JAKARTA, beritalima.com | Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) M. Fanshurullah Asa menyatakan siap membantu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai Saksi kasus dugaan korupsi jual beli gas antara PT Perusahaan Gas Negara (PGN) dan PT Inti Alasindo Energi (IAE).
Pria yang akrab dipanggil Ifan ini, dalam perkara tersebut akan bertindak dalam kapasitasnya sebagai Mantan Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) pada periode Tahun 2017-2021.
“Perkara tersebut sama sekali tidak berkaitan dengan pelaksanaan tugas saya sebagai Ketua KPPU saat ini,” ujar Ifan, Selasa (20/5/2025).
Dalam kasus tersebut, Ifan sempat dipanggil KPK pada 14 Mei 2025. Ifan mengapresiasi panggilan itu. Namun, dia tak bisa hadir, dan mengusulkan ada penjadwalan ulang.
Karena, pada waktu itu sebagai Ketua KPPU Ifan ada kegiatan penandatanganan Nota Kesepahaman dengan Menteri Hukum RI. Acara ini dihadiri Gubernur Bank Indonesia, Menteri Perdagangan, Menteri Ekonomi Kreatif, dan Kapolri.
“Saya mengapresiasi KPK dalam menindaklanjuti surat pemberitahuan terjadinya praktik niaga gas bertingkat yang pernah saya kirimkan kepada Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi, seiring temuan BPH Migas atas hasil pengawasan kegiatan usaha IAE di akhir tahun 2020, salah satu dokumen yang penting dalam kasus tersebut,” ucap Ifan.
“Untuk itu, saya akan terbuka dan menyampaikan seluruh informasi serta dokumen yang dibutuhkan KPK dalam
penyidikannya. Bagaimanapun, penanganan korupsi sejalan dengan tugas pengawasan persaingan usaha yang saya jalankan saat ini,” jelasnya.
Sebagaimana diketahui, KPK telah menetapkan dua orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi jual beli gas PGN tersebut, yakni Komisaris PT IAE pada 2006–2023 Iswan Ibrahim (ISW) dan Direktur Komersial PT PGN pada 2016–2019 Danny Praditya (DP).
Kasus tersebut diduga menimbulkan kerugian negara yang mencapai 15 juta dolar AS. Dalam menangani kasus tersebut, KPK mengagendakan panggilan berbagai Saksi, termasuk Ifan sebagai Kepala BPH Migas saat terjadi dugaan pelanggaran tersebut.
Hingga informasi ini disampaikan, panggilan KPK kepada Ifan masih dalam penjadwalan.
Dalam konteks ini, pendapat Ifan, penting bagi KPK untuk menyelidiki bukan hanya dua Badan Usaha yang telah disebut, melainkan juga puluhan Badan Usaha Niaga Hilir Migas lainnya yang memperoleh alokasi gas dari Kementerian ESDM.
Patut ditelusuri apakah praktik niaga gas bertingkat juga terjadi setelah tahun 2018 oleh badan usaha lain yang belum terungkap.
Ifan juga menegaskan, dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 6 Tahun 2016 tidak terdapat satu pun pasal yang menyebutkan peran BPH Migas secara eksplisit dalam hal alokasi gas maupun pengawasan praktik niaga gas bertingkat.
Hal ini merupakan tugas dan fungsi dari Kementerian ESDM, Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi, dan SKK Migas.
“BPH Migas hanya berwenang melakukan verifikasi volume niaga gas dari sisi kepentingan perhitungan iuran PNBP, sesuai amanat Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah,” tegasnya.
Sebagai Ketua KPPU, Ifan menjelaskan, kolaborasi antara KPPU dan KPK yang telah dijalankan sejak tahun 2014 sangat penting, karena mayoritas praktik korupsi sering kali berawal dari persekongkolan, baik secara vertikal, horizontal, maupun kombinasi keduanya.
Persekongkolan tersebut merupakan objek pengawasan KPPU sesuai dengan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.
Maka dari itu, penting untuk memperkuat asas resiprokal atau kesetaraan dalam pertukaran data dan informasi antara kedua lembaga, mengingat KPPU merupakan lembaga independen yang tidak dapat dipengaruhi oleh pihak manapun, termasuk Pemerintah. (Gan)
Teks Foto: M. Fanshurullah Asa atau Ifan, mantan Kepala BPH Migas yang kini jabat Ketua KPPU. Siap bantu KPK.







