JAKARTA, beritalima.com– Ketua Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia, Hatta Ali, memerintahkan Dirjen Badan Peradilan Umum (Badilum), Prim Haryadi, untuk mencabut Surat Edaran (SE) Nomor 2 Tahun 2020 perihal mengatur pengunjung yang akan memotret atau mengambil foto, video dan merekam persidangan harus seizin Ketua Pengadilan Negeri setempat.
“Ketua MA telah memerintahkan kepada Dirjen Badilum untuk menarik SE tersebut,” kata jubir MA, Andi Samsan Nganro, 28 Pebruari 2020.
Pencabutan ini merespon aspirasi masyarakat yang mengeluhkan ‘larangan’ bagi masyarakat termasuk wartawan, mengambil gambar.
Aturan tersebut dinilai tidak selaras dengan semangat keterbukaan peradilan.
“Karena hal itu telah diatur dalam KUHAP dan PP Nomor 27/ 1983 serta dalam Keputusan Menteri Kehakiman RI tahun 1983,” terang Andi, yang juga Ketua Muda MA bidang Pengawasan
Salah satu desakan pencabutan dilontaskna PBHI. Lembaga ini menilai terdapat pelanggaran terhadap hak asasi manusia serta prinsip dasar dalam peradilan akibat terbitnya SE Dirjen Badilum 2/2020. Diantaranya bertentangan dengan konstitusi UUD 1945, serta Instrumen Hak Asasi Manusia, Deklarasi Universal HAM, Kovenan Hak Sipil dan Politik serta UU Nomor 12 Tahun 2005.
Menurut ketua PBHI Pusat, Totok, hak atas peradilan yang adil dan jujur, merupakan jenis hak sipil dan politik yang bersifat negatif (negative rights), di mana pemenuhan, penghormatan dan perlindungannya semakin baik jika negara tidak melakukan intervensi (termasuk pelanggaran).
“Singkatnya, semakin kecil intervensi (pelanggaran, pembatasan, peran) negara dalam pengaturan hak ini, maka semakin baik tugas negara,” ujar Ketua PBHI Pusat, Totok. (Red).