Luar Biasa ! Jatim Punya 184 Rumah Restorative Justice, Gubernur Khofifah : Hati Nurani Jadi Dasar Penegakkan Hukum

  • Whatsapp

SURABAYA, beritalima.com – Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa berharap keberadaan ratusan Rumah Restorative Justice di Provinsi Jawa Timur dapat membawa manfaat dan kepastian hukum untuk semua pihak dengan mengedepankan hati nurani.

Hal tersebut disampaikan Khofifah usai memberikan Anugerah Tanda Kehormatan Jer Basuki Mawa Beya Emas pada Kajati Jatim Mia Amiati, Kamis (30/6) di Aula Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya.

Penganugerahan tanda kehormatan tersebut diberikan langsung oleh Gubernur Khofifah saat peresmian Rumah Restorative Justice di FH UNAIR Surabaya yaitu ‘Omah Rembug Adhyaksa’, di Aula Pancasila Kampus B Fakultas Hukum Unair Surabaya.

Mia dinilai sangat gencar dalam mendirikan Rumah Restorative Justice (RJ). Kurang dalam setahun kepemimpinannya, sebanyak 184 Rumah RJ telah berdiri di seluruh wilayah Jawa Timur.

“Jumlah Rumah RJ di Jatim adalah yang terbanyak di Indonesia. Ini sangat luar biasa ditengah upaya menggunakan hati nurani sebagai dasar pertimbangan dalam setiap proses penuntutan hukum serta keadilan hukum,” ujarnya.

Khofifah menyebut keberadaan Rumah RJ dapat memenuhi harapan masyarakat untuk menjangkau rasa keadilan yang lebih kuat, dekat, murah dan cepat.

“Omah Rembug Adhiyaksa ini menjadi bagian penting, dan sangat memungkinkan bukan hanya bagi yang sedang mengalami masalah hukum , namun juga dapat dijadikan sebagai rujukan masyarakat untuk melakukan konsultasi hukum,” kata Khofifah.

Sebagai informasi, Kejaksaan Agung membentuk Rumah Restorative Justice di seluruh kejaksaan tinggi dan Kejaksaan Negeri di Indonesia, sebagai lembaga yang dapat menyelesaikan perkara secara cepat, sederhana, dan biaya ringan. Berdasarkan Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020, Restorative Justice hanya untuk perkara yang ancaman pidananya di bawah lima tahun.

Dengan adanya fasilitas tersebut, diharapkan pula dapat menciptakan keharmonisan dan kedamaian dalam masyarakat. Melalui pendekatan RJ, dimungkinkan pula penyelesaian beberapa perkara pelanggaran hukum (pidana umum ringan) dapat dilakukan tanpa harus sampai ke pengadilan.

Lebih lanjut Khofifah berharap beberapa kasus yang dapat menjadi konsultasi masyarakat antara lain terkait kasus tanah, keluarga, waris dan lain sebagainya.

Terlebih, Ketua Umum IKA Unair tersebut mengaku merasa bangga lantaran adanya Rumah RJ dapat memberikan harapan baru bagi masyarakat, terutama yang tersangkut kasus hukum di beberapa kategorisasi,. Tentu dengan beberapa kualifikasi misalnya tidak ada mensrea (mental dari niat seseorang untuk melakukan kejahatan).

Pada kesempatan tersebut, Gubernur Khofifah juga mengapresiasi Fakultas Hukum Unair yang juga terus menorehkan prestasi sebagai fakultas hukum terbaik di Indonesia.

“Di dalam proses perjalanan pengabdian, dan hari ini di Indonesia, Jawa Timur dan Surabaya kita merasa bahagia karena Unair khususnya Fakultas Hukum memberikan prestasi pada posisi academic achivement tertinggi diantara fakultas hukum di Indoenesia lain. Semoga terus berkibar dan memberikan manfaat lebih besar lagi,” harap Khofifah.

Usai mendapatkan Penghargaan Jer Basuki Mawa Beya Emas, Kajati Jatim menyampaikan, Rumah RJ menyampaikan apresiasinya atas kerjasama untuk mendukung fasilitas yang telah dilakukan bersama dengan Fakultas Hukum (FH) Universitas Airlangga Surabaya.

“Omah Rembug Adhiyaksa ini didirikan untuk mengubah wajah keadilan hukum bagi semua masyarakat. Komitmen ini menjadi nyata dalam regulasi yang telah dikeluarkan oleh Kejaksaan Agung,” ujar Kajati Jatim.

Mia mencontohkan, adanya Rumah RJ ini dilatarbelakangi oleh peristiwa pidana yang sempat viral beberapa waktu lalu yakni Nenek Minah yang mencuri 3 buah Cacao dan seorang Kakek yang mencuri getah karet senilai Rp. 17.000,-.

“Ini kesempatan emas bagi mahasiswa hukum untuk melihat Rumah RJ yang memfasilitasi pencari keadilan yang menegakkan hukum menggunakan hati nurani. Namun betul-betul akan diliat keperutukan yang sama di mata hukum. Tidak menggunakan hak penuntutan, namun berdasakan hati nurani dan bisa diterapkan pada rakyat yang membutuhkan,” terang Mia.

“Sesuai dengan sila ke 2 Pancasila, ada mufakat dan mengupayakan yang terbaik untuk masyarakat Indonesia,” tutupnya.
(red)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait