Tebingtinggi, beritalima.com | Kegaduhan para pedagang di pasar kain Jl.MT.Haryono T.Tinggi menambah sederetan panjang ketidak beresan kinerja Dinas Perdagangan Kota T.Tinggi, belum tuntas permasalahan penyelidikan di Kejaksaan Tinggi (Kejati SU) sebagimana Surat Perintah Penyelidikan (Sprindilik) bernomor.Print-10/N.2/Fd.1/02/2018,tanggal 20 Februari 2018 dugaan tindak pidana korupsi pembangunan gedung pasar induk yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus ( DAK ) TA.2017 hingga berpotenai Total lost, muncul lagi masalah relokasi pasar induk Jl.AMD.kecamatan Bajenis bersamaan relokasi pasar kain Jl.MT.Haryono yang menghabiskan anggaran negara sebesar Ro.100.000.000 sebagaimana termaktub dalam Perda T.Tinggi nomor.3 Tahun 2018 tentang APBD TA.2019 kode rekening 3.06.3.06.01.18.34.5.2.2 demikian Relasenya Ratama saragih walikota Non budgeter LSM Lira T.Tinggi kepada awak media Rabu (28/10/2020).
Lanjutnya, ada lagi temuan kerugian negara yakni kekurangan volume pekerjaan sebesar Rp.100.154.124,25 yang masih meninggalkan sisa kerugian negara sebesar Rp.50.154.12425 sebagaimana dijelaskan dalam LHP BPK nomor.43.C/LHP/XVIII,MDN/04/2020, tanggal 23 April 2020, kemudian Pemasangan Token listrik di pasar kain Jl.MT.Haryono tidak dilaksanakan sesuai SPK sekalipun kerugian negara sudah dikembalikan sebesar Rp.21.780.240,00 namun tidak menghapus unsur perbuatan melawan hukumnya sebagaimana di atur dalam pasal 4 Undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Penggemar menulis ini dengan nada kesal mengatakan, kegaduhan, kekisruhan pedagang pasar kain Jl.MT.Haryono T.Tinggi semakin menambah preseden buruk akan motto kota T.Tinggi, yakni kota Jasa dan Kota Perdagangan, bagaimana mungkin kota T.Tinggi dijadikan pusat kota perdagangan jika disana sini bermunculan permasalahan demi permasalahan.
Menurutnya unit Pelaksana Teknis ( UPTD) Pasar Disperindag T.Tinggi sebagai pengemban Undang-undang dan regulasi lainnya belum berhasil melakukan tugasnya dengan baik, bahkan menui perkara baru, sesama pedagang saling melakukan intrik bahkan membuat laporan polisi yang tidak jelas unsur perbuatan melawan hukumnya sehingga permasalahan pasar kain ini menjadi komoditas media, baik online maupun cetak untuk dijadikan alat oleh pihak-pihak yang bersentimen dan punya kepentingan tertentu walaupun ada kode etik jurnalistik, cek and recek, klarifikasi bahkan legal opinion.
Aparat Penagak Hukum ( APH ) baik kepolisian maupun kejaksaan .Tinggi harus bersikap profesional dan proporsional dalam menangani kasus di pasar kain Jl.MT.Haryono T.Tinggi, sebab jika tidak hati-hati maka bisa menimbulkan persoalan baru lagi yang lebih besar.
Permasalahan di pasar kain sebenarnya bisa diselesaikaan berdasarkan unsur perbuatan melawan hukumnya, apakah pidana, perdata dan administrsi.
“Hukum kita berdasarkan asas legalitas (nulla poena)” sebagaiamana diatur dalam pasal 1 ayat (1) KUHPidana yakni “tiada kejahatan/delik, tiada pidana, kecuali jika sudah ada undang-undang sebelumnya yang mengancam dengan pidana untuk tujuan “Menegakkan kepastian hukum dan Mencegah kesewenang-wenangan penguasa, tutupnya. (red)