SURABAYA, Beritalima.com | Didik Farkhan Alisyahdi, Koordinator pada Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen Kejagung RI atau mantan Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur meluncurkan sebuah buku berjudul “Jaksa Vs Mafia Aset”. Jaksa berprestasi yang biasa disapa Kang DF ini lalu “bedah buku” ke Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini di ruang kerja Wali Kota Surabaya, Selasa (27/8/2019).
Seusai bertemu Wali Kota Risma, Didik menjelaskan bahwa inti buku ini adalah menceritakan perjuangan panjang dalam merebut atau mengembalikan aset-aset negara. Ia mengaku langsung bertemu Wali Kota Risma karena 90 persen aset yang diselamatkan itu berlokasi di Kota Surabaya, hanya ada satu atau dua di Malang.
“Jadi kalau saya serahkan ke Bu Wali ini, misalnya ada kepala daerah lain atau pihak lain yang ingin belajar mengembalikan aset, cukup membaca buku ini insyallah langsung bisa semuanya.
Ini perjuangan mulai A sampai Z. Ini yang diperjuangkan oleh Bu Wali dan kebetulan kami yang membantu mengembalikan asetnya. Ada semuanya di sini, lengkap. Bahasanya juga sama seperti teman-teman (bahasa wartawan),” kata Didik.
Menurut Didik, semangat penulisan buku ini adalah ingin menular gerakan penyelamatan aset negara kepada semuanya. Makanya, dia juga sempat mengundang kepala daerah se Jawa Timur dan juga Gubernur Jawa Timur beberapa waktu lalu di Kejati Jatim. “Bu Wali juga hadir waktu itu. Ini supaya virus-virus ngotot untuk mengembalikan aset itu menular,” ujarnya.
Setelah membuat gerakan penyelamatan aset itu, kemudian mantan Kejari Surabaya itu juga kepikiran untuk menuliskan dalam sebuah buku. Dengan dibukukan itu, lalu sejarahnya ada dan cara-cara serta trik-trik yang harus dilakukan juga ada. “Apa yang harus kita lakukan untuk penyelamatan aset itu, ini ada semuanya di sini,” tegasnya.
Ia mengaku buku ini ditulis intensif selama sebulan. Sedangkan isinya adalah 13-14 kasus yang pernah ditanganinya, terutama di Kota Surabaya. Diantaranya adalah aset YKP, Kenari, Gelora Pancasila, Upajiwa, Wonoayu dan juga aset di Kebraon. Selain itu, ada pula aset yang ada di Malang yang juga pernah dia selamatkan. “Saya sudah cetak sebanyak 2 ribu eksemplar. Ini juga sekalian bedah buku ke Bu Wali,” ujarnya sambil tersenyum.
Didik juga menjelaskan bahwa kunci utama dalam penyelamatan aset negara itu adalah pemilik atau pelapornya harus militan dan juga harus ngotot. Ia mencontohkan Wali Kota Risma yang selalu ngotot untuk merebut kembali asetnya. “Kalau pemiliknya diam saja, ya tidak akan selesai. Itu tanggung jawabya bukan hanya penegak hukum, tapi juga pemilik atau pelapornya,” kata dia.
Bahkan, ia juga mengakui bahwa Wali Kota Risma ini kepala daerah yang melapor sendiri asetnya yang nyaris hilang. Padahal, jarang sekali ada kepala daerah yang melaporkan asetnya sendiri, karena biasanya Kabag hukumnya. “Nah, kalau Bu Risma ini datang sendiri melaporkan. Dia paparkan sendiri satu-satu asetnya yang terancam hilang,” kata dia.
Di samping itu, ia juga mengakui bahwa selain penegakan hukumnya, pihak kejaksaan juga sangat perlu pasokan data, mulai dari sejarahnya, dokumen-dokumennya dari aset itu. Jika tidak dipasok data-data yang orisinil, maka pihak jaksa juga akan kesulitan untuk menyelidikinya. “Inilah yang saya sebut tadi pemiliik aset itu harus militan dan ngotot, karena pasti ada yang mempengaruhi ibu itu. Kalau tidak ngotot akan hilang,” tegasnya.
Sementara itu, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini menyampaikan terimakasih banyak kepada Didik Farkhan yang telah konsisten dalam membantu mengembalikan aset Pemkot Surabaya. Bahkan, ia konsisten mulai menjabat sebagai Kejari Surabaya dan terus berlanjut hingga menjabat sebagai Aspidsus Kejati Jatim.
“Alhamdulillah banyak aset pemkot yang kembali. Ini sebetulnya Pak Didik menyampaikan kepala daerah bisa nyontoh karena seperti saya dulu kan tidak tahu, tapi dengan dilakukan penyelidikan, lalu akan runtut cara berpikirnya. Oh cara data yang ini, cari data yang ini,” kata dia.
Akhirnya, pada saat itu seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Pemkot Surabaya bergerak semuanya untuk mengumpulkan data-datanya. Dengan supporting data itu, lalu kejaksaan itu bisa melakukan penyelidikan lebih mudah. “Pak Didik ini kan memang penulis. Beliau ini menulis, saya gak ngerti. Beliau ini menuliskan apa adanya proses yang terjadi,” pungkasnya.