SURABAYA, beritalima.com – Pengadilan Negeri (PN) Surabaya kembali menggelar sidang perkara dugaan pemalsuan dokumen jaminan fidusia yang menyeret tenaga marketing PT Federal International Finance (FIF), Vania Arta Mevia, Rabu (10/12/2025).
Dalam sidang pembacaan dakwaan, jaksa penuntut umum Parlindungan Manullang membeberkan peran terdakwa yang dinilai turut meloloskan pembiayaan menggunakan BPKB dan STNK palsu.
Vania didakwa bekerja sama dengan empat orang lain yang kini berstatus DPO, masing-masing Faisal, Farid, Samsuri, dan Seiri. Atas perbuatannya, Vania didakwa Pasal 35 UU No. 42/1999 tentang Jaminan Fidusia jo. Pasal 56 ke-2 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP tentang perbuatan berlanjut.
Dalam dakwaan, jaksa mengungkap rangkaian perbuatan yang dimulai dari saksi Rusfandi alias Fendik yang membeli BPKB dan STNK palsu melalui akun Facebook dari seseorang bernama Saiful Bahri (DPO). Pemesanan pertama dilakukan 21 Juni 2024, dan barang dikirim 23 Juni 2024. Pemesanan kedua tanggal 11 Oktober 2024, dan tiba 13 Oktober 2024.
Dokumen palsu itu kemudian dijual Fendik kepada Faisal, Farid, Samsuri, dan Seiri. Mereka lalu mencari sepeda motor dengan tipe yang sama untuk ditempeli nomor rangka (noka) dan nomor mesin (nosin) palsu, sebelum akhirnya unit tersebut kembali ditawarkan kepada Fendik.
Setelah mendapatkan kendaraan oplosan tersebut, Fendik meminta orang lain mengajukan pembiayaan ke PT FIF Cabang Surabaya 3 atas nama Juli Agustina. Namun, agar proses lolos, Fendik meminta bantuan terdakwa Vania yang saat itu menjadi tenaga marketing dan tengah mengejar target penjualan.
Jaksa menyebut, Vania bersedia membantu dan dijanjikan imbalan Rp500 ribu jika pengajuan disetujui.
Mekanisme resmi taksasi mengharuskan marketing memeriksa keabsahan dokumen kepemilikan, kondisi dan kelayakan unit dan Gesek noka dan nosin.
Namun, menurut JPU, proses ini tidak pernah dilakukan. Taksasi hanya menjadi formalitas agar dua pengajuan pembiayaan modal usaha atas nama Juli Agustina dapat disetujui.
Atas dua pengajuan yang berhasil lolos itu, terdakwa menerima upah Rp1 juta, ditransfer melalui rekening BCA milik terdakwa.
Setelah FIF mengucurkan pembiayaan, dua motor tersebut kembali dikuasai Fendik dan diserahkan kepada empat DPO untuk dijual ke daerah Probolinggo, Madura, dan Lumajang.
Kasus mulai terungkap ketika terjadi keterlambatan pembayaran oleh debitur Juli Agustina. Tim kolektor FIF, yaitu Moch Afrizal Natsir dan Trio Perdana Kusuma Hartono, melakukan penagihan dan menemukan adanya ketidaksesuaian data.
PT FIF Cabang Surabaya 3 kemudian dinyatakan mengalami kerugian material sekitar Rp37.296.000. (Han)







