SUMBAWA BARAT – beritalima.com, Perjuangan Lusy alias Kwan Kok Ing dan Atun Yunadi, pemilik toko Harapan Baru, jalan Kartini Sumbawa Barat, belumlah selesai.
Korban kepailitan Bank Rakyat Indonesia (BRI) Sumbawa Barat itu terus terus berjuang merebut kembali asetnya, meski sejak Kamis 23 Nopember 2017 bangunan tokonya disita dan disegel oleh Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, berdasarkan keputusan Hakim Niaga Pengadilan Negeri Surabaya No 35/Pailit/2012/PN.Niaga.SBY, Tanggal 23 Januari 2013.
Kepada beritalima.com, Lussy menceritakan, pada akhir bulan Nopember 2018, dirinya sudah dua kali menggelar unjuk rasa dengan membawa masa, spanduk, poster dan menyuarakan agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turun tangan mengawasi dan mengaudit laporan keuangan di Bank Plat Merah itu.
Dikatakan Lusy, gelombang unjuk rasa itu dia lakukan sebagai bentuk kekesalan, sebab BRI Cabang Sumbawa Barat tak juga kunjung muncul memberikan penjelasan, kenapa berani mempailitkan toko Harapan Baru,? kenapa jumlah hutang tokonya berubah-rubah,? kenapa kurator tunjukan BRI yakni Najib Gysmar berani mengancam memiskinkan dirinya,? kenapa barang dagangan yang ada dalam toko Harapan Baru dibiarkan dijarah maling,? dan kenapa setiap pencuri yang berhasil ditangkap tidak pernah di proses hukum lebih lanjut,?
Keberanian Lusy menggelar unjuk rasa tersebut bukannya tanpa alasan, sebab sebelumnya Lusy dan Atun Yunadi, suamainya berhasil memenangkan gugatan perlawanannya melawan kurator Najib Gysmar yang telah melakukan kesalahan penyitaan pada putusan pailit tersebut di Pengadilan Niaga Surabaya.
“Kami sudah dua kali berunujuk rasa. Kami hanya butuh ketegasan dari kepala cabang BRI Sumbawa Barat, kenapa toko Harapan Baru dipailitkan,? dan kenapa jumlah hutangnya berubah-rubah, kami membutuhkan ketegasan ,? Kami cuma minta berapa hutang kami sebenarnya,? Kenapa kurator BRI sangat sombong. Harta benda kami nilainya masih berlipat kali lebih banyak dibandingkan hutang kami yang ada di BRI,” ujar Lusy alias Kwan Kok Ing, pemilik toko Harapan Baru melalui sambungan Whatsapp (WA) pada Senin (7/1/2019).
Masih kata Lusy, sampai kini, polemik kepailitan toko Harapan Baru, BRI Sumbawa Barat, Pengadilan Niaga Surabaya serta kurator Najib Gysmar belum juga tuntas, kemdati sempat beberapa kali dilakukan perundingan.
“Pertama, saya ditawarkan untuk membayar hutang sebesar Rp 9 milyar lebih. Itupun hutang ini dibayar setelah ada pelelangan asset yang disita. Waktu itu saya menolak karena hutang di BRI menurut perhitungan hanya Rp 5,1 milyar,” kata Lusy.
Setelah beberapa lama, Lusy kembali datang. Kali ini hutangnya dinaikkan menjadi Rp 17 milyar. Hanya dalam hitungan menit, hutang diturunkan menjadi Rp 15 Milyar. Karena jumlah hutang versi bank yang semakin tidak jelas, Lusy pulang.
“Bank BNI pernah menemui.saya dan bersedia melakukan take over hutang di Bank BRI. Tapi BNI didampingi legalnya meminta agar saya melunasi hutangnya di BRI Sumbawa Barat Rp 13 Milyar. Saya pun menolak karena hutang di BNI memiliki bunga yang tinggi. Pihak BNI lantas menurunkan jumlah hutang menjadi Rp 11 Milyar, lalu turun lagi Rp 9 Milyar. Tak berselang lama informasi dari Hakim Pengawas Pengadilan Niaga Surabaya menyatakan bahwa hutang yang harus saya bayar Rp 8,3 Milyar. Selanjutnya informasi dari pengacara saya, bahwa Bank telah menurunkan hutang saya menjadi 7,3 milyar,” tutur Lusy.
“Ini aneh, mana ada hutang piutang turun terus, saya datang ke BRI dengan menggelar aksi demo ini ingin mengetahui secara jelas berapa hutangnya yang sebenarnya. Tentunya dengan cara mencocokkan data-data yang ada, terlebih dulu. Juga melaporkan dugaan pencurian barang-barang pribadi miliknya yang tersimpan di Toko Harapan Baru yang disegel Bank BRI melalui Kurator,” tambah Lusy.
“Dan sekarang, orang kepercayaan kurator najib yang dikasih kunci toko Harapan Bari telah meninggal dunia pada hari Senen tanggal 7 Januari 2029 jam 02.00 malam,” tutup Lusy.
Berdasarkan data yang dihimpun, menanggapi polemik itu, pihak BRI Sumbawa Baray menyatakan persoalan asset toko milik Lusy ini sudah tidak ada kaitannya dengan BRI sejak dinyatakan pailit berdasarkan penetapan majelis hakim Pengadilan Niaga pada PN Surabaya. BRI pun mempersilahkan Lusy untuk menyampaikan keberatan itu kepada Kurator Najib Gysmar. Jika tidak puas dapat menempuh upaya hukum.
Namun penjelasan BRI ini langsung disemprot Lusy. Menurutnya BRI tidak konsisten. Di satu sisi menyatakan sudah tidak ada kaitan dengan BRI tapi di sisi lain mereka terlibat dalam proses penyegelan asset, bahkan Pimpinan BRI Sumbawa sendiri yang turun tangan menghitung uang di laci kasir toko yang kebetulan dijaga oleh Atun Yunadi, suami Lusy. (Han)