SURABAYA, Beritalima.com|
Perundungan atau yang dikenal sebagai bullying bukanlah isu yang sepele. Studi UNICEF dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) RI menyebutkan bahwa 2 dari 3 remaja usia 13-17 tahun mengalami setidaknya satu jenis kekerasan dalam hidup mereka, salah satunya perundungan. Dalam hal ini, perundungan tidak hanya berdampak secara fisik tetapi juga psikis.
Tidak berhenti di situ, permasalahan lainnya muncul karena remaja korban bullying seringkali menolak untuk melapor dan mencari bantuan sehingga kondisi mereka makin memburuk.
“Masyarakat dengan budaya timur umumnya masih meyakini bahwa lebih baik menoleransi atau berusaha memperbaiki hubungan yang rusak. Beberapa bahkan menyalahkan dirinya sendiri untuk mengurangi stres dan konflik dengan orang lain,” papar Anastasia, Kamis (14/09/2023).
Bermula dari permasalahan di atas, Anastasia dan tim menciptakan sebuah aplikasi bernama REMEDY (Remaja Merdeka Bullying). REMEDY merupakan aplikasi berbasis web yang bertujuan untuk memulihkan kesehatan mental remaja korban bullying. Tidak hanya itu, REMEDY juga dapat memfasilitasi perkembangan pasca trauma dan menjembatani para korban bullying dengan para psikolog secara mandiri dan fleksibel.
Aplikasi REMEDY dirancang oleh lima mahasiswa Universitas Airlangga (Unair). Mereka adalah Anastasia, Akiraka Vijnanamaya, Nadhira Alifa Yusran, Hanna Azfa Sadida dari Fakultas Psikologi (FPsi) dan Adam Maurizio Winata dari Fakultas Teknologi Maju dan Multidisiplin (FTMM). Gagasan tersebut mendapatkan pendanaan dari Kemdikbudristek melalui program Program Kreativitas Mahasiswa Karya Cipta (PKM-KC) tahun 2023.
Miliki Sejumlah Fitur Unggulan
Anastasia menjelaskan bahwa metode terapi aplikasi REMEDY menggunakan pendekatan intervensi psikososial atau intervensi tanpa obat-obatan. Intervensi ini dapat berguna untuk menyelesaikan masalah psikologis, sosial, pribadi, dan relasional.
Dalam aspek psikologis, aplikasi REMEDY memiliki dua fitur yaitu ‘Katalog Psikolog’ untuk mencari layanan psikologi terdekat dan fitur ‘Sehat Pikiran’ meliputi aktivitas terapeutik seperti Jurnal Harian, Musik dan Relaksasi Otot, Menulis Ekspresif; Meditasi dan Mindfulness, Shambavi Mudra (pernapasan dalam yoga), serta Menggambar Doodle.
Sedangkan aspek sosialnya terdapat dalam fitur ‘Interaksi Komunitas’ yang meliputi kegiatan-kegiatan focus group discussion bersama kelompok pengguna lainnya. Pengguna juga akan didampingi oleh seorang fasilitator untuk saling berkomunikasi, bertukar ide dan pendapat, serta saling memberikan dukungan sosial maupun emosional.
“Tidak hanya itu, individu yang tidak mengalami trauma akibat bullying juga bisa menggunakan aplikasi ini melalui fitur ‘Pemulihan’. Fitur ini berisi kegiatan-kegiatan untuk mengurangi stres dan memperbaiki kesehatan mental secara umum,” ucap mahasiswa asal Sidoarjo itu.
Terapkan Teknologi AI dan Machine Learning
Lebih lanjut, Anastasia mengatakan, aplikasi REMEDY juga telah memanfaatkan teknologi artificial intelligence (AI) dan machine learning. Peran kedua teknologi tersebut telah terbukti dapat menghasilkan penerimaan lebih baik terhadap treatment, berkurangnya biaya, dan intervensi yang lebih efektif.
Peran teknologi AI dan machine learning juga dapat mengidentifikasi perubahan kondisi sebelum dan sesudah intervensi berdasarkan jawaban-jawaban pengguna.
Terakhir, Anastasia dan tim berharap aplikasi REMEDY dapat menjadi solusi intervensi yang praktis dan fleksibel untuk para korban bullying. Selain itu, mereka juga berharap gagasan mereka dapat menjadi sumber penghasilan tambahan para ahli di bidang kesehatan jiwa.
“Tentunya, dengan inovasi ini kami juga berharap mahasiswa atau akademisi di Indonesia dapat mempertajam keterampilan serta terinspirasi untuk berinovasi dalam mengembangkan intervensi psikologis yang berintegrasi dengan kemajuan teknologi,” tutupnya. (Yul)