Masyrakat: Oknum Polri & TNI Bekingi LSM Koperlink Turun Ke Lahan Tanah Sawah Garapan Kami.
MUARA BATU- Aceh Beritalima.com Berbuntut pemberitaan diberbagai media, terkait aksi penjarahan padi dilahan garapan petani, yang dikawal polisi beberapa hari yang lalu, ditanggapi oleh LSM Koperlink Lhokseumawe, dengan membantah terkait tudingan pihaknya penjarahan tersebut, hasil garapan warga Bungkaih, Kecamatan Muara Batu Kabupaten Aceh Utara, 16 November 2016.
Ketua LSM Koperlink, Junaidi didampingi sejumlah anggotanya dan rekan beserta Keuchik Paloh Mee, kepada awak media (14/11) dilokasi mengaku, keberatan terhadap pemberitaan yang menyebutkan, telah terjadi aksi pencurian padi dan sawah tersebut dalam kawalan Brimob, di kawasan desa itu pekan lalu. Dia meminta, wartawan yang sudah mempublikasi berita ini agar kembali ke sawah dan mengklarifikasi tuduhan itu kepadanya, terang Junaidi.
Menurutnya, persoalan ini terjadi akibat petani menggarap diatas lahan sawah milik Ridwan Adam. Maka, LSM Koperlink selaku penerima kuasa khusus dari pemilik yang sah diarea sengketa seluas 3Ha ini, dibuktikan dengan Sertifikat yang dikeluarkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) atas nama klien kami,”Petani menggarap di sawah orang, sudah pernah dilarang tapi ngotot dan melanggar UUD 45. Wajar jika hasil panen itu kami ambil sebagai kuasa khusus Ridwan,” kelitnya.
Junaidi mengaku, “pihak LSM Koperlink berwewenang mengambil apapun isi lahan sawah garapan tersebut”, karena alasannya demi keamanan. Dalam proses itu kami berhak minta pengamanan dari aparat kepolisian maupun TNI, agar tidak dihalangi oleh warga dan para provokator. Menyangkut sisa hasil panen yang belum diambil, pihak kami yang paling berhak memanen, tegas Junaidi.
Sementara Keuchik Paloh Mee, Syaifuddin S.Sos kepada awak media (14/11). Saya menyatakan pernyataan, terkait, “keberatan atas tudingan oleh oknum masyarakat Bungkaih dalam pemberitaan di berbagai media massa pekan lalu, tentang tudingan warga desanya dutuduh pencuri padi yang dikawal Brimob bersenjata lengkap, itu salah. Yang benar, ”Masyarakat kami cuma sekedar bekerja mencari rezeki, sehari mereka dibayar upah oleh LSM Koperlink mencapai Rp 50 ribu per orang, itu saja. Jadi tidak benar kami dituduh mencuri padi dan dikawal polisi,” sangkal Saifuddin.
Berdasarkan informasi yang dihimpun sejumlah media dari masyarakat melalui Asnawi (61) sebagai Keujreun Blang Bungkaih menerangkan, persoalan sengketa lahan sawah garapan tersebut, sudah berlangsung sejak puluhan tahun. Bahkan, proses hukum mulai tingkat Pengadilan Negeri (PN), Pengadilan Tinggi hingga ke Mahkamah Agung, dilaporkan telah mendapat keputusan tetap. Sehingga, petani penggarap berhak bercocok tanam di atas lahan tersebut yang mereka buka dengan susah payah, sejak tahun 1988 silam, ungkapnya.
Asnawi menambahkan, namun beberapa tahun kemudian masalah pengelolaan tanah negara itu menjadi sengketa. Akibat masyarakat bernama Adam Ahmad mengklaim selaku pemilik seluruh lahan tersebut, lalu persengketaan itu berakhir di tingkat kasasi Mahkamah Agung (MA) RI, melalui putusan Reg.No. 3580 K/Pdt./2000. Hakim yang menangani perkara itu, memutuskan tanah sengketa tetap berhak digarap oleh petani, serta menolak semua gugatan Adam Ahmad cs.
Kemudian, setelah penggugat itu meninggal dunia, anaknya lantas kembali memperkeruh suasana, serta berambisi merebut kembali seluruhnya 15Ha lahan garapan petani Bungkaih tersebut. Meski beberapa kali upaya paksa telah dilakukan, namun Ridwan Adam selalu gagal menguasai lahan sawah tersebut. Kini, dengan difasilitasi oleh LSM Koperlink, mereka kembali beraksi kelahan sawah garapan petani saat tiba musim panen serentak 2016, urai Asnawi.
Puluhan ton padi petani dipanen paksa oleh LSM ini, dengan menggandeng aparat keamanan, ”Awalnya aksi terhadap padi, dikawal oleh Brimob bersenjata lars panjang, serta polisi dari Polsek Muara Batu dan Polres Lhokseumawe. Kami dilarang mengambil padi, karena alasan lahannya bukan milik petani penggarap tapi punya Ridwan Adam,” tutup Asnawi, Keujreun Blang Bungkaih itu.
Hal senada juga dikemukakan oleh Andali Thayeb (61) warga Bungkah, Kecamatan Muara Batu kepada awak media menjelaskan, Diawal pembukaan lahan sawah yang dipersengketakan itu 28 tahun lalu, dirinya merupakan mantan Keujreun Blang Bungkah, “saya tau sejarah, karena lokasi ini menjadi sarang hama tikus yang menggangu usaha pertanian warga,” akhirnya Camat Muara Batu kala itu dijabat oleh T Syarifuddin, meminta masyarakat agar membersihkan kubangan rawa-rawa raksasa itu. Untuk dijadikan areal produktif persawahan garapan warga Bungkaih, sehingga selain mengatasi persoalan hama tikus, juga bisa menjadi sumber mata pencaharian masyarakat sekitar, jelas Andali.
“Puluhan warga Bungkaih, saat itu diminta membersihkan rawa-rawa yang jadi sarang tikus, karena jumlah hama sangat banyak sekali dan tidak pernah berhasil dibasmi, sehingga Pak camat ketika itu sangat peduli kepada masyarakatnya, supaya bertambah sawah garapan. “Hampir sebulan kami gotong-royong membersihkan lokasi yang penuh kotoran dan berbagai binatang di sana, hingga berubah jadi sawah garapan,” jelasnya.
Andali mengisahkan, mengapa harus warga Bungkah yang diberi peluang menggarap. Karena kala itu warga Paloh Mee hanya beberapa KK saja dan sibuk mengurus sawah sendiri, akhirnya masyarakat Bungkah berduyun-duyun turun membuka lahan sawah. Tetapi beberapa tahun kemudian, timbul persoalan yang dipicu klaim Adam Ahmad selaku pemilik sah lokasi yang sudah dibersihkan itu. Persoalan itu terus melebar dan meluas, diawali dari intervensi melalui oknum TNI non organik saat masa penerapan DOM di Aceh, hingga proses hukum yang berlanjut ke MA RI.
Ironisnya, persoalan sengketa itu terus berlangsung dan cenderung ikut melibatkan alat negara, baik TNI maupun Polri untuk mengintervensi para petani miskin ini. Termasuk, peristiwa terakhir yang berujung penjarahan hasil panen padi serentak, berdalih sebagai pemilik sah dengan bukti Sertifikat dari BPN Aceh Utara. Sehingga, beberapa Brimob berseragam tempur dan lengkap senjata lars panjang turut campur tangan, dalam upaya menghambat petani penggarap melakukan panen serentak itu.
Bahkan, polisi juga mengawal upaya LSM Koperlink dengan memanfaatkan warga Paloh Mee dengan bayaran upah harian, sehingga hasil panen padi sukses dibawa mereka. Mirisnya, masyarakat miskin ini kehilangan harapan, apalagi untuk menghidupi keluarga mereka, hingga beberapa bulan ke depan, akibat isi sawahnya ludes, dibawa kelompok yang dibekingi oknum aparat keamanan tersebut.
“Jika benar alasannya sengketa lahan, mengapa mereka mengincar panen kami. Ini jelas-jelas aksi pelanggaran HAM, ironisnya perbuatan tidak manusiawi itu dilindungi oleh alat negara,” sambung salah seorang petani, dengan ketakutan, karena mengaku takut jadi sasaran kemarahan oknum kepolisian, selamaini.
Tidak hanya sampai di situ, sekarang pihak LSM Koperlink, kembali memasangi pagar kawat berduri, mengelilingi 3 Ha tahap awal dari keseluruhan 15 Ha areal persawahan garapan tersebut. Siapapun yang bekerja di kawasan itu, sejak tadi pagi Rabu (16/11) mulai diwajibkan mengenakan kartu pengenal (Badge) dari Koperlink,”Semua petani di area ini harus memakai badge agar boleh masuk ke lokasi sawah, masih ada sisa padi petani yang belum habis dipanen, terus dikuras oleh orang-orang suruhan yang dibayar LSM Koperlink. Mereka juga mengincar sawah Pak Nawi Keujreun Blang, tapi alhamdulillah kami tadi pagi berhasil mencegah upaya itu, lalu membantu pemilik lahan untuk terus memanen sendiri hingga tuntas,” ungkap sumber tersebut kepada awak media, melalui via selulernya. (Abdullah Peudada)