Mahmuddin : Saat Pencairan Tahap 2 BPKAD Bojonegoro, UPTD Teknis dan Inspektorat Sudah Lakukan Review

  • Whatsapp

SURABAYA – beritalima.com, Pelaksana pembangunan jalan Right Beton pada delapan desa di Kecamatan Padangan, Bambang Soedjatmiko ST menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya.

Bambang didakwa Jaksa Kejari Bojonegoro melanggar Pasal 2 juncto Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atas Bantuan Keuangan Khusus Desa (BKKD) Kecamatan Padangan, Kabupaten Bojonegoro yang merugikan keuangan negara sebesar Rp1,6 miliar dari total nilai BKKD delapan desa sebanyak Rp6,3 miliar.

Pada sidang ini Jaksa Kejari Bojonegoro menghadirkan saksi Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Kabupaten Bojonegoro yakni Mahmuddin.

Di dalam persidangan Mahmuddin mengatakan, program pemerintah untuk pemberdayaan masyarakat salah satunya berbentuk Bantuan Keuangan Khusus (BKK) yang sudah ada sejak tahun 2020.

“BKK adalah bantuan yang diberikan kepada desa berupa uang yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja daerah. BKK diatur dalam Perbub Nomer 87 tahun 1987,” katanya dalam sidang di Pengadilan Tipikor. Senin (4/9/2023).

Menurut Mahmuddin, tujuan pemberian BKK adalah sebagai bentuk dukungan daerah kepada pemerintah desa dalam pembangunan infrastruktur sebagai upaya pemerataan dan percepatan pembangunan desa.

“Komite yang terlibat untuk infrastruktur dan jalan adalah Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat,” sambungnya.

Dalam sidang Mahmuddin juga menjelaskan mekanisme pemberian BKK.

“Mekanismenya, desa mengajukkan permohonan untuk mendapatkan BKK. Permohonan tersebut selanjutnya dilakukan verifikasi oleh UPTD terkait. Lalu hasil verifikasi itu dilaporkan ke Bupati. Setelah mendapat persetujuan dari Bupati, desa harus memasukkannya dalam Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKP) Desa,” jelasnya.

Untuk permintaan pencairan, diproses oleh oleh UPTD teknis dan disampaikan kepada Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD). Selanjutnya oleh BPKAD disalurkan secra langsung ke kepala desa dan itu dicatat sebagai penerimaan desa.” Imbuhnya.

Saksi Mahmuddin memastikan bahwa 8 desa di kecamatan Padangan yakni Desa Cendono, Kuncen, Kebonagung, Kendung, Dengok, Prangi, Purworejo dan Desa Tebon menerima DKK dipergunakan untuk pembuatan jalan.

“BKK pada 8 desa yang menjadi kasus ini pernah dia dilakukan pembinaan secara umum pada 17 dan 18 Nopember 2021 dengan narasumber Sekda, PU Bina Marga dan Inspektorat. Sedangkan pembinaan secara khusus di Kecamatan Padangan tidak ada. Penyaluran BKK khusus untuk pekerjaan fisik dilakukan 2 kali. yakni 50 persen dan 50 persen,” papar saksi.

Saksi juga menjelaskan pada saat akan melakukan pencairan tahap 2, BPKAD dan UPTD Teknis melakukan monitoring dan evaluasi (monev) dan juga review oleh Inspektorat dalam Rangkah untuk memastikan apakah pekerjaan yang dilakukan sudah sesuai atau tidak sesuai.

Ditanya oleh Pinto Utomo, selaku kuasa terdakwa Bambang Soejatmiko, apakah untuk kegiatan pembinaan tersebut dilakukan sebelum atau sesudah pelaksanaan kegiatan BKK ini dikerjakan,?

“Saya tidak bisa memastikan, kayaknya sebelum. Tanggal 17 Nopember ada 123 peserta, tanggal 18 Nopember 120 perserta, untuk Kecamatan Padangan ini masuk di tanggal 18 Nopember,” jawab saksi Mahmuddin bergetar.

Ditanya lagi oleh Pinto Utomo, jika seandainya di kemudian hari terdapat kendala atau kesulitan dilapangan, apakah masih ada dinas terkait yang melakukan pembinaan lanjutan, maksudnya ada dinas lain yang turun langsung kelapangan untuk memberikan pembinaan atau pengawasan, misalnya siapa yang mengerjakan, tendernya siapa,?

“Ada, berdasarkan Perbub ya dinas terkait tadi yakni dinas PU,” jawabnya.

Pertanyaan itu sengaja dilontarkan Pinto Utomo, sebab dalam persidangan sepekan sebelumnya kepala dinas PU kabupaten Bojonegoro menyatakan tidak tahu apa-apa.

Ditemui selepas sidang, kuasa hukum terdakwa Bambang Soejatmiko, Pinto Utomo menyebut penegakan hukum yang dituduhkan terhadap kliennya sebagai sebuah ironi.

“Bayangkan, terdakwa ini tidak pernah ada ikatan kontrak dengan pihak manapun di desa, dia hanya disuruh bekerja saja tidak diikat dengan kontrak kerja, tidak diikat dengan perjanjian tertulis, tidak ada SPK sebagaimana lazimnya, kok dinyatakan sebagai terdakwa,” katanya saat dikonfirmasi.

Kepada awak media, Pinto Utomo bahkan berani dengan terang-terangan menyebut yang bertanggung jawab sebenarnya adalah murni kepala desa.

“Yang bertanggung jawab itu murni kepala desa, lalu kenapa yang ditersangkakan justru orangnya lain. Ingat, tidak ada satupun surat dalam Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ) yang menyebut namanya terdakwa, satupun tidak ada,” ucap Pinto Utomo. (Han)

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com beritalima.com beritalima.com

Pos terkait