Marhaban Ya Ramadhan

  • Whatsapp

Oleh : Ahmad Hadariy, S.Ag

Seandainya seorang tamu yang anda cintai, anda sayangi dan anda muliakannya lalu tiba-tiba menghubungi anda dan mengabarkan bahwa dia akan datang kepada anda dan akan tinggal disisi anda selama beberapa hari, maka tentu saja anda akan senang dan bahagia, oleh karena itu tentu anda akan bersiap-siap untuk menyambut kunjungan tamu yang anda cintai itu serta melakukan apa yang anda sanggupi mulai dari mengatur diri anda sendiri, membersihkan rumah dan mempersiapkan acara baginya selama anda menjamunya. Maka bagaimana pendapat anda wahai saudaraku yang tercinta, jika tamu yang datang ini bukan hanya dicintai oleh anda bahkan dia kecintaan Allah SWT dan Rasul-Nya serta seluruh kaum muslimin di muka bumi ini ? Bagaimana jika tamu itu sangat istimewa membawa kebaikan dan keberkahan bagi kaum muslimin ?

Dia adalah bulan Ramadhan yang mulia. Bulan Qur’an dan puasa, bulan tahajjud dan tarawih, bulan kesabaran dan ketaqwaan, bulan rahmat, pengampunan dan pembebasan dari api neraka. Bulan yang didalamnya ada satu malam yang lebih baik dari seribu bulan, bulan yang diborgol padanya syaitan, ditutup pintu-pintu neraka dan dibuka pintu-pintu syurga. Kita memohon kepada Allah SWT untuk mendapatkan keutamaan bulan tersebut. Bulan yang digandakan padanya kebaikan dan ketaatan, bulan yang didalamnya terdapat pahala-pahala yang agung dan keutamaan-keutamaan yang sangat besar.

Maka sangat pantas bagi setiap yang mengetahui sifat-sifat tamu yang agung ini untuk menyambutnya dengan sambutan yang sebaik-baiknya dan bersiap-siap untuk menyambutnya dalam bentuk amaliyah agar meraih manfaat yang sangat agung sehingga keluar dari bulan Ramadhan dalam keadaan ruhnya telah suci dan jiwanya telah bersih dan mendapat predikat takwa.

Diantara mereka ada yang menyambutnya dengan meriah melalui perayaan-perayaan, mengadakan pawai lagu-lagu daerah dan nasyid-nasyid yang diiringi dengan musik. Diantara mereka ada yang menyambutnya dengan mempersiapkan acara-acara begadang seperti menonton film-film sinetron yang didalamnya banyak terdapat wanita-wanita yang berhias, menampakkan wajah dan jenis kemaksiatan lainnya. Sebagian yang lain menyambutnya dengan masuk dan berdesak-desakan di pasar untuk membeli aneka macam makanan dan minuman.

Sungguh sangat disayangkan, apabila datangnya bulan Ramadhan yang seharusnya disambut dengan taubat, amal shalih dan bersyukur kepada Allah SWT dengan hati, lisan dan seluruh anggota tubuh diganti dengan prilaku-prilaku konsumtif yaitu memperbanyak jenis makanan dan minuman sehingga seakan-akan bulan ini adalah bulan makan, minum dan tidur disiang hari serta begadang pada malam hari dengan berbagai jenis kemaksiatan. Terkait perintah Puasa di bulan Ramadhan, Allah SWT berfirman dalam kitab sucinya Al-Qura’an :

Hai orang-orang yang beriman telah diwajibkan kepada kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan kepada orang-orang sebelum kamu, mudah- mudahan kamu menjadi orang yang takwa (QS: 2; 18)

Ramadhan telah diambang pintu. Bulan yang sangat dirindukan bagi mereka yang tahu hakikat hidangan Allah SWT yang hanya setahun sekali ini. Bagi pencari kenikmatan ibadah, bagi pemburu manisnya ketaatan, dan bagi yang gandrung dengan kepuasan rohani. Ramadhan sangat dinanti. Suka cita, bergembira ria dan penuh permohonan kepada Allah SWT agar ibadah Ramadhan kali ini menjadi yang terbaik dari tahun-tahun sebelumnya. Sangat pantas bagi setiap muslim menyambutnya Ramadhan dengan sambutan do’a kepada Allah SWT :
Ya Rahman, Ramadhan begitu dekat, maka takdirkanlah kami bertemu dengannya dalam keadaan sehat wal afiat, dan memiliki kekuatan dan kemauan untuk mengoptimalkan ibadah-ibadah mamadhan.

Sebelas bulan, kita tenggelam dalam arus waktu yang berputar melingkar. Sejak bangun tidur, mandi, sarapan, berdesakan di bus, mengawali kerja berhadapan dengan mesin atau kertas yang sama di atas meja, kemudian pulang napak tilas jalan yang sama tadi pagi kita lalui. Selama sebelas bulan itu pula kita terlengah dari upaya untuk berkontemplasi, mengarungi samudera batin. Bagaikan tak berdaya, kita mengikuti sebuah arus waktu yang begitu deras mengalir menuju pada satu muara universal yaitu mor¬tal vitalis, kematian. Dan, bagaikan disentakkan dengan sebuah suprised, kini kita berhadapan dengan Ramadhan, bulan seribu bulan, bulan yang mengalir gemuruh pengampunan, magfiroh.Panorama kesyahduan ibadah tiada taranya. Padang gersang, jiwa yang meratap, kini boleh berbunga-bunga karena masih ada tersisa waktu untuk mengarungi citra air surgawi. Bagaikan pohon yang layu selama sebelas bulan, tegak dan segar kembali karena mendung Ramadhan mulai bergelayutan untuk mencurahkan rahmatnya. Pemandangan kesyahduan tiada tara, sebentar lagi terbentang di hadapan kita suasana saat berbuka puasa dengan seluruh anggota keluarga, suara tadarus yang ritmis dan syahdu, kaum pria yang menyandang sajadah di iringi para wanita yang bertelekung mukena menuju masjid untuk bertarawih. Marhaban Yaa Ramadhan, betapa rindu kami untuk mereguk percikan pengampunan samudera Rahmat-Nya, tiada terperi. Allah SWT telah memanggil hamba-hambaNya yang beriman untuk melaksanakan ibadah yang berat dan rahasia, dan hamba-hamba yang beriman itu menjawabnya dengan ucapan “sami’naa wa atha’ naa” Ramadhan adalah bulan pengendalian dan pelatihan terhadap diri sendiri, dengan harapan pengendalian dan pelatihan ini akan terus berlanjut meski bulan Ramadhan sudah berakhir.

Dari Salman Al-Farisi ra. ia berkata bahwa Rasulullah SAW. di akhir bulan Sya’ban berkhutbah kepada kami, beliau bersabda, Wahai manusia, telah datang kepada kalian bulan yang agung dan penuh berkah. Di dalamnya terdapat satu malam yang nilai (ibadah) di dalamnya lebih baik dari 1.000 bulan. Allah SWT menjadikan puasa pada siang harinya sebagai sebuah kewajiban, dan menghidupkan malamnya sebagai perbuatan sunnah (tathawwu). Barangsiapa (pada bulan itu) mendekatkan diri (kepada Allah SWT) dengan satu kebaikan, ia seolah-olah mengerjakan satu ibadah wajib pada bulan yang lain. Barangsiapa yang mengerjakan satu perbuatan wajib, ia seolah-olah mengerjakan 70 kebaikan di bulan yang lain.

Ramadhan adalah bulan kesabaran, dan kesabaran itu balasannya surga. Ramadhan juga sebagai bulan tolong-menolong, di mana di dalamnya rezki seorang mukmin ditambah. Barangsiapa pada Ramadhan memberikan bukaan (ifthar) kepada seorang yang berpuasa, maka itu menjadi maghfirah atau pengampunan atas dosa-dosanya, sebagai penyelamat dari api neraka dan orang tersebut memperoleh pahala seperti orang yang berpuasa, maka selayaknya menyambut bulan Ramadhan kita sebagai muslim harus mempersiapkan terlebih dahulu, baik dari sisi spiritual, jiwa, hati, atau tubuh agar dalam ketika memasuki Ramadhan benar-benar sudahfit. Ramadhan merupakan bulan yang istimewa dibanding dengan bulan-bulan yang lain, bulan Ramadhan merupakan sebuah bulan yang ditujukan untuk ummat muslim, agar kita semua bisa menyadari siapakah diri kita yang sebenarnya, diri ini yang sejati, kita bukanlah tubuh, kita bukanlah dada ini, tapi kita sebenarnya ini adalah yang dulu dalam alam ruh telah bersaksi bahwa Allah SWT Tuhannya, agar kelak kita semua tidak bisa mengingkari janji itu, kalau kita sudah tahu siapa sebenarnya diri kita ini, maka kita akan tahu siapa Tuhannya. Barang siapa mengenal dirinya yang sejati, berarti dia telah mengenal Tuhannya.

Bagi kita, seruan untuk menjalankan seluruh perintah Allah SWT, bukan lagi dilihat dari segi kewajiban , tetapi meningkat menjadi suatu kebutuhan, karena kita menyadari bahwa setiap gerak ibadah merupakan upaya untuk memanusiakan diri kita sendiri, memuliakan dan menjadikan diri kita sebagai makhluk yang terus melangkah menuju pada tahapan ideal sebagai Al Insan Al Kamil, manusia paripurna. Apabila melihat ibadah sebagai kewajiban, terasa masih ada suasana keterpaksaan atau external enforcement. Sebalik-nya, apabila kita mempersepsinya sebagai kebutuhan, maka ibadah yang kita lakukan merupakan suatu dorongan murni yang tumbuh dari nurani kita sendiri, calling from within. Begitu pula dengan makna puasa di bulan Ramadhan, seharusnya kita melaksanakannya dengan penuh suka cita, karena Ramadhan merupakan program vaksinasi mondial yang akan memperkuat diri dengan berbagai vita¬min batin yang maha dahsyat, membentengi diri dari segala penyakit rohani yang akan merusak tatanan keluhuran akhlak manusia.

Kalau kita melaksanakan shalat atau naik haji, orang lain dapat menyaksikan diri kita. Bacaan Imam yang salah sewaktu memimpin shalat bisa langsung dikoreksi oleh makmum, bahkan ibadah naik haji tidak mungkin sendirian, karena membutuhkan kerjasama dengan orang lainnya. Tetapi dalam hal kita menjalankan ibadah puasa. Adakah orang yang tahu ? Anda bisa saja bersembunyi sewaktu makan siang dikantor. Dan ketika pulang kerumah berpura-pura lesu, seraya mengaku kepada istri atau keluarganya bahwa anda sedang berpuasa. Istri dan keluarga tertipu, mertua dibohongi, anak-anak di rumah terkecoh. Tetapi ketahuilah bahwa semuanya itu merupakan rangkaian dari upaya anda untuk menipu diri sendiri. Dengan demikian, tampaklah bahwa puasa merupakan suatu program pelatihan jiwa yang mengajak manusia untuk menjadi makhluk yang ikhlas dan jujur (sincer and honest) dalam menjalankan misi kehidupannya.

Sampai saat ini, belum pemah kita dengar ada Akademi atau Fakultas Kejujuran jurusan Keikhlasan. Atau Fakultas Berdisiplin jurusan Tepat Waktu atau Fakultas ilmu amanah jurusan Anti Korupsi. Dan sudah dapat kita pastikan tidak mungkin ada Perguruan tinggi, Yayasan atau pesantren yang mau iseng membuat institusi seperti ini, karena mana ada mahasiswa atau santri yang mau mendaftar ? Padahal betapa langkanya mencari manusia yang memiliki budaya ikhlas dan jujur seperti hari ini. Mulai dari Pengusaha, Birokrat, salesman, sampai kaum politisi (yang telah mengumbar janji waktu kampanye) dan dengan bangganya mengaku sebagai Presiden, Gubernur, Bupati dan Walikota serta para wakil rakyat sekalipun, kiranya sangat sulit menghindar dari kebohongan (walau tentu saja mereka mengakunya, diplomatis taktis bahwa mereka jujur, adil dan amanah), kenyataannya sungguh sulitnya menemukan pribadi yang lugas, jujur dan ikhlas. Wabah penyakit korupsi telah lama menjalar di Negara Republik Indonesia yang notabene nya mayoritas masyarakat muslim (pemeluk agama Islam), 15 butir program Nawacita bidang pemberantasan korupsi yang diusung oleh pemerintahan Jokowi – JK hanya membuahkan kekecewaan publik karena tidak dapat menangkal secara optimal terhadap penyakit korupsi yang sudah mengakar dan seakan menjadi budaya turun- temurun. Tentu hal ini sangat ironis sekali dan harus segera diciptakan sebuah formula yang epektif untuk memberantas penyakit korupsi tersebut. Masyarakat Indonesia menaruh harapan yang besar pada pemerintahan Jokowi-Jk terkait pemebrantasan korupsi, namun yang terjadi tidak seperti yang diharapkan, masih segar dalam ingatan kita, antara penegak hukum saling serang, KPK berseteru dengan Kepolisian dalam kasus Budi Gunawan, kasus beredarnya Sprindik KPK, dikabulkannya prapradilan Budi Gunawan oleh pengadilan dan masih banyak lagi kasus-kasus hukum yang menjadi polemik di masyarakat.

Belakangan ini perbincangan yang menghangat di era pemerintahan Jokowi-Jk adalah terkait revisi Undang-undang KPK yang ditengarai akan memperlemah fungsi kewenangan KPK. Tentu kita masih ingat Kasus Testimoni mantan Ketua KPK Antasari Azhar yang mengejutkan banyak kalangan. Sederet pertanyaan pun bermunculan. Mengapa Antasari secara tak terduga sampai berkeputusan membuat pernyataan yang menyudutkan pimpinan KPK waktu itu ? Mengapa tiba-tiba ia melakukan tindakan yang dapat dimaknai sebagai upaya memperlemah atau menggembosi eksistensi KPK ?

Ironis, memalukan dan memilukan !!! Testimoni mantan Ketua KPK Antasari Azhar tertanggal 16 Mei 2009 sepanjang 4 halaman folio yang antara lain menyebutkan adanya pimpinan KPK yang menerima suap dalam kasus dugaan korupsi proyek Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) Dephut. Antasari menulis hal demikian, karena menurut pengakuannya bahwa dirinya telah bertemu di Singapore dengan Pimpinan PT. Masaro yaitu Anggoro Wijoyo selaku rekanan proyek SKRT tersebut. Terlepas dari pembelaan dan sanggahan yang dilontarkan Wakil Ketua KPK Bibit Samad Riyanto, namun ‘Bola Panas’ yang dilempar Antasari waktu itu, kalau hal itu benar dan terbukti secara hukum dapatlah dimaknai bukan hanya sekedar sebuah apaya penggembosan terhadap eksistensi KPK, tetapi merupakan sebuah ungkapan awal betapa bobroknya moral Pimpinan KPK yang katanya bersih, jujur dengan dibumbuhi sumpah serapahnya. Pertanyaannya ??? apakah pimpinan KPK di era Jokowi-Jk seiring dengan program Nawacita Jokowi ???? jika tidak, maka hal ini sudah pasti menjadi Presiden buruk bagi kinerja pemerintahan dalam rangka pemberantasan korupsi di negara tercinta Indonesia.

Pelemahan pada KPK adalah bentuk kejahatan struktural sebagai upaya korupsi sistemik sebagai bagian dari kejahatan terorganisir. Korupsi yang melanda hampir seluruh dunia ini merupakan kejahatan struktural yang meliputi sistem serta organisasi dan struktur yang baik. Oleh karena itu, korupsi menjadi begitu sangat kuat dalam konteks perilaku politik dan sosial. Bagi seorang koruptor, strategi apa yang akan di ambil untuk melemahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)? Setidaknya di Indonesia yang menganut trias politica, pelemahan itu bisa melalui lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif, seperti yang selama ini terjadi. Dalam kaitan ini perlu diperhatikan beberapa pendekatan antisipasi perspektif korupsi, khususnya usaha dan metode pelemahan kelembagaan dengan berlindung di balik penguatan KPK, yaitu usulan Presiden yang secara bersamaan seiring dengan inisiatif DPR untuk merevisi UU KPK. Di Satu sisi KPK sedang mendapat sorotan tajam dari DPR terkait tindakan upaya paksa, seperti penyadapan oleh KPK. Di sisi lain KPK mendapat apresiasi dari masyarakat manakala terjadi kontroversi tentang KPK terkait operasi tangkap tangan (OTT) terhadap anggota eksekutif, yudikatif, legislatif, suatu contoh OTT KPK terhadap Ketum PPP Romahurmuzy, OTT KPK terhadap dirut BUMN, Penangkapan KPK terhadap Setya Novanto Ketum Partai Golkar dan Idrus Marham Sekjend Partai Golkar serta Bupati/Walikota, Anggota DPR dan lembaga negara lainnya. Oleh karena itu, marwah dan front-gate KPK pada proses penyelidikan termasuk penyadapan adalah sangat esensial. Oleh karena itu maka lembaga KPK perlu diperkuat.

Terhadap fenomena ini, kita mesti bersyukur bahwa bulan suci Ramadhan merupakan bulan yang mulia dan penuh kemuliaan. Maka jadikanlah Ramadhan ini sebagai samudera latihan untuk menjadikan kita semua sebagai manusia-manusia, sebagai bangsa, sebagai pemimpin yang berani tampil beda seraya mengacungkan bendera kejujuran, keimanan dan keiklasan.

Suatu saat, Rasulullah SAW menyaksikan seorang wanita yang sedang memaki-maki pembantunya, padahal pembantunya tersebut sedang dalam berpuasa. Menyaksikan kejadian ini, kemudian Nabi SAW mengambil makanan, dan berkata, makanlah. Wanita itu berkata: Ya Rasul, saya ini sedang berpuasa. Kemudian Nabi mejawab, Bagaimana mungkin engkau berpuasa, padahal telah engkau maki pembantumu . Puasa bukan hanya menahan makan dan minum saja. Allah telah menjadikan puasa sebagai perisai, selain makan dan minum, tetapi juga menahan diri dari perbuatan tercela yang merusak nilai puasa. Dan sambil berlalu, Rasulullah berkata, Ma aqollash showwam, wa ma aktsarol jawwa (alangkah sedikitnya orang yang berpuasa, alangkah banyaknya orang yang lapar).” Orang bisa saja menahan makan dan minum, bahkan menunda hubungan seks tentu saja bagi suami istri, tetapi dia gagal memperoleh pahala. Karena yang dia lakukan adalah puasa lahir/fisik dengan tidak disertai makna filosofi untuk berpuasa batin yang berbalut iman.

Salah satu dari perbuatan yang dipujikan di bulan Ramadhan adalah memperbanyak tadarus membaca Al Qur’ an. Dan tentu saja, kita tidak berhenti hanya pada tadarus, kemudian berlomba-lomba untuk menghatamkannya di bulan tersebut, tetapi yang paling hakiki adalah sebuah efek batiniyah dari bacaan tersebut, yaitu sebuah kerinduan untuk memahami, menghayati, dan kemudian mempraktekkan apa yang kita baca dalam kehidupan, sehingga tampilah perilaku kita sebagai perilaku yang Qur’ani, menjadi the Man of Qur’an, the Walking Qur ‘an. Sungguh kita menyaksikan, betapa banyaknya petunjuk Al-Qur’an telah tercecer dan terbengkalai dikarenakan umat tidak lagi memahami maknanya. Qur’an hanya tinggal lagu dan bacaan, tetapi tidak memberikan pengaruh sedikitpun pada perilaku umat Islam, astaghfirullah !!! Padahal petunjuk utama dan pertama bagi setiap pribadi bahkan masyarakat muslim itu, tidak lain berangkat dan berawal dari ruh Kitabullah, the spirit of Qur ‘an yang harus mendarah mendaging menyatu dengan dengusan nafas kita semua.

Kita patut memberikan apresiasi dan mengacungkan jempol untuk restauran yang sebulan penuh menutup usahanya dan warung nasi yang menutup warungnya disaat Ramadhan, Ini merupakan sebuah refleksi rasa tanggung jawab moral dan agama yang maha luhur, yang seharusnya menjadi perhatian setiap pribadi muslim. Betapa selama satu bulan mereka rela untuk tidak menerima uang dari orang yang datang ke restauran dan warungnya. Karena sikap untuk menghargai ibadah sakral ini. Itulah sebabnya, maka seorang muslim, mbok ya kalau mau shopping ke warungnya orang Islam, karena mereka kan harus bayar zakat . Ramadhan adalah bulan shadaqoh, khususnya kepada para konglomerat muslim, ada kewajiban bagi mereka untuk memberikan zakat hartanya. Sebab itu, kita sebagai sesama saudaranya selalu berdo’a semoga para usahawan muslim mampu berkembang dan tumbuh karena mereka pasti terkena kewajiban zakat, bahkan ada nafas da’wah di perusahaannya tersebut. Sayangnya konglomerat muslim masih bisa dihitung oleh jari, dan kalau toh ada, biasanya kita sendiri sesama umat kurang merasa terpanggil untuk menjaga dan mensyi’ arkannya. Maka sudah saatnya bagi kita untuk ikut aktif menjaga dan merasakan kebanggaan kepada para pengusaha muslim yang nota bene sebagian hartanya pastilah memercik kembali kepada umat. Mereka yang diberi berkah oleh Allah SWT, dan kebetulan pula mempunyai giroh dan muru’ah Islamiyah, pastilah menyadari bahwa mereka adalah the few rich Moslem among the million poor moslem. Adakah orang lain mempedulikan nasib saudara kita yang miskin, kalau bukan kita sendiri, khususnya pengusaha muslim yang pemurah dan punya kepekaan sosial ?

Seruan untuk melaksanakan puasa, hanya ditujukan kepada orang yang beriman. Yaitu mereka yang senantiasa berupaya dengan penuh kesungguhan untuk melaksanakan tatanan ajaran Islam itu sendiri. Bagi orang-orang yang tidak berpuasa, apa sih makna dan kesyahduan Ramadhan ? Sebab bagi yang tidak berpuasa, seluruh bulan, apakah mau Februari atau Maret ya sama saja bagi mereka. Maka orang yang beriman itulah yang memberikan makna pada nuansa waktu, sehingga Ramadhan mempunyai nilai yang luhur bagi dirinya. Selanjutnya Ramadhan disebut sebagai pesta, karena bagi seorang mukmin, pesta sebagai lambang kebahagiaan bukanlah diukur dari jumlah makanan yang dihidangkan, sekumpulan kado dan hadiah yang diterima atau gemerlapnya lampu kristal. Ramadhan yang suci, bukan hanya seremonial, tetapi dia tangkap makna dan nuansanya dengan penuh harap dan antusias yang tiada tara. Sehingga in the end of the months, ketika dia memasuki Idul Fitri, mereka-mereka inilah yang paling pantas memeriahkan pesta suci tersebut, yes the holy party merely for the believer.

Penulis adalah Ketua Umum YAKORMA (Yayasan Kerukunan Orang Madura)

beritalima.com
beritalima.com beritalima.com beritalima.com beritalima.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *