beritalima.com | Ho No Co Ro Ko arti bahasa Jawanya adalah Ono Utusan, bahasa Indonesianya ada utusan. Maknanya, setiap orang itu harus merasa bahwa dirinya adalah utusan Allah SWT, yaitu Khalifah Fil Ardhi, menjadi khalifah di muka bumi ini.
Do To So Wo Lo arti dalam Bahasa Jawa adalah data utowo anane bedo-bedo. Arti bahasa Indonesia adalah Keberadaannya tidak sama alias beda-beda antara orang yang satu dengan orang yang lain.
Po Do Jo Yo Nyo dalam Bahasa Jawa adalah Senajan kahanane bedo-bedo nanging podho joyone. Arti dalam Bahasa Indonesia adalah Meskipun beda keahlian atau pekerjaan namun semua bisa saja berjaya.
Mo Go Bo Tho Ngo, arti bahasa Jawa adalah Monggo Sak Kerso. Dalam Bahasa Indonesia adalah terserah mana yang akan dilakukan. Tapi ingat, semua pasti ada resikonya.
Alkisah pada jaman dahulu kala disuatu desa terpencil ada seorang pemuda bernama Ajisaka, si Ajisaka ini mempunyai dua orang pembantu (Abdi) namanya Doro dan Sembodo. Suatu hari Ajisaka berniat untuk mengembara ke pusat kerajaan dengan maksud untuk memperbaiki hidup. Singkat cerita Sembodo di ajak dan Doro ditinggal dengan pesan untuk menjaga senjata yang ditinggalkan berupa sebuah keris, tidak boleh diberikan kepada siapapun yang memintanya, sebagai abdi yang setia Doro bertekad menjaga amanah ndoronya untuk menjaga keris itu dengan taruhan nyawanya.
Singkat cerita, Ajisaka sukses menjadi raja di ibukota, kemudian mengutus Sembodo untuk kembali kekampung halamanya mengambil keris yang dititipkanya pada Doro, namun ternyata karena ketaatanya dan maksud mengemban amanah yang diberikan kepadanya Doro tidak mau memberikan keris yang dititipkan Ajisaka kepadanya, karena masing-masing merasa mengemban tugas dari majikanya dan karena loyalitas yang tinggi maka tidak ada satupun dari dua abdi Ajisaka ini yang mau mengalah, terjadilah peperangan. Namun karena sama-sama kuat, adu ilmu dan ketebalan kulit, dua-duanya akhirnya mati menjadi mayat.
Adapun pelajaran berharga dari cerita yang penuh makna itu adalah betapa penting dan perlunya membangun serta memelihara komunikasi antar berbagai pihak sejak dini secara rutin maupun berkala, terus-menerus dan tidak terhenti. Lebih-lebih pada era modern seperti sekarang ini, ketika alat komonikasi sudah semakin canggih, sungguh amat disayangkan jika masih ada beberapa pihak yang terjadi salah paham.
Komunikasi itu sangat penting dan perlu didalam kita berbangsa dan bernegara. Jangan sampai terjadi miskomunikasi sesama anak bangsa, salah paham antar golongan dan tokoh masyarakat. Sangat disayangkan kejadian kerusuhan yang berkembang akhir-akhir ini karena faktor miskomunikasi. Kita harus waspada dengan berita-berita provokasi yang sengaja dihembuskan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, berita hoaks yang beredar luas di media massa.
Tragedi sejarah kelam 1965, jangan sampai terulang lagi. Reformasi tahun 1998 mari kita jadikan titik balik dalam sejarah Indonesia. Dimana kekuasaan rezim Orde Baru di bawah Soeharto yang menjadi presiden selama 32 tahun akhirnya tumbang.
Selain kondisi politik dan ekonomi Indonesia yang karut marut pada 1997, gerakan mahasiswa menjadi pendorong penting terjadinya revolusi politik pada 12 Mei 1998.
Seakan telah menjadi hal lumrah, revolusi selalu membawa korban jiwa, memakan rakyatnya sendiri. Begitu pula harga yang seolah harus ditebus oleh beberapa aktivis yang tewas terbunuh, diantaranya luka fisik dan trauma mental, serta mereka yang hingga kini masih hilang.
Makna Ho No Co Ro Ko yang berarti setiap orang menjadi utusan atau khalifah di muka bumi ini masih revelan sampai sekarang. Hal itu menjadi pengingat bagi kita semua khususnya tokoh masyarakat supaya tetap waspada, berhati-hati dalam mengambil keputusan yang menyangkut kepentingan bangsa dan negara. Bagaima pendapat Anda.
Surabaya, 30 September 2019
Cak Deky