MAGETAN, beritalima.com- Lembaga Swadaya Masyarkat (LSM) Pelopor Anti Korupsi se-Eks Karesidenan Madiun (Pakem), akan membawa ke ranah hukum dugaan penyimpangan program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) di Magetan, Jawa Timur.
Menurut investigator LSM Pakem, Sahebuddin, opsi melapor ke penegak hukum akan dilakukan karena dalam program ini banyak masyarakat penerima bantuan yang dirugikan.
“Kasihan masyarakat. Soalnya ada masyarakat yamg bilang, lebih baik menerima bantuan berupa ternak, daripada menerima BSPS yang membuat pusing,” kata Sahebuddin, kepada wartawan, Jumat 6 Oktober 2017.
Ketika dikonfirmasi kemana akan melapor, menurutnya, ada dua alternatif. Yakni kejaksaan atau kepolisian. “Itu kita pikirkan nanti. Kita menyusun resumenya dan menyiapkan bukti-bukti dulu. Yang jelas kalau tidak ke kejaksaan ya ke kepolisian,” terangnya.
Diberitakan sebelumnya, program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) untuk beberapa warga di wilayah Kecamatan Parang, Kabupaten Magetan, Jawa Timur yang didanai Kementrian PUPR Tahun Anggaran 2017, diduga ada penyimpangan.
Menurut investigator LSM Pelopor Anti Korupsi se-Eks Karesidenan Madiun (Pakem), Sahebuddin, bukan hanya masalah dugaan tidak sesuai spesifikasi. Tapi masyarakat sebagai penerima bantuan diwajibkan mempunyai biaya tambahan untuk rumah tangga tidak layak huni (RTLH) apabila perlu penambahan.
“Ada empat desa yang masyarakatnya mendapat BSPS. Yakni Desa Pragak, Mategal, Nglopang dan Sayutan, Kecamatan Parang. Jumlah bantuan yang diterima berupa uang dan ditransfer langsung ke rekening penerima bantuan untuk belanja material sesuai kebutuhan dan sesuai pengajuan. Tapi penerima bantuan tidak tahu wujud uangnya dan tidak belanja sendiri,” kata Sahebuddin.
Bantuan melalui kelompok ini, belanja materialnya didampingi fasilitator yang ditunjuk oleh pemerintah provinsi. Sedangkan mekanisme penunjukkan harus sesuai petunjuk teknis yang tertuang dalam Permen PUPR Nomor 13 tahun 2016.
“Tapi ironisnya, dalam pelaksanaan banyak sekali petunjuk teknis yang tidak dilaksanakan. Sebagai contoh, salah satu ketua kelompok penerima bantuan di Dusun Puhrancang, Desa Pragak, Kecamatan Parang, tidak tahu menahu tentang penunjukkan toko untuk belanja mateial. Bahkan anggota satu kelompok yang diketuai oleh Samiran ini juga tidak tahu tentang toko yang akan menyuplai matrial. Mereka hanya diberitahu oleh fasilitator yang bernama Prapto, bahwa material nanti akan dikirim dari toko yang berada di Desa Krajan,” tambahnya.
Salah satu penerima bantuan, Samiran, dalam teknisnya menerima bantuan sebesar Rp.10 juta. Tapi nilai barang yang dibelanjakan, jika ditotal hanya sekitar Rp.8,3 juta.
“Ketika saya klarifikasi, ternyata nilai barang hanya Rp.8,3 juta dari yang seharusnya Rp.10 juta. Berarti ada indikasi markup harga,” terang aktivis LSM yang biasa dipanggil, Udin.
Program BSPS yang ada di Desa Sayutan, Kecamatan Parang, paparnya, justru ada yang dikeluhkan warga. Karena justru membuat warga penerima menjadi susah. Bahkan untuk membuat rumah mereka agar bisa ditinggali, harus menjual sebagian luas tanahnya untuk dana tambahan.
“Yang aneh lagi, ada warga penerima bantuan tidak minta genteng, tapi dikirim genteng. Akhirnya genteng itu juga tidak dipasang. Karena warga memang tidak mengajukan,” tambahnya.
Yang lebih aneh lagi, ada indikasi perubahan RAB pada 11 rumah karena tidak sesuai dengan pengajuan kelompok penerima bantuan. “Ada ketua penerima bantuan bernama Arifin, mengatakan kepada saya jika dengan adanya bantuan ini, justru membuat pusing,” pungkasnya. (Rohman/editor: Dibyo).