BANYUWANGI, beritalima.com – Tokoh Ormas dan LSM di Banyuwangi, Jawa Timur, sesalkan banyak masyarakat yang belum paham dengan proses hukum Budi Pego (BP). Pria bernama lengkap Heri Budiawan tersebut adalah koordinator demo berlogo palu arit yang dijatuhi hukuman 4 tahun penjara oleh Mahkamah Agung (MA).
Sebagai fakta rujukan, BP sudah berulang kali melakukan aksi demo. Namun tak sekalipun itu dipermasalahkan. Karena demonstrasi atau menyampaikan pendapat dimuka umum, adalah hak seluruh warga negara.
Sedang terkait adanya rencana aksi dukungan terhadap BP oleh kelompok yang menamakan diri TUMPAS, di Kejaksaan Negeri (Kejari) Banyuwangi, Kamis besok (27/12/2018), Lsm di Banyuwangi, mendesak Kepolisian untuk segera memproses tersangka lainnya. Yang kini masih melenggang bebas.
Menurut Ketua LSM Badan Pemantau Penyelenggara Pemerintah Republik Indonesia (BP3RI), Sugeng Setiawan SH, mengimbau masyarakat Banyuwangi untuk menghormati dan mematuhi keputusan MA.
“Tapi disini masih ada upaya hukum PK (Peninjauan Kembali),” katanya.
Hal senada juga disampaikan Ketua LSM Kodeba, Parmin S Pd. Menurutnya, sebagai warga negara yang taat hukum, menghormati dan mematuhi keputusan MA adalah wajib.
“Intinya, lalui semua prosedur hukum,” tegas Parmin.
Seperti diberitakan sebelumnya, persidangan kasus demo berlogo palu arit Pesanggaran ini sempat menjadi sorotan massa Penyelamat NKRI. Massa tersebut terdiri dari Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU), Forum Peduli Umat Indonesia (FPUI), Pemuda Pancasila (PP) dan Forum Suara Blambangan (Forsuba), selaku lembaga yang digawangi para sesepuh GP Ansor Bumi Blambangan.
Keberadaan logo palu arit dalam spanduk demo Pesanggaran, 4 April 2017, dianggap sudah bisa dijadikan bukti. Apalagi logo tersebut memang terlihat jelas dari foto serta rekaman video suasana demo yang sempat diputar didepan persidangan.
Dari situ mereka mendesak agar segala hal yang terindikasi berkaitan dengan komunis harus dihukum berat. Terlebih tentang bahaya laten komunis, Banyuwangi, memang punya sejarah kelam. 62 orang kader GP Ansor setempat telah menjadi korban kekejaman PKI pada 18 Oktober 1965 di Dusun Cemetuk, Desa Cluring, Kecamatan Cluring. (Tim)