KUPANG, beritalima.com – Akhir-akhir ini, kita diperhadapkan dengan berkembangnya paham Radikal Terorisme yang menyita energi dan perhatian. Radikalisme, Terorisme juga ISIS adalah musuh bersama, karena menjadi ancaman Keamanan Nasional, termasuk Keamanan di Nusa Tenggara Timur (NTT)
Wakil Gubernur NTT, Benny A. Litelnoni mengatakan hal itu ketika membuka acara Seminar Hasil Penelitian Pemetaan Potensi Radikal Terorisme di Wilayah NTT, Rabu (23/11).
Acara yang bertempat di Hotel T-More Kupang itu, diselenggarakan oleh Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) bekerjasama dengan Forum Komunikasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Provinsi NTT.
“ Walau NTT masuk dalam kategori daerah aman di Indonesia, saya berharap agar hasil penelitian yang dilakukan, dapat digunakan sebagai pijakan untuk peningkatakan kewaspadaan dan perumusan kebijakan pencegahan di daerah ini. Aksi Terorisme di Indonesia masih menjadi potensi ancaman bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara”, ujanya.
Hal itu dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain, terjadinya kesenjangan sosial ekonomi di tengah-tengah kehidupan masyarakat dengan semakin tingginya angka kemiskinan, lemahnya pemahaman keagamaan, menurunnya wawasan kebangsaan dan bela negara; rendahnya pendidikan dan sumberdaya manusia serta menurunnya kepercayaan publik kepada aparat penegak hukum, menekankan pentingnya peran generasi muda untuk membangun bangsa.
Secara khusus, mantan Wakil Bupati TTS itu menyentil pentingnya peran pemuda dalam pencegahan kegiatan terorisme. Menurutnya, generasi muda harus diberikan pemahaman yang baik dan benar tentang nilai-nilai agama dan moral, agar tidak mudah terkontaminasi dengan paham-paham yang mengancam keselamatan diri sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Lebih lanjut, beliau menegaskan bahwa ancaman keamanan semakin intens dan nyata, karenanya masyarakat harus mengambil langkah-langkah untuk pencegahan dini.
Dalam forum itu dihelat dua sesi diskusi. Pada sesi pertama, Simon Petrus Nili dari Timex bertindak selaku moderator dengan dua nara sumber yaitu Kasudit Kewaspadaan BNPT, Andi Intang Dulung, Indria Samego, selaku Reviewer Penelitian BNPT.
Selanjutnya sesi kedua yang dipandu Mien Ratu Uju, hadir dua orang pemakalah yaitu Kepala Kajian dan Penelitian FKPT, Blasisus Radja, dan Yohanes Vianey.
Indria Samego selaku Reviewer Penelitian BNPT dalam paparan pendahuluannya, menggambarkan terorisme sebagai public enemy (musuh bersama). Pengamat politik itu menyinggung konsep benturan peradaban, telah membawa perubahan pola, sistem nilai baru yang mewarnai dialektika peradaban bangsa-bangsa di dunia. Dalam era unborderless word (negara tanpa batas), sistem pemerintahan demokrasi bisa saja dibenturkan dengan Peradaban Islam, Confucius dan paham-paham lainnya.
Sementara itu, Andi Intang Dulung meyebutkan bahwa, BNPT melakukan kegiatan sejenis, bersama enam FKPT Provinsi yaitu Bengkulu, Jambi, Sulawesi Barat, Gorontalo, Kalimantan Utara dan Nusa Tenggara Timur.
Sejalan dengan itu, Blasisus Radja menambahkan lima hal yang perlu dilakukan yaitu pertama, penegasan kembali dan reaktualisasi Pancasila sebagai Ideologi Negara, UUD’45, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika.
Kedua, Fasilitasi lembaga- lembaga keagamaan, untuk menangkal timbulnya paham radikalisme. Ketiga, memperkuat wawasan kebangsaan dalam kurikulum pendidikan di kalangan generasi muda, keempat perhatian khusus wilayah pesisir potensial bagi pintu keluar masuk dan tempat persembunyian teroris.
Mempertegas apa yang disampaikan Blasisus Radja, Yohanes Vianey juga menyebutkan Strategi Budaya Tura Jaji dari Suku Lio, bisa digunakan untuk mencegah Radikal Terorisme di Ende. (Ang)