Mahasiswa Sastra Indonesia UNAIR Pentaskan Lakon ‘Gundik’ Ontosoroh

  • Whatsapp
Adegan pentas drama fakultas sastra Indonesia universitas Airlangga

SURABAYA, beritalima.com|
Pengujung tahun 2019 menjadi tahun ke-15 pementasan Dramaturgi oleh mahasiswa Program Studi (prodi) Bahasa dan Sastra Indonesia (Sasindo) Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Airlangga (UNAIR). Dramaturgi merupakan mata kuliah wajib kompetensi khusus Berkarya Sastra pada jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia UNAIR.

Berbeda dengan tahun sebelumnya, kali ini Damaturgi mementaskan naskah “Hikayat Perlawanan Sanikem: Nyai Ontosoroh” yang ditulis Faiza Mardzoeki dari adaptasi novel Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer. Pementasan Dramaturgi berlangsung Jum’at malam (20/12.2019) di Gedung Kesenian Cak Durasim, Surabaya.

Sejak pertama kali dipentaskan pada tahun 2004, Dramaturgi selalu menyajikan lakon yang berbeda dan mengangkat isu-isu yang aktual. Sama halnya dengan naskah Dramaturgi tahun ini, isinya berhubungan dengan isu-isu terbaru, seperti tentang gundik, nyai, dan efek kasus Garuda yang sedang ramai di sosial media.

Puji Karyanto, S.S., M.Hum, dosen pengampu mata kuliah Dramaturgi mengungkapkan, meski Dramaturgi tercatat sebanyak 3 Sistem Kredit Semester (SKS), namun pada praktiknya seperti 10 SKS. Dalam seminggu, mahasiswa yang memprogram mata kuliah ini bisa latihan selama empat kali untuk memastikan kematangan masing-masing jobdesk.
“Dramaturgi hadir sebagai ruang untuk melatih kompetensi khusus mahasiswa Sasindo dalam berkarya sastra. Selain itu mahasiswa juga memperoleh pengalaman produksi, manajemen, dan kerja sama tim, hingga belajar saling mengerti satu sama lain,” ujar dosen yang juga menjabat sebagai Wakil Dekan I FIB UNAIR itu.

Pesan yang disampaikan dalam lakon “Hikayat Perlawanan Sanikem: Nyai Ontosoroh” ialah semua orang bisa melawan dan jangan berdiam diri ketika di injak-injak. Tidak ada seorangpun yang lebih mengerti kecuali diri sendiri.

Hadirnya pementasan Dramaturgi menjadi salah satu bentuk resistensi budaya teater di era disrupsi revolusi idustri 4.0 saat ini. Maka dengan adanya pentas tersebut, sekaligus mengajak warga Surabaya dan masyarakat urban untuk turut hadir mengapresiasi serta memahami makna pementasan karya sastra.

Dramaturgi XV mengajarkan bahwa nilai seseorang tidak terletak pada tanda yang disematkan orang lain atas dirinya. Namun, bagaimana orang itu mau memaksimalkan potensi diri serta berkontribusi untuk fighting spirit terhadap dirinya sendiri.

Seperti tokoh Nyai Ontosoroh. Meskipun seorang gundik, ia mampu menjadi Nyai yang luar biasa berkat kontribusinya. Terlihat dari kekuatan ekonomi keluarga Mellema yang sekitar 80 persen berada di tangan Nyai yang ‘hanya’ seorang gundik.
“Semua orang berhak membela harga dirinya, orang boleh tau siapa kamu. Tapi yang lebih tau terhadap dirimu hanya kamu sendiri. Pesan-pesan seperti itulah yang ingin disampaikan dalam pementasan dramaturgi ke-15 tahun ini,” tegas Puji Karyanto.

Hadirnya Dramaturgi setiap tahun diharapkan dapat memotivasi kaum muda untuk terus mencintai dan berperan dalam pelestarian budaya teater. Mengingat, teknologi saat ini secara gamblang menggerus kebudayaan seperti, halnya teater. (yul)

beritalima.com
beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *