ) secara Magic dengan gerombolan yang membawa kerbau melalui gua tersebut.
Isi perjanjian yang disepakati setiap kerbau yang melintas daerah “ Bur Lintang “ tepatnya kilometer 12 dalam gua menuju Isaq harus mematuhinya tidak boleh dipaksakan dan harus istirahat dan hal itu tidak boleh dilanggar dan apabila ada pelanggaran maka hewan yang dibawanya akan menjadi batu.
“ Itulah sebabnya banyak kerbau dan kambing hasil peliharaan masyarakat yang menjadi batu seperti gambaran yang terdapat di dalam Gua Kerbau ( km 12-red ) persisnya dipinggiran kolam yang terdapat di dalam gua .” Sebut Syamsul sebagaimana diceritakan kepada Andalas yang memasuki gua loyang koro ( Gua Kerbau ) namun tidakpin mencapai setengah kilometer karena sangat gelap.
         Selain itu sebut Syamsulbahri, pada awal zaman penjajahan kolonial Belanda Gua itu digunakan sebagai markas tentara Muslimin yang merupakan kelompok masyarakat dari Aceh Tengah dan Gayo serta warga Aceh di luar Gayo yang menentang kehadiran para penjajah dengan pimpinan “ Jemerah Aman Catur “ yang dikenal masyarakat hingga sekarang dengan sebutan “ Tok Rebise “ .
       Tok Robise sebut Syamsul adalah seorang Jawara yang mempunyai ilmu kedikjayaan yang mampu berjalan di gelap tanpa penerang dan mampu bertahan di dalam api bila dia dibakar. Yang paling unik lagi sebut Syamsulbahri, Tok Rebise menurut legende mampu berperang selama satu minggu tanpa makan dan minum dan iapun kebal terhadap benda tajam dan senjata api.
        “ Tok Rebise mampu bertahan senjata dan mampu berperang dalam satu minggu tanpa makan dan minum.” Sebut Syamsulbahri seraya menyebut, Tok Rebisepun ahli seluk beluk gua sehingga menemukan pula tembusan gua ke Isaq yang berjarak 35 kilometer dan tembus ke Gua Kemili dan Gua Gajah.
       Ditambahkan, pada awal abad ke-19 setelah kolonial Belanda berkuasa menjajah Indonesia dan Aceh, kelompok Tok Rebise ( Tentara Muslimin ) tidak merasa puas dan mereka membunuh Belanda secara membabi buta .
        Terkait dengan itu sebut Syamsul, Oleh Raja Ilang yang memimpin Aceh Tengah memberikan tanah kepada Tok Rebise ( Pimpinan Tentara Muslimin ) agar tidak lagi mengganggu tentara colonial Belanda dengan memberikan fasilitas tambahan dengan ternak sapi dan kerbau serta kambing berikut jabatan sebagai Panglima khusus Reje Ilang ( Raja Ilang ).
Menurut Syamsulbahri ada beberapa keunikan Loyang Koro ( Gua kerbau ) yang terletak diposisi yang strategis yang jaraknya 6 kilometer dari arah Timur kota Takengon Aceh Tengah dan sekitar 200 meter dari Hotel Renggali panaromanya sangat asri,indah dan sangat-sangat menarik yang dihiasi dengan pepohonan kayu dan batu-batuan dan luasnya berkisar 4 hektar.
        Uniknya, di dalam Gua pada kedalaman 15 kilometer, terdapat rawa-rawa dan tumbuhan rawa dalam bahasa daerah Gayo disebut “ Beldem “. Selain itu di dalam gua juga terdapat terowongan ke atas sehingga cahaya dan sinar matahari memasuki gua.
         Ditambahkan keunikan pada kedalaman 16 kilometer terdapat gambar batuan berbentuk kerbau akibat kejadian yang luar biasa setelah pemiliknya tidak mematuhi perjanjian yang telah disepakati dengan Reje Tok Rebise.
       Konon ada pengembala kerbau dan Kambingnya dari loyang koro ke Isaq dan pada kedalaman 16 kilometer di terowongan yang sempit tak mau mendengarkan perjanjian sehingga tanpa mereka duga datanglah burung Sertik sejenis kelelawar dan Cicem Uren atau Hujan ( Sejenis burung layang-layang-red ) mengjahat mereka..
        Akibat terowongan sempit dan tidak mau mengikuti perjanjian terjadilah perkelahian antara pengembala dengan burung – burung yang tidak diketahui datangnya serta datang pula pengembala dari arah berlawanan, yang akhirnya setelah terjadi pertempuran semua mereka termasuk hewan yang dibawanya menjadi batu.
        Sementara Drs Faizin yang m,enikmati indahnya alam di Takengon mengatakan, Loyang Koro sangat indah, asri dan menarik, namun sayang belum sepenuhnya dikelola Pemda Aceh Tengah padahal alam yang indah itu mampu meningkatkan Pendapat Asli daerah ( PAD ).
        “ Saya kagum kepada keluarga Syamsul Bahri anaknya Tgk Ali Shahak secara turun temurun mau peduli membenah dan menjaga gua loyang koro dengan mengandalkan bantuan dari pengunjung yang datang serta masuk ke gua dengan hanya Rp 2000 – Rp 5.000 / pengunjung.” Ingkapnya serata menyebut dirinya ke Loyang Koro dengan tujuan selain menikmati alam yang menarik,juga menggeluti situs sejarah di Aceh tengah serta menikmati alam ciptaan Allah. Itulah sekelumit lagenda  dari Aceh tengah yang tidak luput kita mengagungkan pAllah SWT sebagai Sang Pencipta.*****  
beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *